Oleh Ir. A.A.A. Oka Saraswati, MT
Pengantar Penunggu Bale Bengong: Tulisan tentang usul menjadikan nama almarhum AA Made Djelantik sebagai nama rumah sakit (RS) Sanglah di Denpasar Bali masih menjadi diskusi di beberapa blog, seperti yang sudah disebut di tulisan sebelumnya. Ada yang menganggap almarhum AA Made Djelantik tidak layak namanya dijadikan karena kedekatannya dengan Belanda pada masa revolusi. Ada pula yang menganggap ada nama lain yang lebih layak, salah satunya nama almarhum IGN Gde Ngurah.
Tulisan ini dibuat dalam konteks tersebut, selain tentu saja untuk memperkenalkan salah satu tokoh perintis RS Sanglah tersebut, oleh penulis di atas yang juga putri IGN Gde Ngurah sendiri. Semula dalam bentuk biodata panjang. Saya berusaha mengubahnya ke bentuk narasi agar lebih enak. Tapi karena terlalu panjang, jadi agak susah. Maka saya hanya menghilangkan penomoran. Semoga tidak mengubah isi sama sekali. Dan, tentu saja, semoga berguna..
—
Prof. dr. I Goesti Ngoerah Gde Ngoerah. Dokter Spesialis Saraf & Jiwa. Lahir di Denpasar Bali pada 31 Maret 1922 (Tercatat 1923). Jabatan terakhir adalah pegawai utama/guru besar – gol. IV/e. Alamat di Jalan Panglima Besar Sudirman No. 14 Denpasar.
Latar belakang keluarga beliau antara lain I Goesti Ayu Oka Arwati (istri), dengan anak-anak dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K), dr. A.A.A. Agung Kusuma Wardhani, Sp.KJ, dr. A.A.A. Mas Ranidewi, Sp.THT, Ir. A.A. Susruta Ngurah Putra, Ir. A.A.A. Oka Saraswati, MT, dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp.S, A.A.N. Ananda Kusuma, BE (HONS), M.Eng,PhD, dan A.A.N. Adhi Ardhana, ST. Ayah beliau adalah I Goesti Made Oka (Seniman Ukir & Patung di Denpasar, ikut berjuang pada perang / Puputan Badung 1906) dan ibu I Goesti Putu Rai. Sedangkan kakeknya I Goesti Made Gede adalah seniman besar di Denpasar sekaligus pimpinan pasukan meriam Kerajaan Badung saat Puputan Badung 1906. Kakak sepupunya adalah Ida Cokorda Pemecutan X (Alm).
Status
Mahasiswa – Dokter Pejuang: Masyarakat Prapatan 10 – Jakarta 1945 tercatat dalam buku Mahasiswa’45 Prapatan-10: Pengabdiannya, hal.348 dan Lahirnya Satu Bangsa dan Negara, hal 397.
Dokter pertama yang merintis dan mengembangkan Bagian Kebidanan yang merupakan cikal bakal Rumah Sakit Sanglah.
Pendidikan
Volks School, Denpasar (1928-1929)
Hollands Inlandsche School (HIS), Denpasar (1929-1936)
Meer Uitgebreide Lager Onderwijs (MULO), Yogyakarta (1936-1939)
Nederlands Indisch Artsen School (NIAS), Surabaya (1939-1942)
Ika Daigaku, Jakarta (1943-1945)
Perguruan Tinggi Kedokteran Republik Indonesia, Jakarta (1945-1948) : Dokter umum Indonesia Angkatan pertama
Bagian Neurologi – Psikiatri FK UI, Jakarta (1949-1952) : Spesialis 20 Oktober 1952
Bagian Bedah FK UI 1 tahun (1952)
Meninggal pada 18 September 2001
Jabatan yang Pernah Dipangku
Dokter Kantor Wilayah Badung dan Distrik Marga pada Dinas Kesehatan Daerah Bali (terhitung 2 Mei 1952 dimulai April 1953-1959).
Dokter Rumah Sakit Umum Wangaya (1953-1988).
Kepala Rumah Sakit Umum Wangaya (1 Maret 1959 – 1965/1968) (menggantikan dr. Angsar) dengan merangkap tugas di Bagian Kebidanan – Kandungan RSUP Sanglah – Denpasar.
Kepala Bagian Saraf dan Jiwa (Neuropsikiatri) selanjutnya Bagian Saraf (Neurologi) RSU Wangaya (1 Maret 1959 – 1 Agustus 1988), selanjutnya pindah ke RSUP Sanglah.
Kepala Bagian Saraf dan Jiwa (Neuropsikiatri) selanjutnya Bagian Saraf (Neurologi) FK UNUD (1963/1966-1988), yang selanjutnya pindah ke RSUP Sanglah.
Ketua Penguji & Penguji Pendidikan Bidan di RSU Wangaya dan RSUP Sanglah (1953-1965).
Dokter Kepresidenan Presiden Soekarno di Bali (hanya satu dokter) (Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah, sebuah Biografi Pendidikan, 1998, hal.94-95) (kesaksian Nyonya dokter Nuridja, Singaraja)
Wakil Ketua Badan Perguruan Tinggi untuk Pendirian Universitas Udayana (tahun 1961) (Ketua : Ir. IB. Oka dari Dinas PU Bali).
Ketua Panitia Persiapan Pendirian Universitas Udayana termasuk Ketua Panitia Persiapan FK/Fakultas Kedokteran dengan SK Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) No. 4, 1962 (15 Januari 1962) (Sebuah Biografi Pendidikan hal 99, 110).
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (30 Januari 1965-1967).
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana masa jabatan kedua (Januari 1967-1968).
Rektor Universitas Udayana (29 September 1968 – 15 Nopember 1973).
Rektor Universitas Udayana untuk masa jabatan kedua (15 Nopember 1973 – 22 Desember 1977).
Ketua Panitia Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Daerah Bali (SK Pimpinan MPRS – RI No. 193/B/1968).
Sesepuh Dokter Spesialis Saraf & Jiwa (Neuropsikiatri) di Bali.
Penglingsir Puri Gerenceng – Pemecutan, Denpasar (1992-2001).
Pengalaman Kerja Organisasi
Pejuang Prapatan 10 Jakarta 1945 (Kelompok Mahasiswa Pejuang saat Revolusi –Kemerdekaan bermarkas di Jalan Prapatan 10 Jakarta) (Mahasiswa’45 Prapatan-10 : Pengabdiannya, hal.348 dan Lahirnya Satu Bangsa dan Negara, hal 397)
Penentang Aturan Paksa Jepang dan lolos dari kematian saat dalam ancaman pistol Tentara Jepang (Lahirnya Satu Bangsa dan Negara)
Ikut kinroo – hoshi ke Kalijati dan ikut latihan militer di Daidan I Jagamonyet-Jakarta (Lahirnya Satu Bangsa dan Negara).
Mengikuti rapat-rapat persiapan Proklamasi Kemerdekaan (Lahirnya Satu Bangsa dan Negara).
Sebagai Anggota PMI di Pos Pasar Baru dan Jatinegara sesudah Proklamasi Kemerdekaan (Sebuah Biografi Pendidikan).
Ditawan Tentara Inggeris saat Mobille Colonne PMI di Pos Bekasi, dan lolos dari kematian saat Kota Bekasi / RS Bekasi dibakar Tentara Sekutu / Inggeris / NICA Nopember 1945 (Sebuah Biografi Pendidikan).
Anggota PMI di Jakarta (PK I) (Lahirnya Satu Bangsa dan Negara).
Anggota PMI di Jakarta (PK II) (Lahirnya Satu Bangsa dan Negara).
Anggota Palang Merah Indonesia 1945 (Student Asst. at the Indonesian Red Cross Detained by the British Army, dalam R.O.G. Roeder, Who’s Who in Indonesia : Biographies of Prominent Indonesian Personalities in All Fields, Jakarta : Gunung Agung 1971 hal 256).
Anggota Mobille Colonne PMI di Purwakarta Jawa Barat Unit Bedah (Asst. at Surgery Unit Indonesian Red Cross Purwakarta, dalam R.O.G. Roeder, Who’s who in Indonesian : Biographies of Prominent Indonesian Personalities in All Fields, Jakarta : Gunung Agung 1971 hal 256).
Anggota PMI Cabang Jakarta – Bukit Duri Jakarta Selatan (1948) (Sebuah Biografi Pendidikan).
Bekerja di Bagian Neurologi – Psikiatri FK UI Jakarta (1949-1952), Pimpinan : Prof. dr. R. Slamet Iman Santoso (Sebuah Biografi Pendidikan).
Bertugas di RS CBZ (Centraal Burgelyk Ziekenhuis / sekarang : RSUP dr. Cipto Mangunkusumo) Jakarta di Bagian Saraf, Pimpinan : Dr. W.J.C. Verhaart (1950). Satu-satunya Dokter Indonesia diantara dokter-dokter Belanda yang bertujuan untuk bisa menggantikan orang Belanda yang saat itu dianggap bangsa penjajah, demikian juga di bagian-bagian lain (Sebuah Biografi Pendidikan).
Bekerja di Bagian Neurologi – Psikiatri RS Wangaya (1959-1988), Neurologi-Psikiatri FK UNUD (1963/1965 – 1988).
Sebagai dokter wilayah Badung, juga membantu untuk wilayah Tabanan, Gianyar, Klungkung.
Dokter pertama yang membantu di RSUP Sanglah pada bagian Kebidanan & Kandungan dari sejak awal pindahnya bagian Kebidanan (bagian yang pertama kali dipindahkan ke RSUP Sanglah pada tahun1956) dan bertugas hingga 1965. Setahun kemudian (1957) Bagian Bedah pindah ke RSUP Sanglah. Dokter Ngoerah bekerja sama dengan dokter Angsar, kemudian datang dr. Otong Wirawan sebagai dokter umum lalu datang dokter Jasid spesialis bedah (testimony para bidan pensiunan RSUP Sanglah dan istri sejawat).
Anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Cabang Jakarta (29 Oktober 1952).
Anggota IDI Cabang Bali mulai tahun 1953.
Sebagai Ketua dan Anggota PNPNCh (Perhimpunan Neurologi Psikiatri Neuro Chirurgi Indonesia) Cabang Bali.
Sebagai Ketua dan Anggota IDASI (Ikatan Dokter Ahli Saraf Indonesia) Cabang Bali.
Sebagai Penasehat Pengurus Pusat IDASI.
Anggota PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia) Cabang Bali.
Anggota WFN (World Federation of Neurology).
Anggota New York Academic Scientists (Tercatat dalam Buku Who’s Who in The World, 9th edition 1989-1990, Marquis Who’s Who, Illinois – USA, hal 829).
Prestasi
Dokter Spesialis pertama keturunan Bali, dan juga Spesialis Saraf pertama di Bali.
Mulai mengabdi di Bali sebagai dokter Bali yang keempat, yaitu : dr. I.B. Rai, dr. Bagiastra, dr. Ketoet Nuridja, dr. I.G.N.G. Ngoerah, dan setahun kemudian barulah datang dr. A.A.M. Djelantik.
Menciptakan secara berdikari alat sederhana ECT (Electro Convulsive Therapy) untuk penyembuhan pasien gangguan jiwa (1966). Saat ini tersimpan di Museum Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Guru besar pertama yang dikukuhkan di Universitas Udayana (2 Mei 1967). Guru Besar Tetap Neurologi FK UNUD (SK tanggal 1 Pebruari 1967) : Beberapa Perkembangan dalam Lapangan Neurologi.
Mengembangkan Pendirian seluruh bagian-bagian Klinik di RSUP Sanglah (selama menjadi Dekan FK UNUD sebagai Kelengkapan Persyaratan Fakultas Kedokteran).
Diundang Pemerintah India untuk mengunjungi Universitas-universitas di India (Agustus – September 1969).
Diundang The British Council mengunjungi Universitas-universitas di Inggeris (Juni 1971).
Atas undangan AVCC / AAUCS mengunjungi Universitas-universitas di Australia (Pebruari 1972).
Atas undangan Pemerintah Australia, kembali mengunjungi Universitas-universitas di Australia (Oktober – Nopember 1977).
Tercatat dalam buku Who’s Who in Indonesia : Jakarta : Gunung Agung 1971, hal 256.
Tercatat dalam Buku Men of Achievement, England, 1982, hal 528.
Tercatat dalam Buku Who’s Who in The World, 9th edition 1989-1990, Marquis Who’s Who, Illinois – USA, hal 829.
Tercatat menulis 40 Karya Ilmiah yang disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Nasional, Internasional, dan dimuat dalam Majalah / Journal Nasional, Internasional.
Profesor Emeritus setelah pensiun pada tahun 1988 dengan orasi ilmiah bersama Prof. dr. R. Moerdowo pada tahun 1991 yang dihadiri Rektor dan seluruh Dekan di UNUD.
Menulis Buku ”Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf”, Airlangga Universitu Press, 1990.
Pernah diminta untuk mengembangkan Bagian Neurologi di FK UNAIR oleh Prof. dr. Soejoenoes (Surabaya) sebelum berdirinya FK UNUD.
Sebagai Ketua Penelitian ”Arsitektur Bali” (Biaya Pemerintah Daerah Bali 1973/ 1974) (Diterbitkan 1981).
Seniman Lukis Aliran Denpasar (seperti disebutkan oleh Prof. Dr. Ngurah Bagus dalam Bali Post, 26-12-2000) dengan lukisan yang terkenal adalah ”Sutasoma Gajah Waktra”, juga Seni Ukir dan Patung.
Tercatat dalam bentuk ukiran nama pada Tugu Prasasti Peringatan NIAS dan Djakarta Ika Daigaku di halaman Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, 25 Mei 2002.
Penghargaan
Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya dari Presiden Republik Indonesia (Jakarta, 26 April 1976).
Tanda Penghargaan Alma Nugraha 25 Tahun Universitas Udayana (Denpasar, 29 September 1987) atas sebagai Pemrakarsa, Pendiri, Pembina, Pengembang, Pengabdi, serta mengangkat nama Universitas Udayana.
Tanda Penghargaan Adi Karya Satya PERDOSSI (Palembang, 8 Desember 1996).
Tim Peneliti Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udayana memberi Penghargaan dengan Menuliskan Buku : ”Prof. dr. I Goesti Ngoerah Gede Ngoerah, sebuah Biografi Pendidikan” (1998).
Lagu Hymne Universitas Udayana pertama kali dinyanyikan saat Pelantikan sebagai Guru Besar yang pertama dikukuhkan di Universitas Udayana (2 Mei 1967).
Udayana Award yang diberikan atas prestasinya dalam pengembangan IPTEK dan Kemanusiaan, 29 September 2004 Dies Natalis UNUD ke 42.
Untuk menghormati jasa gurunya yaitu Prof.dr. I G.N.G.Ngoerah, maka dr A.A. N.Nuartha Sp.S (K) (1999) memperkenalkan refleks patologis yang diberi nama Refleks Ngoerah (untuk menunjukan adanya lesi / gangguan traktus piramidalis) dan saat ini sudah dikenal semua dokter / mahasiswa kedokteran di Bagian / SMF Neorologi FK UNUD / RS
Masalah-Masalah yang Dihadapi Dalam Kepemimpinan
Dengan suara bulat Senat Universitas Udayana mempercayai Prof. dr. Ngoerah sebagai Rektor / Pimpinan Universitas dalam sidang khusus masalah pembangunan universitas untuk membahas kritikan seolah-olah Rektor mendapat komisi.
Mampu menangani mahasiswa saat demonstrasi yang dipimpin Senat dan Dewan Mahasiswa UNUD untuk mempertanyakan kebijaksanaan Gubernur Bali tentang masalah uang Ado (1969) dimana Gubernur Bali saat itu berasal dari militer dan dapat diselesaikan atas bantuan Panglima Kodam Udayana.
Mampu menangani mahasiswa saat mahasiswa dalam pendidikan WALAWA melarikan diri dari DODIK Kediri – Tabanan dengan melalui rapat menegangkan dan berbeda pendapat dengan Panglima Kodam Udayana.
Harapan/Cita-Cita yang Belum Terwujud
Universitas Udayana dapat berkembang menjadi universitas terkemuka di Indonesia dan Dunia dengan Fakultas Kedokteran yang menghasilkan dokter yang terhormat dan bermartabat dengan tetap mengutamakan putra daerah sebagai tujuan awal UNUD – FK didirikan.
RSUP Sanglah dapat berkembang menjadi Rumah Sakit bertaraf Internasional, sebagai Pusat Rujukan Penyakit Tropis Indonesia, dengan tetap mengutamakan dan menghormati hak pasien kurang mampu sebagai tujuan awal RSUP Sanglah didirikan.
Bagian Neurologi dan Psikiatri FK UNUD / RSUP Sanglah dapat berkembang menjadi Pusat Pendidikan Unggulan di Indonesia dengan kekhususannya berkaitan dengan Budaya dan Penyakit yang ada di Bali.
Merevisi Buku “Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf”.
Menulis lebih banyak salah satu buku yang belum selesai : “Sejarah Neurologi Dunia & Lanjutan Perkembangannya di Indonesia”.
Melukis kembali.
Mengunjungi kerabat, sahabat, dan sejawat di Denpasar dan di luar daerah / luar negeri.
Titian Hati
Eda ngaden awak bisa
Depang anake ngadanin
Gaginane buka nyampat
Anak sahi tumbuh luhu
Ilang luhu ebuk katah
Wiadin ririh, liu enu pelajahin
Artinya :
Jangan mengira diri kita pandai
Biarlah orang lain yang menilai
Tugas kita bagaikan orang menyapu
Setiap hari ada sampah
Hilang sampah muncullah banyak debu
Betatapun pandai, masih banyak yang perlu dipelajari
(Dalam : Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah, sebuah Biografi Pendidikan, 1998)
mari kita berantem demi sebuah pengkultusan…..
kalau memenag jadinya kontroversi, ya..pake saja nama rumah sakit sanglah. tetap saja seperti itu.mbok ya kok repot-repot..apa maksudnya juga dengan mencantumkan, “eda ngaden awak bisa”, kalau sudah begini bukannya jadinya “icang ngaden awak paling bisa”…
Saya rasa tulisan ini adalah tulisan yang cukup bermanfaat untuk lebih mengenal tokoh Prof Ngurah. Cuma sayang tidak dicantumkan kutipan buku Mahasiswa’45 Prapatan-10 hal.348 dan kutipan buku Lahirnya Satu Bangsa dan Negara, hal 397.
Jika kutipan itu bisa saya dapat tentu bagus sekali karean sya tidak punya bukunya dan waktu saya cari Gramedia sudah tidak ada lagi.
@made_rotten, hehehehe… santai saja Bli, mungkin maksudnya bukan mau mengkultuskan tapi hanya sebuah counter atas publikasi Dr Djelantik yang marak belakangan. Nikmati saja karena yang diuntungkan adalah kita yang dulunya kurang mengenal sosok Prof Ngurah dan Dr Djelantik sekarang jadi lebih kenal kan… 🙂
peace ah…
Wobisono Sastrodiwiryo, perbaikan untuk tulisan di Budayawan Muda
Mahasiswa’45 Prapatan-10: Pengabdianmu –halaman 27
—-
Ketika para asisten Jepang memerintahkan 3 orang serdadu Jepang agar memulai acara penggundulan , timbullah pertengkaran antara seorang mahasiswa yang bernama I Gusti Ngurah yang duduk di bangku belakang dekat pintu samping dengan seorang opsir Jepang. Mungkin karena ganasnya, opsir Jepang itu mencabut pistol yang kemudian diarahkan kepada I Gusti Gde ngurah. Untunglah opsir itu masih dapat mengendalikan dirinya sehingga jiwa Ngurah dapat terhindar dari maut. Ngurah mendapat hadiah tamparan di mukanya.
Ngurah ini orangnya kurus, biasanya pendiam dan tenang-tenang saja. Agaknya pada waktu itu justru ia memberontak tidak sudi digundul, tidak mau dihina……………………..dst
Persoalan tidak berhenti sampai disitu saja, tetapi bahkan mempunyai rentetan yang berkepanjangan. Suasana menjadi lebih tegang karena pada keesokan harinya, yaitu hari senin, para mahasiswa melakukan mogok kuliah.
Ini merupakan perbaikan dari tulisan Muhidin M Dahlan dalam Pejuang Prapatan 10 di blog Budayawan Muda
Perlu Perbaikan pada :
Selain menggalang sikap menolak saikeirei, Soedjatmoko—juga Soedarpo—memandu mogok kuliah massal setelah tentara Kompetai secara brutal melakukan penggundulan kepala mahasiswa di ruang-ruang kelas. Sampai-sampai Bung Karno, Bung Hatta, Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantoro turun tangan menasehati mahasiswa untuk kembali ke kelas. Bung Karno mengingatkan, kalau pemogokan itu diteruskan, akibatnya akan merugikan, bukan saja mahasiswa, tapi nusa dan bangsa. —-
Saraswati
Sdr Wibisono S
Ada koreksi disini
Salah satu diantaranya adalah menjadi pendiri fakultas kedokteran Universitas Udayana atas perintah Bung Karno. Pada waktu itu Dr Djelantik menjabat sebagai direktur RSUP Sanglah memfasilitasi beberapa ruang untuk kegiatan fakultas yang baru berdiri. Fakultas kedokteran ini kemudian digabung dengan fakultas sastra cabang Universitas Airlangga yang sudah lebih dulu berdiri di Denpasar. Penggabungan beberapa fakultas itu lantas menjadi Universitas Udayana.
Coba bedakan
• Yang dimaksud dengan formatur adalah : yg membentuk suatu badan/panitia
• Yangt dimaksud dengan pendiri adalah : orang yang mendirikan
• Yang dimaksud dengan ketua adalah : setelah berdiri suatu organisasi kemudian dicari/ dibayar/ditunjuk seseorang untuk menjalankannya
Jadi jelas : saat itu :
• Wakil Ketua Badan Perguruan Tinggi untuk Pendirian Universitas Udayana (tahun 1961) (Ketua : Ir. IB. Oka dari Dinas PU Bali).
• Ketua Panitia Persiapan Pendirian Universitas Udayana termasuk Ketua Panitia Persiapan FK/Fakultas Kedokteran dengan SK Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) No. 4, 1962 (15 Januari 1962) (Sebuah Biografi Pendidikan hal 99, 110).
saraswati
Saya sangat mengenal sosok bpk Prof dr i Gusti ngurah Gde Ngoerah. Pencantuman “ede ngaden awak bisa” merupakan suatu pepatah yg selalu ditekankan beliau pada murid-murid beliau, dan juga terhadap diri beliau sendiri.
Walaupun beliau seorang guru besar, beliau tidak pernah merasa pintar dan tahu segalanya. Beliau juga tidak pernah menonjolkan dirinya serta tidak pernah menulis dirinya sendiri.
Biografi beliau merupakan hasil penelitian dan penelusuran team ahli fakultas sastra unud.
Penulisan suatu biografi atas dirinya sendiri dapat menyesatkan. Adakan yg akan percaya bila saya menulis biografi saya, bahwa saya berteman baik dengan presiden Bush ? Sudah tentu tidak akan ada yg percaya, karena saya tinggal didesa Bali bagian timur.
Titian hati beliau mungkin akan mengingatkan murid2 beliau untuk jangan pernah berhenti belajar karena ilmu pengetahuan itu tidak pernah berhenti.
Dalam kesehariannya beliau tidak pernah lepas dari buku dan kemana beliau pergi selalu membawa buku.
Didalam bermasyarakatpun beliau sangat dihormati dan disegani. Didalam bidang sosial beliau juga berjiwa sangat sosial. Tidak jarang saat praktek dokter beliau menerima ayam, pisang dll sebagai imbalan jasa dokter. Bahkan bila beliau melihat pasiennya kurang mampu, tidak segan-segan beliau malah memberi uang sebagai bekal ataupun dibelikan obat.
Beliau dilahirkan di Puri Gerenceng yg merupakan pusat kesenian dan kebudayaan. Walaupun beliau seorang dokter, beliau masih bisa menyempatkan waktu untuk melukis ataupun memahat. Didalam mengajegkan kebudayaan/adat bali beliau sangat taat melaksanakan. Walaupun beliau dalam keadaan sakit, pada saat ibu dan adik beliau meninggal, beliau menugaskan putra2nya untuk melaksanakan tugas upacara ngaben dan memukur sesuai dengan adat Denpasar sampai selesai.Pada saat beliau meninggalpun dilakukan hal yg sama. Yang saya dengar hal tersebut tidak dilakukan oleh dr Jelantik (sebagai tokoh kebudayaan Bali). Upacara ngaben istri beliau katanya dilakukan dikerematorium dng kremasi. Bagaimana seorang tokoh yg seharusnya menjadi panutan melakukan hal seperti itu ? Bila panutan tersebut diikuti di Bali, mau dibawa kemana bali ini. Acara Ngaben merupakan salah satu daya tarik periwisata bali.
beli Made-rotten yth…
kenapa dangkal sekali pengertian anda tentang suatu istilah yang sudah mendarah daging dalam budaya orang bali…”eda ngaden awak bisa…” Mungkin anda bukan orang bali asli ya…saya hidup di jawa pun tau arti yang sangat mendalam dari kata2 itu…semua dokter yang pernah menjadi mahasiswa Prof Ngoerah pasti mengenal beliau yang tidak pernah berhenti belajar karena selalu merasa banyak yang belum diketahuinya. Saya sangat kagum pada orang yang selalu ingin mempelajari hal2 baru…
Salam saya untuk keluarga Prof Ngoerah – dr Riani (Surabaya)
dearest riani,
matur suksma atas pendapat saudari tentang kebodohan dan kedangkalan pemikiran tiang. tentunya sebagai pribadi pengagum Prof Ngoerah (dan juga tiang pengagum Prof Moerdowo)tiang sangat mengerti tentang idiom tradisional ini. yang tiang maksud bukanlah tentang profil Prof Ngoerah, tetapi tentang polemiknya belakangan yang sekarang pada cenderung mengangkat-ngangkat secara politis profil2 Beliau-Beliau ini(termasuk Dr.Djelantik yang juga tiang hormati, yang sekarang jadinya malah diversuskan denga Prof Ngoerah).
Jadi biarlah ini menjadi wacana para perumusnya di Bali (dokter Nugie dkk…atau siapalah yang dilibatkan di dalamnya, tiang yakin mereka akan berbuat terbaik buat RS Sanglah), tulisan saya itu saya tujukan buat penulisnya dan gaya penulisannya..yang terkesan “paling bise dan paling tau, terlepas dari valid tidak sumbernya”…tetapi hakekat sujatinya biarlah anake sane ngadanin..
sama seperti tidak perlunya dipolemikkan dulu nama jalan terbesar di Bali saat ini yang diberi nama jalan Prof Mantra…
Walaupun menceritakan semua biografi Beliau, tetapi kan ini sekarang dimunculkan dalam suasana politis, tiang sedih lah..Beliau-beliau di alam sana tentunya akan tidak tenang diributkan begini.dan kenyataannnya memang sudah mulai pada ribut…termasuk dengan upaya pemuatan-pemuatannya di media massa…
matur suksma
dear Bli Made…
Matur suksme juga atas tanggapan anda tentang komentar saya…
“…ede ngaden awak bise…” adalah ungkapan hati yang ingin selalu…dan selalu..ingin menuntut ilmu karena merasa diri belum bisa…masih bodoh..Itu yang menjadi pedoman hidup Prof Ngoerah yang selalu diucapkan saat memberikan kuliah dan dalam setiap buku yang beliau tulis.Pada suatu kesempatan saya mendengar langsung kata demi kata yang beliau ucapkan…suasana menjadi senyap karena wibawa dan kharismanya, sungguh seorang yang mahaguru yang penuh kasih yang tak segang-segan membagi semua ilmu yang dimilikinya untuk anak didik. Jadi…bli Made..komentar sih boleh saja, tapi kayaknya pengertian saya pada saat membaca komentar anda malah seperti melecehkan ungkapan hati Prof Ngoerah..mudah-mudahan saya keliru…
Terima kasih sudah menjadi salah seorang pengagum Prof Ngoerah…karena saya adalah pengagum beliau yang sangat fanatik
salam,
Riani – Sby
Semoga filosofi ini dipahami benar juga oleh penerus2 beliau, hehe..karena pengalaman, saya selama menjadi dokter muda sempat diuji oleh salah satu nama yang tercantum dalam silsilah beliau, sepertinya agak angkuh, dan tidak mendidik!! semoga bisa dijadikan bahan introspeksi….