Debat publik kedua Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Bali kembali dilaksanakan pada 09 November 2024. Tema debat kedua adalah “Menyikapi Dinamika Otonomi Daerah di Bali” dengan sub tema retribusi daerah; collaborative governance dan pentahelix; inovasi dalam menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah; serta pembangunan sumber daya manusia. Pada debat kali ini, BaleBengong bekerja sama dengan Warmadewa Research Center melaksanakan siaran langsung di Instagram untuk memberikan respons pada debat yang berlangsung.
Akademisi yang hadir adalah I Nyoman Aji Duranegara Payuse, dosen Fakultas Hukum Universitas Warmadewa. Hadir pula Anak Agung Gede Brahmantya Murti, dosen Administrasi Negara Universitas Warmadewa. Berikut merupakan respons kedua akademisi terkait debat kedua.
Janji Sekolah Gratis dan Jargon Satu Komando Pusat
I Nyoman Aji Duranegara Payuse: Ada beberapa hal yang cukup menarik, yaitu ketika kita berbicara tentang otonomi daerah. Artinya apa, ketika kita berbicara kewenangan daerah untuk mengelola daerahnya sendiri. Itu sangat unik ketika paslon 01, salah satu visi misinya adalah terkait dengan indeks kebahagiaan manusianya, instead of indeks pembangunan manusianya. Sedangkan paslon 02 dari gambaran yang ditampilkan adalah penuh dengan pembangunan “infrastruktur”, walaupun belakangan menyampaikan terkait rencana-rencana dari pendapatan yang akan diperoleh.
Maka, saya di sini melihat adanya dua hal yang cukup apa di sini, ketika di sini paslon 01 mungkin menggambarkan bahwa hanya pengembangan dalam hal SDM-nya, sedangkan paslon 02 masih terlihat seperti ingin menunjukkan dari otonomi daerah itu fokusnya adalah pembangunan infrastruktur. Yang kedua adalah dua paslon ini masih bermain di wilayah pendidikan wajibnya, jadi dasar, menengah pertama, menengah atas, sampai SMK. Ketika paslon 01 menyatakan akan memberikan subsidi, paslon 02 bahkan memberikan sekolah gratis ini. Nah, satu hal yang harus diingat adalah apakah sudah ada pertimbangan tentang janji yg disebutkan tadi.
Apabila paslon 01 menyatakan akan menambah banyak sekolah seperti SMA Bali Mandara, oke that’s a good idea, tapi dengan cost-nya yang saya tahu kalau tidak salah per tahunnya untuk running boarding school seperti sekolah bali mandara itu sampai ratusan miliar kalau nggak salah. Itu biayanya sangat besar, tapi itu salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan, oke that’s a good idea. Tapi kalau itu dilakukan, cost-nya sangat besar. Dan kita lihat PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari bali sendiri cuma 4.6 triliun, jadi ini harus dipertimbangkan lagi. Lalu paslon 2 tadi yang bagusnya adalah dengan adanya otonomi daerah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali, maka keleluasan untuk mendapatkan pendapatan daerah dengan memaksimalkan potensi lainnya yang ada. Tadi paslon 02 menyampaikan beberapa alternatif dan saya rasa itu cukup oke lah untuk debat sekarang, cukup bisa kita lihat dulu, cukup bisa kita pegang dulu, apakah potensi-potensi itu pendapatan asli daerah itu bisa dimaksimalkan dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023.
Anak Agung Gede Brahmantya Murti: Kalau saya pertama melihat bahwa mungkin pengalaman Pak Koster dan Pak Giri, jadi mereka dari pertama sampai kedua sangat detail memberikan gambaran program. Sebaliknya, paslon nomor 01 saya kira dari pertama sampai saat ini masih deskriptif. Ini sangat disayangkan. Kenapa? Saya kira dari debat pertama mungkin tim dari 01 bisa banyak belajar harusnya untuk bisa membuat program-program yang memang program gitu, jadi bukan penjelasan deskriptif.
Saya harap ini bisa menjadi catatan di tim 01. Menariknya, yang paslon 01 tagline-nya adalah satu jalur, tapi ketika kita lihat programnya 02, beberapa program prioritas Prabowo. Saya melihatnya di sana. Ini kan lucu. Contoh misalkan, badan pengelola pangan Bali, badan tentang energi, jadi salah satu program ketahanan dari presiden, salah satunya adalah ketahanan pangan dan energi. Ini kan menarik ya, satu tagline-nya satu jalur. Tapi dari paslon 02 malah memperlihatkan program yang sejalan dengan presiden. Saya kira ini yang menjadi catatan kita bersama.
Wisata Industrial
Anak Agung Gede Brahmantya Murti: Sulit sekali membangun 10 Bali di Indonesia karena ada kebijakannya Mas Menteri ya, kalau nggak salah membuat 10 Bali. Jadi beberapa tempat ingin dikembangkan tempatnya seperti Bali, tapi nggak gampang. Kenapa? Karena pariwisata di Bali yang sudah terindustri sekarang sudah berjalan dari zaman Belanda, jadi waktunya sangat panjang, jadi saya kira poin saya adalah ketika bicara tingkat majority, industri pariwisata kita sudah mapan. Artinya, salah satunya adalah SDM pariwisata kita di tingkat SMK, vokasional, di tingkat D3, D4 cukup baik.
Kalau saya secara personal, Bali kekurangan orang yang intelek “mereka yang benar-benar secara serius mendalami ilmu pengetahuan”. Contoh, Bali pernah punya intelek-intelek yang canggih ketika masa Ida Bagus Mantra. Dulu orang intelek ini yang berdebat tentang bagaimana pembangunan pariwisata yang tepat di Bali. Jadi debatnya adalah debat yang statis dan filosofikal, bukan debat yang industrial. Nah sekarang yang saya lihat di Bali, seluruh perdebatan discourse-nya discourse industrial dan terlalu teknikal. Tidak pernah menyentuh tataran filosofikal. Ini yang menurut saya menjadi PR karena lebih berat untuk mendidik anak bangsa kita untuk punya pandangan seperti itu.
I Nyoman Aji Duranegara Payuse: Jadi ada dua topik, tentang air dan tentang SDM. Tadi sebenarnya paslon 01 cukup baik, ada cara untuk memastikan sumber daya itu ada, sedangkan paslon 02 menyalurkan dan menyatakan bahwa sumber air kita masih cukup, tapi pertanyaannya sumber airnya ada di mana, akses untuk ke sana bagaimana karena itu belum ada akses manusia, sehingga pemerintah bertugas untuk memberikan akses karena airnya ada, tapi terlalu dalam, maka siapa yang berkewajiban untuk memastikan air tersebut muncul ke permukaan.
Nah, tapi di sana tidak memunculkan peran dari pihak lainnya. Padahal pada pertanyaan tersebut memberikan ruang bagaimana kolaborasi dengan pihak lainnya, itu yang pertama. Kalau paslon 01 tadi menjawab hotel diwajibkan untuk bioforium dan lain sebagainya, sedangkan pihak 02 masih belum menjawab siapa yang akan diajak bekerja sama dan siapa yang diwajibkan melakukannya. Kemudian pertanyaan yang kedua, bagaimana SDM memenuhi kompetensi yang dibutuhkan oleh industri. Nah di sini jawabannya, kedua-duanya masih sangat standar sekali memastikan akses terhadap pendidikan, menyesuaikan dengan kurikulum dan lain sebagainya. Itu memang sudah memang seharusnya seperti itu. Pertanyaannya adalah bagaimana memastikan hal itu benar-benar dilakukan. Nah jadi untuk pertanyaan nomor dua tadi saya tidak melihat bahwa kedua paslon memberikan solusi yang operasional akan seperti apa.
Pajak Kendaraan atau Transportasi Publik?
I Nyoman Aji Duranegara Payuse: Terkait dengan kendaraan umum di Bali. Satu hal yang harus diingat, ini merupakan buah simalakama, yang mana yang harus didahulukan. Di satu sisi, pemasukan dari daerah itu adalah dari pajak kendaraan bermotor. Di sisi lain, kita juga menekan dari emisi gas. Jadi pertanyaannya harus seperti apa. Apabila kita mem-push kendaraan umum, maka harus ada kebijakan yang menekan kendaraan motor. Nah itu akan menjadi buah simalakama, nah pertanyaannya di sini apakah memang penggunaan motor listrik yang katanya lebih ramah lingkungan merupakan solusi.
Di sini paslon memang akhirnya terhubung pada, apabila menjawab kendaraan bermotor, maka kendaraan umum yang ditinggalkan. Apabila kendaraan umum, maka pajak kendaraan bermotor yang akan ditinggalkan. Di sini saya tidak melihat paslon memberikan solusi bagaimana seperti best practice di negara lain yang bisa memaksimalkan kendaraan umum, tapi juga kendaraan motornya juga ada, salah satunya dengan peningkatan pajaknya.
Kemudian kalau tadi terkait dengan desa adat, satu hal terkait perangkat desa adat itu, satu hal yang perlu digaris bawahi, desa adat sudah diakui dengan Undang-Undang 15 Tahun 2023 sudah diakui keberadaannya dan bisa dialokasikan masalah pendanaannya dari APBD Provinsi Bali di undang-undang tersebut. Tapi bagaimana perlindungan dari perangkat desa adat tersebut. Nah, pertanyaannya perlindungan seperti apa. Karena selama ini kan takutnya banyak perangkat desa adat belum memiliki kemampuan mengelola dana yang mereka peroleh. Nah di sini saya melihat slentingan dari paslon 01 akan adanya pelatihan, menginformasikan do and don’ts-nya, apa yang harus dia lakukan. Nah tapi belum ada jawaban real-nya, masalahnya ada di mana, itu belum kena. Apakah masalahnya di pertanggungjawabannya untuk apa dan seperti apa digunakan karena ini ada perbedaan yang disampaikan oleh paslon 02. Nah perlindungannya itu masih sangat normatif, tapi belum menyentuh akar masalahnya.
Anak Agung Gede Brahmantya Murti: Singkat saja, pertama bahwa masalah pajak kendaraan itu yang harus kita bahas pada malam hari ini karena berkaitan dengan PAD terbesar Bali dari pajak kendaraan bermotor. Kedua, terkait pertanyaan kedua mengenai adat, seharusnya yang dibahas juga adalah bagaimana posisi adat di tengah sentralitas perizinan di pusat. Karena banyak sekali izin pembangunan dari pusat, ternyata di lapangan banyak menggunakan tanah desa adat dan desa adat nggak tahu apa-apa. Bahkan terjadi konflik desa adat dengan masyarakatnya. Jadi itu yang seharusnya menjadi isu yang didebatkan, tapi baru muncul satu poin, tapi tidak didiskusikan secara mendalam.
Ketergantungan pada Pusat
Anak Agung Gede Brahmantya Murti: Kalau saya akhirnya hal-hal seperti ini menjadi pertanyaan karena debat pertama masih malu-malu kucing. Hubungan personal orang-orang ini saya kira kan tidak semuanya bermasalah, mungkin ada satu dua yang tidak cocok. Itu saya melihat di debat pertama malu-malu kucing, jadi masih santai. Akhirnya sekarang statement-nya sudah cukup tegang. Misalnya 01 tadi bilang kita bisa menggunakan kedekatan kita untuk minta bantuan dana ketika pendapatan Bali berkurang, tapi 02 bilang kita harus bisa lebih mandiri, tidak bergantung lagi ke pemerintah pusat, sehingga kita membuat inovasi. Inovasi PAD ini keduanya sepakat tentang pungutan wisatawan.
Saya lempar lagi, kalau kita pakai logika pungutan wisatawan, nyambung nggak pada debat pertama yang memformat pariwisata Bali berkelanjutan, yang pertama jangan lagi quantity, kedua pariwisata untuk budaya. Penerimaan wisatawan asing bisa meningkat kalau nominalnya ditinggikan atau jumlah wisatawannya banyak. Kalau logikanya seperti itu, berarti sudah hangus perdebatan yang debat pertama kemarin sudah hangus. Kemudian tentang ini, presiden atau ketua umum. Saya kira penting sekali untuk ditanyakan supaya publik clear juga karena ini kan masih menjadi catatan yang membekas di publik, ini posisinya gimana. Tapi jawabannya Pak Koster cukup menarik juga untuk merespons ini, saya juga kepo kira-kira apa yang akan dijawab. Saya kira cukup menarik.
I Nyoman Aji Duranegara Payuse: Paslon 01 saya lihat strateginya hanya ingin menunjukkan tidak adanya kesulitan koordinasi antara pusat dan daerah. Karena apa? Pertanyaannya simple, mau dengerin yang mana, mau dengerin presiden atau mau dengerin ketua umum. Kemudian apabila menyatakan akan mendengarkan presiden, lah kemarin kok nolak. Saya melihat strategi yang cukup baik dari paslon 01 yang menunjukkan bahwa paslon 02 akan kesulitan berkoordinasi dengan pusat. Ketika walaupun ini kita bahasnya otonomi di daerahnya, tentu harus mulai dengan program yang ada di pusat. Itu saja yang membuat paslon 02 jawabannya agak melebar, tapi ketika pada sesi itu juga bahas tentang pendapatan asli daerah terkait dengan sewa ITDC dan segala macamnya. Mungkin it’s the part of the strategy yang digunakan oleh paslon 01.
Respons segmen tanya jawab kedua
I Nyoman Aji Duranegara Payuse: Tadi di pertanyaan pertama, kelebihan yang dimiliki oleh paslon yang baru mencalonkan diri dibandingkan dengan incumbent adalah mereka mengkritisi dan di sini kebetulan sekali yang mereka kritisi adalah perbedaan sikap cagub 02 dan juga pernyataan dari cawagub 02 terkait dengan Bali Mandara. That’s the part of the strategy, itu merupakan salah satu bagian dari strategi. Nah, kemudian terkait nomini itu memang betul isu itu terjadi dan idenya menggunakan perda cukup baik menurut saya, apabila ingin menekankan di masalah tersebut.
Kemudian di pertanyaan kedua, paslon 02 menggunakan kesempatan bertanyanya dan kemudian menyatakan pertanyaan tersebut tidak dijawab oleh paslon 01 untuk menyampaikan visi misinya lagi, apa yang akan mereka lakukan. Sebenarnya agak kurang untuk dilakukan ketika tanya jawab, tapi mungkin strategi untuk menyampaikan apa yang akan mereka lakukan, program-programnya. Tapi kurang lebih ini strategi yang mereka lakukan untuk menyampaikan apa yang akan mereka lakukan ketika terpilih nanti instead of membalas apa yang disampaikan oleh 01.
Anak Agung Gede Brahmantya Murti: Saya masih punya harapan bahwa di debat ketiga tim pasangan 01 bisa membuat kebijakan yang lebih spesifik. Jadi kalau teman-teman perhatikan, setiap pertanyaan yang dilontarkan paslon 02 selalu ada yang konkrit.
Respons debat keseluruhan
Anak Agung Gede Brahmantya Murti: Mungkin karena pada dasarnya keilmuan saya itu lebih ke kebijakan publik, jadi debat-debat seperti ini saya sangat harapkan sekali penyampaian kebijakan yang konkrit. Kenapa? Supaya kita lebih mudah membandingkan. Ada sih contoh yang bisa kita lihat, misalkan terkait kondisi air, yang saya tangkap paslon 02 lebih tegas dengan pipanisasi, paslon 01 bilang kita menggunakan air laut, jadi memfilter air laut untuk menjadi air tawar yang dibebankan ke hotel-hotel. Kalau kebijakan spesifik seperti ini yang di-highlight, kitanya kan enak sebagai penonton dan sebagai publik untuk bisa tahu positioning mereka dan sama-sama memikirkan dan mengkritisi kebijakannya.
Oh kalau pipanisasi pro kontranya seperti ini. Oh kalau misalkan kita memfilter air laut menjadi air tawar pro kontranya seperti ini. Jadi kan lebih kaya, itu yang sampai debat kedua ini saya masih belum mendapatkan perbedaaan kebijakan ini secara berimbang. Saya sangat ingin sekali menyampaikan, nanti paslon 01 bisa merumuskan lebih detail kebijakan-kebijakannya karena ini memperkaya diskursus publik tujuannya. Kemudian untuk debat kedua kali ini juga cukup menarik, mereka berani mengangkat kontroversi yang pernah terjadi di masa lalu untuk menjadi bahan “menyerang pasangan lawan”.
Yang saya ingin komentari lagi terkait sebenarnya kalau kita kembali ke tema tentang hubungan pusat dengan daerah, debat kedua ini lebih kena dibanding debat pertama karena banyak sekali isu-isu hubungan pusat dan daerah cukup ditanyakan, tapi memang tidak banyak dan tidak jadi pendalaman. Yang perlu kita garis bawahi bahwa sering sekali hubungan pusat dan daerah yang tidak terkontrol membuat daerah kehilangan otonominya untuk mengatur dirinya sendiri. Jadi jangan sampai satu jalur pusat daerah itu mengabaikan juga sisi eksploitatif. Itu yang ingin saya highlight karena itu yang sering terjadi. Ditambah Undang-Undang Cipta Kerja tadi juga disinggung tentang perizinan, itu yang sebenarnya harusnya lebih dibahas.
Misalnya ketika 01 bilang kita satu jalur, kita punya akses langsung ke presiden. Kalau presiden membuat kebijakan yang ternyata “merugikan lingkungan Bali”, baik itu lingkungan alam maupun budayanya, nah kira-kira kalau 01 yang terpilih mau nggak dia menentang, kan itu yang jadi pertanyaannya. Saya takut sekali kita kehilangan nalar tentang hubungan pusat dan daerah. Jadi hubungan pusat dan daerah tidak serta merta hubungan presiden yang satu partai dengan partai yang menang jadi gubernur, tapi itu untuk pendistribusian kesejahteraan, pendistribusian pembangunan, dan menjaga alam itu sendiri. Maka tadi highlight yang menarik adalah pasangan 02 diserang pasangan 01, mau ikut kata presiden atau ketua umum. Oh iya kita tetap ikut presiden karena itu sudah bentuknya kebijakan pemerintah, jadi kebijakan pemerintah pusat tetap kita ikuti. Tetapi nah ini yang menarik poinnya, tetapi tetap harus menggunakan kajian dan tidak memberikan dampak negatif ke daerah. Harusnya ini yang kita highlight bersama-sama.
I Nyoman Aji Duranegara Payuse: Satu hal yang harus diingat adalah satu paslon merupakan incumbent, satu paslon merupakan calon baru yang menantang incumbent ini, maka yang paling gampang memang mengkritik apa yang sudah dilakukan incumbent ini. Maka di sini yang harusnya lebih ditonjolkan lagi adalah incumbent memiliki data, incumbent know what’s going on, incumbent tahu apa yang terjadi riil di masa kepemimpinannya. Harusnya data-data itu bisa dimunculkan. Itu dimunculkan, sehingga sangat tampak sekali ketika paslon 01 masih penuh dengan jargon, masih penuh dengan ide-ide yang sifatnya masih abstrak, tidak implementatif, masih belum menunjukkan bagaimana mengimplementasikannya. Sedangkan paslon 02 menunjukkan riil programnya seperti apa, tapi pertanyaannya apakah programnya sesuai atau tidak.
Nah itu kembali kepada masyarakat yang menyaksikan debat. Nah, kemudian setuju sekali dengan Bram yang menyatakan tadi, oke satu jalur satu komando pusat dengan daerah, tapi jangan sampai kepentingan daerah terabaikan karena ngikut apa kata daerah karena ini pemilihan gubernur Bali. Jadi main concern-nya adalah kepentingan kesejahteraan masyarakat Bali, bagaimana cara menjaga alam Bali, let’s say pariwisatanya sustainable. Nah itu yang harusnya menjadi hal yang diutamakan oleh paslon.
Oke bisa ngobrol karena punya direct communication, tapi kalau hanya manut kata pusat, itu yang jadi pertanyaan lagi sejauh mana kepentingan daerah akan diutamakan. Apalagi setelah Bram tadi nyinggung Undang-Undang Cipta Kerja perizinan langsung ke pusat, bagaimana kalau dampaknya ke Bali cukup besar, berani bilang nggak nggak, berani menyampaikan nggak. Jangan sampai karena satu jalur komando itu jadi menyulitkan. Dan untuk di paslon 02 tadi ya jadi sasaran tembak karena kebijakan-kebijakannya, mau gimana lagi ya, kan incumbent, petahana. Hanya saja harusnya duduk defense-nya bisa menggunakan data-data lagi. Dan saya sangat mengharapkan dari tim paslon 01 mulai lebih riil untuk mendekonstruksi apa yang ada di dalam jargon, di dalam visi misinya itu menjadi program yang bisa dilihat oleh masyarakat. Oke bentuknya seperti ini nih, instead of ide-ide yang terlalu abstrak.
Harapan untuk debat ketiga
Anak Agung Gede Brahmantya Murti: Yang menarik saat ini adalah perbedaan Jokowi kemarin. Itu kan ada katakanlah dualisme kekuasaan ya antar Bu Mega dan Jokowi sebagai presiden, tetapi di era Prabowo ini, Prabowo itu ketua umumnya Gerindra. Jadi ini menarik perbedaannya ya, jadi Prabowo adalah ketua umum Gerindra yang jadi presiden. Jadi kan tidak ada dualisme power partai tadi. Ini juga kan sebenarnya, lingkungan politik kita cukup berbeda sekali dengan kemarin. Ini saya ngomong untuk bisa jadi pertimbangan kita juga. Artinya akan ada berapa warna kekuasaan yang berbeda seperti sebelumnya, itu satu. Nah, kedua tentang harapan di debat pilgubnya ini satu, masih sama dari komentar saya dari debat pertama agar isu pertanyaannya memang menjawab tema.
Sederhananya gini, debat pertama memformat pariwisata Bali menuju pariwisata berkelanjutan, kesimpulan debatnya kita bisa menyimpulkan format 01 tentang pariwisatanya seperti ini, 02 pariwisatanya seperti ini. Hal yang sama hubungan pusat dan daerah menurut 01 begini, menurut 02 begini. Itu yang seharusnya menjadi sistematika debatnya. Jadi di akhir kita bisa menyimpulkan, oh 01 respons otonomi daerahnya seperti ini, otonomi daerah versi 02 seperti ini, PAD gitu kan, meningkatkan PAD.
Nah, harapannya di debat ketiga, satu, tim 01 mampu mendorong membuat rumusan kebijakan yang spesifik. Kedua, pertanyaan panelis lebih to the point lagi yang lebih berkaitan dengan tema. Sehingga di akhir, publik bisa menyimpulkan secara mandiri, oh maksud dari 01 dan 02 terkait tema debatnya seperti ini. Ini yang menjadi harapan kita untuk mencerdaskan publik. Apresiasi saya adalah dua debat ini cukup kondusif. Saya menghargai kondusifitas dari debat kita di bali. Saya melihat tadi misalkan antar paslon masih saling senyum, saling lirik. Nah saya sebagai publik cukup tenang gitu. Jadi kontestasi politik silakan bertarung, tapi kondusifitas kita sebagai krama Bali harus tetap dijaga.
I Nyoman Aji Duranegara Payuse: Saya melihat bahwa debat paslon ini sebenarnya kan ingin memberikan ruang kepada publik untuk melihat apa sih ide-ide yang dimiliki oleh paslon ini dan apabila karena ini dua arah antar paslon, maka ini kesempatan yang bagus untuk mengkritik, mempertanyakan ide yang dirasa kurang oleh paslon seberang dan memberikan ide “jualan” yang lebih menarik ketimbang apa yang dijual oleh paslon satunya.
Saya mengharapkan di debat berikutnya adalah, khususnya paslon 01, lebih menggunakan data dan kemudian programnya lebih jelas untuk kedua paslon, sehingga ketika ingin menyerang ide dari paslon sebelah, paslon yang mempertanyakan itu pun memberikan opsi, memberikan hal alternatif yang mungkin bisa menjadi solusi dari permasalahan yang dipertanyakan dalam debat tersebut. Jadi nggak cuma nyalahin, nggak cuma mempertanyakan, tapi juga membawa hal lain yang membuat publik itu tahu, oke ada pilihan nih antara dua hal ini, sehingga publik bisa menentukan berdasarkan ide, tidak hanya sosok, tapi ide apa yang akan dilaksanakan oleh para paslon tersebut. Sehingga dalam debat ini ada adu gagasan, tidak sekadar hanya menyampaikan jargon saja atau bahkan menyampaikan apa yang sudah dilakukan. Jadi saya harapkan untuk debat berikutnya lebih banyak lagi ide-ide konkrit yang disampaikan oleh pasangan calon.