Jaringan rantai wisata dapat membantu pemerintah, bisnis, dan stakeholder lain untuk mengembangkan dan membangun kembali pariwisata setelah bencana.
Industri pariwisata, merupakan salah satu sumber utama pendapatan daerah pada Pulau Bali, sangat sensitif terhadap persepsi risiko yang diciptakan oleh bencana alam maupun non-bencana alam. Dampak bencana tsunami sangat besar pada industri pariwisata seperti yang terjadi di Thailand pada tahun 2004 dan Jepang tahun 2011.
Bahkan ketika terjadi penyebaran virus SARS di Singapura, beberapa tujuan wisata di Asia Tenggara mengalami penurunan kunjungan termasuk Indonesia. Data-data ini saya temukan ketika sedang menyusun penelitian tesis saya pada tahun 2013 dengan tema dampak ekonomi tidak langsung pada sektor pariwisata di Sanur jika terjadi tsunami.
Dampak bencana ini ada dua, yaitu dampak langsung dan tidak langsung. Dampak Langsung biasanya disebut dampak primer seperti korban jiwa, luka-luka, dan kerusakan fisik asset-aset. Dampak tidak langsung kerusakan sekunder mengikuti kerusakan primer. Dampak ini lebih panjang setelah bencana dari sisi waktu.
Salah satu bentuk dampak tidak langsung adalah hilangnya produksi, penurunan pendapatan selama bencana dan proses pemulihan bencana. Dan pariwisata merupakan industri yang menciptakan efek ekonomi multi ganda (multiplier effect) sehingga jika terganggu, dampaknya pun berlipat juga.
Dampak tidak langsung pada industri pariwsata di Bali di antaranya terhambatnya aktivitas pariwisata berdampak pada aktivitas ekonomi luas, termasuk aliran rantai pasok dan seperti kehilangan potensi pendapatan pada hotel, pemerintah dan industri yang terkait. Beberapa jenis pengertian dampak tidak langsung, diantaranya adalah hilangnya produksi atau penyediaan layanan karena kelumpuhan total atau sebagian. Dampak ini juga mengakibatkan penurunan pendapatan pribadi karena kehilangan pekerjaan atau dipaksa untuk bekerja paruh waktu, kondisi yang saat ini sudah mulai terjadi di Bali.
Oleh karena itu melihat peran vital pariwisata di Bali, jika terjadi hambatan, maka kerugian yang diderita baik pelaku industri maupun masyarakat sangat signifikan. Saat ini terjadi penurunan kunjungan turis yang siginifikan dan tingkat okupansi hotel di beberapa tempat hanya berkisar 0 – 15% saja dan tingkat pernjualan toko-toko souvenir menurun hampir 80%.
Dalam beberapa sumber berita disebutkan, Provinsi Bali berpotensi kehilangan pendapatan hingga Rp 2,47 triliun. Besarnya dampak ekonomi yang diakibatkan oleh letusan Gunung Agung ini membuat pelaku wisata, termasuk pemerintah perlu mempersiapkan pariwisata yang resilien.
Untuk meningkatkan kesiapsiagaan Pariwisata Bali dan sebagai langkah mitigasi, perlu disusun sebuah gambaran detail dari indsutri pariwisata yang mungkin terdampak dan besar dampak tersebut. Pemerintah dan pemangku kepentingan industri pariwisata perlu pemahaman detail dari jaringan industri wisata yang memilki potensi terkena dampak.
Konsep pemahaman detail jaringan wisata ini memetakan aliran informasi, barang-jasa, serta uang, dalam kata lain adalah rantai pasok dari Jaringan wisata. Jaringan rantai wisata ini dapat membantu pemerintah, bisnis, dan stakeholder lain untuk mengembangkan dan membangun kembali pariwisata setelah bencana.
Melihat dari besar jaringan yang akan terdampak, maka pemerintah perlu melakukan aksi dan program untuk mengurangi dampak ekonomi secara cepat. Jika tidak, maka dampak ekonomi yang ada akan semakin besar seiring lamanya pemulihan arus wisata ini. Bentuk program yang bisa diadaptasi salah satunya adalah Phuket Action Plan pada tahun 2005 disusun oleh WTO untuk mengembalikan aktivitas pariwisata sehingga bisa membantu arus ekonomi di wilayah tersebut. Terdapat beberapa tahapan yang dapat dilakukan.
Program pada tahap-tahap awal ada pada bagian marketing, komunikasi, dan bantuan komunitas. Marketing dan komunikasi harus bisa menjelaskan secara cepat dan jelas tentang kondisi pariwisata Bali dan kedudukannya terkait dampak Gunung Agung.
Memaksakan informasi tentang keamanan pariwsata hanya akan memperlambat kepercayaan turis. Marketing dan komunikasi ini harus dilakukan oleh seluruh pelaku wisata, tidak terbatas pada pemerintah saja. Namun informasi yang diedarkan harus sesuai dengan kejelasan informasi dari otoritas pemerintah. Dan untuk tahap awal, fokus sasaran marketing adalah turis domestik yang lebih mudah untuk dijangkau.
Langkah berikutnya adalah menyusun program dan aksi pemulihan jangka pendek dan menengah. Untuk jangka pendek dapat berupa mengembalikan arus wisata secepat mungkin dan memberikan kredit mikro bagi industri-industri kecil-menengah. Pelaku-pelaku industri ini cenderung tidak memiliki dana cadangan maupun asuransi usaha seperti petani, nelayan dan pengrajin rumah tangga.
Kemudian untuk tahap menengah, pemerintah dan swasta sama-sama bekerja untuk bisa memberikan komunikasi yang efektif dalam marketing. Kemudian sama-sama menyusun perencanaan kembali rencana aksi peningkatan ketahanan industri wisata di Bali.
Pariwisata Bali pernah mengalami masa-masa berat dan dapat bangkit kembali. Semoga pariwisata Bali dapat bangkit kembali dan menjadi lebih resilien.
Vaksin sudah berjalan, Semoga tanda pulih segera tiba! Bali Bangkit dan Jaya!