Saylow, putra asli Karangasem tepatnya Dusun Tanahampo. Berlatar belakang ilmu teknologi informasi dan desain, memilih managemen seni dan pertunjukan sebagai jawaban atas kebutuhan kesehatan mental dan menyandarkan kepulan asap dapur dengan melakukan usaha dagang parcel buah rumahan.
keren, nok. baru tahu ada gambar trayek gini. semoga segera terwujud. tak hanya mimpi dan janji.
Pertanyaannya……
Kapan realisasinya?
Sangat senang semoga cepat dapat di realisasikanya .dan saya sebagai masarakat kecil sangat sangat membutuhkanya.
Sarbagita bisa jadi sebagian jawaban untuk pertanyaan cara pemerintah menanggulangi kemacetan yang sudah membuat orang Bali berubah sifat menjadi lebih tempramental … tapi saya lihat di lapangan kok bis nya masih dikit? segmen konsumen nya siapa? kalangan profesional? masyarakat umum atau siapa aja yang nangkring di halte (saya sempat liat banyak yang nongkrong2 ga jelas di halte, ternyata bukan mau numpang BIS SARBAGITA) klo kalangan profesional, jam berapa mereka harus nongkrong nunggu BIS untuk berangkat ke kantor? jam 5 pagi? yang bener aja … klo pun naik bis sarbagita, yang kerja di kuta akan kerepotan turun dimana dan naik apa ke tempat tujuan, idealnya sih menghidupkan kembali central parkir kuta yang mati suri, dijadikan tempat untuk kendaraan kecil mengantar penumpang khusus ke area kuta, seminyak dll yang turun dari sarbagita. sehingga sedikit demi sedikit Kuta bisa dibebaskan dari kendaraan pribadi diganti dengan trem atau kendaraan umum yang lebih kecil. Klo bis sarbagita untuk masyarakat umum maka dagang bé pasih di kedonganan mau ga mau harus diangkut, dan dagang celéng dari batubulan jg harus ikut di bis ber AC ini, trus bagaimana dengan masyarakat lain dan pelajar maukah mereka menyatu dengan para pedagang tersebut dalam bis keren, gede dan ber-AC ini? dilapangan saya liat bis kontinuitasnya kurang, apa karena saya ga tau jam2 lewat bis nya ato memang bis yang dioperasikan kurang, untuk informasi rute dan jam2 melewati halte harusnya disebarkan di masyarakat, agar khalayak ramai ikut berpartisipasi bukan hanya menjadikan BIS SARBAGITA tontonan dijalan sambil naik mobil pribadi ato naik motor … kadang saya liat inilah sifat khas pemerintah, karena mereka berprinsip ” rame ga rame penumpangnya yang penting bis nya ada dan gajiku tiap bulan tetep segitu aja” prinsip branding tidak ada karena mereka masih berpatokan “aku kan dibayar negara” bukan dibayar rakyat ato ga dapat tambahan uang saku dari project bis sarbagita, jadi tidak ada inisiatif untuk lebih memarketingkan ide bagus ini, dan mulai membrandingkan “green Bali” dengan “bis sarbagita”, dinas terkait terasa hanya “jeg kanggoang keto gen yang penting mejalan” tanpa memikirkan klo operational bis sarbagita lama2 akan menggerogoti APBD, kalo tidak di marketingkan secara sistematik dan berkelanjutan, pajak rakyat akan dimakan project ga jelas seperti sebelum2 nya …