Awal tahun 2003 di Surabaya, mereka pernah dilempari. Botol, air kencing dibungkus plastik, kursi, dan ember semua melayang saat Superman Is Dead bermain di atas panggung tanpa barikade dan petugas keamanan yang hanya sedikit.
Mereka dianggap band eksklusif, banyak permintaan yang ribet, pengkhianat genre musik punk yang anti mapan karena masuk major label hingga isu anti jawa yang hampir mematahkan semangat bermusik Bobby, Jerinx dan Eka.
Di sisi lain, pada masanya Superman Is Dead pernah menjadi mitos di kalangan underground tanah air. Katanya, salah satu personilnya orang luar negeri karena liriknya berbahasa Inggris, teman musisi punk luar negeri dan asumsi-asumsi lain yang beredar di masa itu.
Perjalanan Superman Is Dead dari tahun 1995 hingga 2015 dirangkum oleh Rudolf Dethu, manager Superman Is Dead yang lebih suka menyebut dirinya sebagai ‘propagandis’.
Mini biografi 250 halaman yang dibagi dalam tiga tema besar untuk bercerita tiga kontroversi besar melelahkan dan nyaris mematikan karier bermusik mereka: Rasis! Pengkhianat! Miskin Moral!
“You can’t expect them to read thick book,” menjadi pertimbangan Dethu saat membuat mini biografi yang nantinya akan dibaca oleh OutSIDers dan Lady Rose (fans base SID) yang sebagian adalah generasi muda. Font yang digunakan relatif besar dengan ukuran 11-12, setiap paragraf yang hanya terdiri dari 4-5 kalimat agar semakin mudah dicerna.
“Biografi nantinya akan berlanjut. Tiga tema ini kalau saya mau bermain-main dengan serius “Rasis” sendiri bisa jadi satu biografi jika mengikuti alur biografi konvensional, tapi diperpendek dan dibuat lebih ringan jadi digabung ketiganya,” tambah Dethu.
Dari tiga kontroversi besar ini, Rasis mendapat porsi terbesar. Tentang Superman Is Dead plus Dethu dan tim manajemen yang berusaha menangkal isu rasisme Jawa yang hanya isu belaka. Mimpi buruk manggung di Surabaya di awal 2003 tidak memutuskan semangat mereka, karena jika takut menerima tawaran manggung di pulau Jawa justru makin menguatkan isu itu benar adanya.
Mereka kemudian manggung dengan risiko yang ada. Tidak jarang Bobby sebagai vokalis harus bermain sambil berkelit dari lemparan botol, mangga, bambu runcing sampai pukulan dari penonton yang terhasut isu rasisme Jawa.
Pengkhianat! bercerita tentang scene musik punk dan pendukungnya yang merasa geram karena Superman Is Dead masuk major label yang dianggap iblis oleh mereka karena mengontrol cara bermusik sampai impresi band itu sendiri.
Tapi kenyataanya, Sony-BMG Indonesia tidak pernah mengontrol bermusik mereka, hanya memberi saran untuk membuat lirik tidak sepenuhnya berbahasa Inggris. Meski saat itu menyanyi berbahasa Inggris dianggap keren oleh SID. Saran itu justru membuat SID lebih bombastis karena lebih bisa diterima oleh masyarakat Indonesia secara umum hingga mendapat beberapa penghargaan di dunia music.
Miskin Moral! tentang generalisasi impresi bir yang selalu mereka bawa di atas panggung sebagai simbol moral yang tidak baik secara umum.
Diskusi dan rilis buku Rasis! Pengkhianat! Miskin Moral! diadakan di Rumah Sanur – Creative Hub pada 21 Agustus 2015 ala lesehan agar tidak berjarak antara pengunjung dengan SID plus Dethu.
Dalam diskusinya, Jerinx sempat memaparkan prinsip kuat Superman is Dead yang tidak ingin tinggal di Jakarta atau kota besar untuk menjadi besar. “Sejak awal Superman Is Dead punya prinsip kuat menyeimbangkan konsep sentralisasi di Indonesia karena sangat dominan saat ini. SID tidak harus pindah ke jakarta untuk bisa jadi siapa kami. You can still stay here (Bali) to be who you are and still successful,” tutup Jerinx.
Seperti bukunya yang ringan, gaya penulisannya pun demikian layaknya Dethu mendongeng kisah Superman Is Dead dari satu panggung ke panggung lainnya, satu kontroversi ke lainnya. Diselipkan celetukan kecil bernada humor sehingga lebih nyaman dan makin hanyut dalam tulisannya.
Note
Pada (26/08/15) saya kebetulan satu ruangan di Kumpul Coworking Space dan menanyakan bagaimana pemesanan buku ini. Gara-gara banyak kawan yang menanyakan setelah saya unggah foto buku ini di instagram saya@anggaramahendra. Dethu bilang bisa memesan dengan mengirim email ke: rudolfdethu@rudolfdethu.com. [b]