Si Pohon Tua akan tampil dalam enam konser di empat kota negeri Sakura.
Dadang Pranoto atau dikenal juga dengan Pohon Tua akan memulai tur panjang di negeri matahari terbit, Jepang. Seniman penyanyi dan pencipta lagu ini tak lelah berkarya selain memainkan peran pentingnya di dua band, yakni Navicula dan Dialog Dini Hari (DDH).
Bagaimana Dadang akan memulai dialognya lewat musik di negeri yang terkenal dengan integritas dan kejujuran ini? Dua hal yang banyak disuarakan dan dimimpikan di album solonya bertajuk Kubu Carik.
Tur solo akan dimulai pada 6 April 2018 dan berakhir pada 16 April 2018. Pohon Tua dijadwalkan untuk setidaknya menggelar enam konser di empat kota di Jepang. Juga interview dengan radio lokal dan juga shooting klip video Matahari Terbit, salah satu lagu yang terdapat dari album Kubu Carik.
Petualangan berdendang dan brdialog dimulai 6 April di Coffee Ala Tarto, Imaike Nagoya City. Kemudian 7 April / Kaze No Ichi / Anjo City, 11 April / Yashiya / Hamamatsu City, dan 13 April / Substore / Kouenji Tokyo City. Dilanjutkan pada 14 April / Chikyuya/ Kunitachi Tokyo City dan 16 April / Little Village / Imaike Nagoya City. Pohon Tua – Tur Jepang 2018 terlaksana atas dukungan The Japan Foundation.
Album Kubu Carik memiliki delapan lagu dengan muatan folk kuat. Dimulai dengan Kancil yang membawa kita pada dongeng kejujuran yang sudah tak lagi jadi kisah meninabobokan. “Hai kancil apakah kau kalah tenar dengan cicak dan buaya. Hai kancil kau di mana sembunyikah dirimu dari pak tani yang kau curi ketimunnya. Tak ada lagi dongengmu sebelum tidur.”
Kemudian track Matahari Terbit, Jika Sesekali, Hey Ya (Kubu Carik), Suku Bajo (Padang Lamun), Hari Ini, Esok Hari, Ku Harus Tetap Hidup, dan Bisik Laut.
Dadang mungkin belum pada kondisi terbaiknya saat ini usai prosesi ritual ngaben keluarganya di Navicula, Made Indra. Namun perjalanan berdialog dengan musik harus dilanjutkan seperti energi Made yang haus berkarya dan manggung.
Entah kebetulan atau tidak, rangkaian lagu dalam Kubu Carik seperti memperlihatkan rekaman jejak kehidupan penciptanya. Seperti lagu “Ku Harus Tetap Hidup” ini.
Cahaya duniawi takkan abadi, damba surgawi bungkam nurani, baik kugenggam, burukku benar tutur beradab luhur bertindak. Dan kutahu aku harus tetap hidup. Nyalakan api jangan mati, lawan diri musuh abadi.
Berlanjut di “Hey Ya”. Hey ya hidup sekali antara datang dan pergi. Lari lari berlari, kejar kejar matahari, terbang terbang tinggi, tinggi setinggi mimpi. Hey ya Bumi menua dia lelah berputar, kerja kerja kerjakan usir malas singkirkan. Padi padi berisi berbesar hati membumi.”
Apa yang menarik perhatian Jepang sehingga mengundang Dadang ke negeri ini? “Beberapa kawan di sana dan media terutama radio indie di sana muter lagu Indonesia dan antusiasnya gila,” kata Dadang.
Karya-karya dalam Kubu Carik membawa nuansa masa kini dan masa lalu termasuk folklore kearifan lokal dalam balutan lagu yang unik. Misalnya kisah dongeng Padang Lamun dari Suku Bajo ini.
Ikan kecil dimakan penyu, penyu di padang lamun. Izinkan saya menyanyikan lagu dan pantun orang sama. Memanen tiram di antara pohon bakau, tiram disimpan di tempurung kelapa. Hei jangan kamu pura-pura tahu jika tak melihat langsung dengan matamu.
Mari tunggu pengalaman Dadang di Jepang dan kisah sang fajar yang akan terbit dari mata-mata penikmat musiknya ini.
Album Kubu Carik telah tersedia dalam bentuk CD dan bisa diputar online di sejumlah aplikasi musik digital. Informasi lebih lanjut mengenai tur & distribusi CD: https://www.instagram.com/dialogdinihari. [b]