Oleh Luh De Suriyani
Sejumlah obyek wisata Denpasar memberikan kontribusi stagnan. Dinas Pariwisata Denpasar mengaku tidak punya wewenang untuk mengelola obyek wisata city tour di Denpasar karena assetnya dimiliki Pemerintah Provinsi.
Catatan Dinas Pariwisata Denpasar memperlihatkan, pada 2007, jumlah kunjungan wisatawan ke obyek wisata di Denpasar hanya 160.188 orang atau 10 persen dari total jumlah wisatawan ke Bali. Padahal jumlah wisatawan yang menginap di Kota Denpasar sebanyak 715.370 orang.
Data Dinas Pariwasata terakhir pada 2008 juga memperlihatkan grafik yang sama dengan 2008. Hingga Oktober 2008, kunjungan ke obyek wisata di Denpasar kurang dari 150 ribu orang.
Tak heran, tingkat hunian kamar di seputaran Kota Denpasar, pada 2007 rata-rata hanya 55 persen.
“Bisa saja, tidak semua wisatawan yang ke Denpasar mengunjungi obyek-obyek wisata tapi melihat-lihat suasana kota saja,” kata I Putu Budiasa, Kepala Dinas Pariwisata Denpasar akhir pekan lalu.
Namun, Budiasa mengaku dilematis karena tidak punya wewenang sepenuhnya mengelola obyek wisata di Denpasar. “Hampir semuanya adalah asset pemerintah provinsi Bali. Jadi semua penghasilan masuk ke kas provinsi,” ujarnya.
Sejumlah obyek wisata kota di antaranya Museum Bali, Monumen Perjuangan Rakyat Bali yang lebih dikenal sebagai monumen Bajra Sandhi, dan Taman Budaya “Art Center”.
Karena itu ia merasa tidak berhak melakukan berbagai kebijakan untuk memperbaiki sarana prasarana obyek wisata kota. “Kami hanya memberikan saran dan membuat sejumlah program pendukung untuk menggairahkan program city tour dalam Sightseeing Denpasar,” tambah Budiasa.
Budiasa menjelaskan, citra Denpasar yang diangkat adalah wisata heritage. Sejumlah obyek wisata Denpasar menurutnya sangat mendukung citra itu namun kurang tergarap maksimal untuk menarik perhatian banyak pengunjung.
“Krisis global ini juga mempengaruhi kunjungan wisata ke Denpasar. Kami sudah banyak promosi, tapi kurang signifikan. Ini sulit diantisipasi,” kata Budiasa. Untuk obyek wisata Denpasar, menurutnya yang bisa dilakukan hanya menata karena keterbatasan lahan.
Kualitas wisata kota Denpasar ini juga dikritisi oleh Mats Haggstrom, seorang turis dari Swedia yang ditemui ketika minta informasi ke Dinas Pariwisata Denpasar di Jalan Surapati.
“It was difficult to find traditional foods. We don’t have any guarantee several food stall here doesn’t make me sick,” he said. Mats sebelumnya berasumsi akan sangat mudah mendapatkan makanan tradisional asli dan beragam variannya di kota dibandingkan di Sanur atau Kuta.
Ia mengaku telah berkeliling ke sejumlah obyek wisata sesuai dengan brosur yang menjadi panduannya. Sayangnya, ia merasa tidak leluasa menjelajah karena kerepotan mengusir pedagang acung atau guide liar yang membuntutinya.
Merujuk data Dinas Pendapatan Bali, tahun 2009 ini, obyek wisata di Denpasar hanya ditargetkan memberikan kontribusi Rp 1 milyar pada APBD. Taman Budaya sekitar 60 juta rupiah karena hanya mengandalkan keramaian saat Pesta Kesenian Bali tiap tahunnya, dan Museum Bali sekitar Rp 107 juta.
Hanya Monumen Perjuangan Rakyat Bali yang pada 2009 ini ditargetkan dapat meningkatkan pendapatannya lebih dari 150 persen dari tahun lalu, yakni Rp 313 juta.
Kepala Humas Monumen, AA Sapta Negara mengatakan monumen ini baru mulai ramai dikunjungi sejak 1996, lima tahun setelah monumen ini rampung dibangun pada 2001. Peletakan batu pertama saja pada 1988.
“Bangunan dengan arsitektur yang rumit ini baru hidup setelah kita isi dengan diorama yang atraktif dan bisa digunakan untuk umum,” katanya.
Ia meyakini, bagaimana pun bagusnya bentuk bangunan obyek wisata secara fisik, tak akan ramai dikunjungi jika bangunan terkesan mati tanpa aktivitas. [b]