“Karakteristik orang Bali, jarang ada yang mau melapor ke kantor. Rata-rata perempuan luar Bali yang melapor bule-bule, tidak ada orang Bali, jarang,” ungkap Ni Nengah Budawati selaku Direktur LBH BWCC. Buda berharap, adanya posko paralegal menjadi akses pendampingan hukum berkeadilan bagi masyarakat maupun korban kekerasan.
Aroma ikan asin menyeruak, tawar-menawar harga riuh rendah terdengar. Kuli panggul bergegas membawa setumpuk sayur mayur dari mobil boks menuju kios terdekat. Sementara di lantai 2, lapak berlapiskan tegel putih menutupi seluruh bangunan. Kios nomor dua dari belakang baru saja dikontrak selama 6 bulan Lembaga Bantuan Hukum Bali Women Crisis Center (LBH BWCC).
Pasar Gunung Agung Utara menjadi lokasi terpilih LBH BWCC untuk memulai posko paralegal di Denpasar. Buda menganggap pasar adalah lokasi yang tepat karena langsung berhadapan dengan masyarakat khususnya ibu-ibu.
Peluncuran posko paralegal yang berlangsung pada Jumat (12/04) mendapat antusiasme dari beberapa pengunjung maupun pedagang di pasar. Sekitar 20 orang hadir dalam acara peluncuran posko paralegal ini. Salah satu pedagang sempat menanyakan proses penanganan perkara apakah menggunakan dana atau tidak. Ni Ketut Madani Tirtasari, Sekretaris LBH BWCC menjawab bahwa pemberian bantuan hukum dipastikan gratis bagi klien yang tidak mampu.
Posko ini merupakan salah satu dari program perluasan akses keadilan dan pendampingan hukum bagi masyarakat dan korban kekerasan. LBH BWCC melaksanakan program tersebut dengan dukungan pendanaan sepenuhnya oleh The Fund for Global Human Rights dari Britania Raya di bawah program pendanaan Legal Empowerment Fund (LEF) atau Dana Pemberdayaan Hukum.
Program secara resmi dilaksanakan pada Januari 2023 hingga Desember 2024 yang bertujuan meningkatkan akses layanan hukum bagi masyarakat dan korban kekerasan di Bali dengan meningkatkan jumlah paralegal dan pendirian posko paralegal di tingkat akar rumput.
Pada tahun 2023 sebagai tahun pertama pelaksanaan program LBH BWCC telah melakukan perekrutan dan pelatihan 60 orang paralegal dari kalangan masyarakat. Tahun 2024 sebagai tahun kedua pelaksanaan program, LBH BWCC melakukan pendirian dua posko paralegal yang tersebar di dua wilayah, yaitu Kota Denpasar dan Kabupaten Bangli.
Pelaporan atas Kasus KDRT dan KBGO Meningkat Sejak Covid-19
Buda mengungkapkan, LBH BWCC menerima banyak aduan pada kasus KDRT dan KBGO, dengan usia dan profesi korban yang berfariasi. “Untuk KBGO tidak anak muda saja, kami ada kasus juga umur 52 ke atas,” ungkap Buda.
Proses panjang dilalui korban dan pendamping hukum. Meskipun demikian, Buda optimis semua kasus KBGO tertangani. “Semua kekerasan berbasis gender online setiap kita tangani dan didampingi LBH WCC gak lagi dia ngancam, makanya saya harap korban cepat melapor,” ujarnya.
Selama ini, para korban melapor melalui telepon. Jarang ada yang langsung menuju Kantor LBH BWCC. Hadirnya posko paralegal di Pasar Gunung Agung diharapkan mampu menjadi oase di tengah berbagai ancaman yang dapat dialami kaum rentan.
Setiap Senin hingga Jumat, posko paralegal dibuka dari pukul 8 hingga 10 pagi. Ni Wayan Suciati, paralegal sekaligus bendahara LBH BWCC akan menjaga posko. Ia akan berkeliling menyebar brosur hingga sosialisasi penerimaan bantuan hukum dan cara melapor jika ada kasus. Meskipun pegawai tidak ada, posko akan tetap dibuka untuk pojok ASI bagi para ibu-ibu.
Melalui kegiatan posko paralegal di dua wilayah ini, para paralegal di bawah koordinasi LBH BWCC yang telah mendapatkan pelatihan dapat secara langsung membantu pelaksanaan kegiatan pendampingan bagi korban kekerasan maupun masyarakat umum (litigasi dan non-litigasi).