Ibadah puasa kali ini berbeda denqan tahun-tahun sebelumnya.
Ketika umat Islam di dunia memulai puasa hari ini, hampir seluruh Bumi sedang menghadapi pandemi Covid-19. Penyakit ini diakibatkan oleh virus corona generasi baru, virus yang juga mematikan setelah SARS dan MERS.
Jika wabah SARS-CoV tahun 2003 telah merengut nyama manusia lebih dari 774 jiwa dan wabah MERS-CoV tahun 2012 merengut korban lebih dari 400 jiwa, maka korban virus corona (Covid-19) yang muncul di Wuhan China pada akhir 2019 nampak terus meroket tajam.
Di seluruh dunia, telah ditemukan lebih dari 2 juta kasus positif corona yang dilaporkan dari 210 negara. Sebanyak 134.286 orang meninggal dunia dan 509.557 berhasil disembuhkan (Worldometer, 16 April 2020).
Di Indonesia, virus corona telah menjangkiti 8.211 orang, sebanyak 689 orang meninggal, dan 1.002 orang berhasil disembuhkan hingga 24 April 2020. Sepanjang rantai penularannya belum bisa diputus, kasus covid-19 masih potensial berkembang.
Sebelum vaksin dan obatnya ditemukan, wabah corona akan menjadi persoalan kesehatan masyarakat (public health) amat serius. Wabah corona hadir dan menjadi babak baru dalam peradaban manusia di bidang kesehatan. Di samping mengubah standar operasional prosedur (SOP) pencegahan dan pengobatan penyakit di dunia kedokteran, Covid-19 juga telah mengubah berbagai tatanan kehidupan, sosial, ekonomi, politik.
Bahkan, dia juga mengubah tata cara pelaksanaan ibadah semua umat beragama. Termasuk pula mengubah cara beribadah di bulan suci Ramadhan kali ini.
Makna penting puasa telah menjadi bagian ajaran semua agama. Dengan versi relatif berbeda, Islam, Hindu, Kristen, Budha, konhucu dan agama lain memerintahkan umatnya berpuasa. Tujuannya agar manusia mampu mengelola kesehatan lahir batinnya, memiliki budi pekerti luhur, beradab dan bermartabat.
Sebagai bagian dari rukun Islam, nilai dan hikmah puasa tak bisa dipisahkan dengan ajaran 4 rukun (arkanul) Islam lainnya. Syahadat adalah bentuk deklarasi seorang muslim yang secara total menghambakan diri kepada Sang Maha Pencipta. Shalat menjadi wahana character building. Zakat sebagai wahana pembersihan dan pemerataan harta. Adapun haji sebagai wahana pendidikan universal tentang kemanusiaan.
Adapun, ibadah “puasa” adalah media pendidikan akan pentingnya pengendalian diri. Agar manusia mampu mengoptimalkan kesehatan fisik (jamani), serta rohaninya.
Turun Mesin
Performa sebuah mesin pesawat terbang akan tetap optimal jika dirawat secara regular. Sesekali, perlu turun mesin (overhauling) agar seluruh onderdil mesin pesawat itu berfungsi optimal. Puasa adalah “turun mesin” untuk memelihara, bahkan mengoptimalkan kesehatan fisik-biologis manusia.
Sebagian orang modern di era revolusi industri 4,0 saat ini diterpa stres, depresi, dan gangguan jiwa. Orang modern juga terserang penyakit tidak menular (PTM), seperti tekanan darah tinggi, stroke, jantung, kanker, diabetes mellitus dan penyakit menular (PM) seperti Infeksi Saluran Pernapasan Atas, Tuberkulosis, Diare, IMS, AIDS, SAS, dan kini Covid-19.
Aneka penyakit fisik dan jiwa ini bisa direduksi bahkan bisa dicegah dengan mengamalkan ajaran puasa.
Derajat kesehatan manusia dipengaruhi empat faktor yaitu perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan keturunan (HL Bloem, 1908). Faktor ‘perilaku’ dan ‘lingkungan’ memegang peran lebih dari 75 persen dari kondisi derajat kesehatan masyarakat Indonesia (Kemenkes, 2017). Puasa adalah madrasah (pendidikan) bagaimana berperilaku dan merawat lingkungan secara sehat.
Semua penyakit menular atau penyakit tidak menular terjadi akibat manusia tidak mampu mengendalikan perilakunya. Akibat ambisi berlebih, seseorang bisa depresi (gila). Akibat over karbohidrat seseorang terkena obesitas dan diabetis mellitus. Akibat manajemen konsumsi yang salah seseorang bisa terkena hipertensi dan strok.
Pendidikan “pengendalian diri puasa” bisa meminimalisir beragam penyakit tersebut. Sebaliknya sederet keuntungan (benefit) kesehatan, bisa dicapai oleh orang yang berpuasa termasuk: bisa mengontrol kadar lemak darah, mengurangi berat badan (obesitas), mengurangi risiko hipertensi dan ancaman strok.
Dalam dunia kedokteran modern, puasa telah menjadi bagian dari terapi kesehatan fisik yang efektif. Bahkan puasa juga menjadi wahana dalam mengoptimalkan kesehatan psikososial seseorang.
Orang puasa juga lebih peduli terhadap kesehatan lingkungan, karena menjaga kebersihan (lingkungan) menjadi bagian atas ekspresi keimannya (Al-Hadits). Beragam penyakit bisa muncul akibat lingkungan tidak sehat, termasuk demam berdarah (dangue), gangguan pernapasan akibat polusi udara, penyakit kulit akibat air yang tidak bersih dan sebagainya.
Dalam perspektif teologis, kehadiran virus corona bisa dipandang sebagai hukuman sekaligus peringatan Tuhan kepada manusia yang lalai dalam menjaga dan mengelola kesehatannya. Karenanya, ada iktibar (hikmah) pembelajaran penting atas kehadiran wabah corona ini. Secara umum, corona mampu menyadarkan, bahkan memaksa orang untuk melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), menjaga kebersihan lingkungan, menjaga kebugaran tubuh (berolah raga) dan istirahat yang cukup.
Virus corona berukuran 400-500 mikrometer. Sebanyak 80 persen ditularkan melalui tangan dan 20 persen melalui droplet (air ludah percikan batuk atau bersin). Karenanya, selalu mencuci tangan pakai sabun, serta memakai masker, menjaga jarak dengan orang tak dikenal (social distancing) menjadi amat penting untuk mencegah penularan virus corona.
Secara empiris, Covid-19 ikut andil dalam menyukseskan gerakan masyarakat sehat (Germas): tidak mengonsumsi daging yang berpotensi menularkan virus corona (daging ular, kelelawar, binatang buas lainnya), minum air mianeral 8 gelas sehari, konsumsi cukup buah dan sayur (pola makan sehat), rutin cek kesehatan, menjaga kebersihan lingkungan dan menyayangi organ paru-parunya dengan tidak merokok.
Ini penting, karena di samping menyerang saluran pernapasan, tenggorokan, virus corona menjadi semakin mematikan pada orang yang organ paru-parunya bermasalah.
Mengendalikan Ego
Di samping mampu mengoptimalkan kesehatan jasmani, puasa bisa melejitkan kesadaran moral dan kesehatan rohani manusia. Pertama, puasa mendidik “kejujuran” dan ketakwaan seorang hamba di hadapat Sang Pencipta (Allah SWT). Jika salat, zakat, haji dan ibadah lainnya bisa diketahui orang lain, maka puasa tak bisa. Hanya Tuhan sajalah yang mengetahui persis nilai ibadah puasa seseorang.
Kedua, puasa mendidik manusia untuk melawan segala hawa nafsu seperti nafsu makan, nafsu berahi dan nafsu yang tercela (mengumpat, menghina, berbohong dan lain sebagainya). Puasa juga sebagai arena perjuangan untuk menundukan segala macam penyakit SSE: Serakah-Sombong-Egois.
Diharapkan, melalui puasa manusia mampu mengendalikan hawa nafsu, libodo, hasrat duniawi. Mampu mengelola kekuasaan, kedudukan, jabatan, harta dan segala kenikmatan duniawiyah yang cenderung menjatuhkannya dalam kondisi hina (asfalasafilin). Sebaliknya, melalui puasa manusia bisa meraih derajat tertinggi, yakni manusia yang bertakwa, berakhlak mulia (ahsanitaqwin).
Ketiga, puasa mengaktifkan jiwa spiritual. Jiwa spiritual ini terus menguat seiring dengan menguatnya semangat umat Islam melaksanakan ibadah Ramadhan, termasuk shalat Tarawih, dan tadarus Al-Quran, yang SOP pelaksanaanya kini dalam jamaah kecil di rumah, untuk mereduksi kemungkinan penularan virus corona.
Keempat, puasa menguatkan tali silaturrahim (menyamebraya) dan kepedulian sosial. Semangat persaudaraan dalam lingkungan keluarga, teman seorganisasi, semangat persaudaraan (ukhuwah basyariah) antara sesama manusia nampak semakin intens, menguat di bulan suci ini. Kendati tak bisa ramai-ramai pergi ke masjid atau majelis ibadah, wabah corona telah membangkitkan kepedulian sosial itu.
Manusia, atas nama individu, keluarga, lembaga, bahkan atas nama negara berloma-lomba bangkit, peduli membantu sesama yang tengah dikepung pandemi corona. Uluran tangan berupa logistik konsumsi, serta dukungan teknis untuk pencegahan dan pengobatan virus corona semakin dibutuhkan sepanjang wabah ini belum bisa diatasi.
“Iman, amal dan taqwa”, inilah tiga kata kunci Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 183. Dalam kepungan wabah korona, iman, amal, dan taqwa itu terlihat semakin nyata. Seseorang semakin sadar untuk mempraktikkan perilaku hidup bersihat dan sehat (PHBS). Bukan karena ingin sehat jasmani, terhindar dari virus corona semata, tetapi PHBS yang ia jalankan juga sebagai cerminan atas iman, amal dan taqwanya.
Akibat ruang geraknya di luar rumah terancam virus corona, seseorang memilih diam di rumah, lebih memperhatikan dan, menyayangi keluarganya. Hal ini dilakukan juga sebagai bagian dari ibadah Ramadhan.
Di bulan suci Ramadhan, manusia menjadi lebih tergerak hatinya, bangkit dan peduli membantu sesama yang dilanda krisis akibat pandemi corona. Di samping sebagai wujud atas kesadaran fitrah kemanusiaaanya, lebih jauh, kepedulian itu juga merupakan ekspresi atas keimanan dan ketaqwaannya kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
Fastabiqul khairah. Astungkara! [b]