Dua anak perempuan 9 tahun muncul dari balik pintu Kantor Camat Nusa Penida, pada 15 Februari 2020. Senyumnya penuh semangat. Keduanya mengapit buku tulis dan pulpen. Seorang laki-laki dewasa mendampingi.
Keduanya, Kirana dan Widya kemudian jadi peserta yang paling aktif karena tekun menyimak, mengajak bermain, membuat karya video ponsel, sampai mengajari salam khas Klungkung.
“Salam Gema Shanti,” teriak Kirana sambil menaruh tangan kanan di dada, diikuti jawaban, “damai.”
Panitia dari Balebengong baru pertama kali mengikuti salam ini. Ohya, ada pengalaman lain dari Kirana. Salam Semangat dengan gerakan tangan. Seperti apa gerakannya? Semoga berjumpa lagi dengan kedua pewarta warga cilik lagi untuk sama-sama mengikuti gerakannya ya.
Selain Kirana dan Widya, ternyata ada dua pewarta remaja lain juga yang ikut, keduanya remaja laki-laki dari Dusun Nyuh Kukuh, lokasi program pengelolaan sampah yang dihelat Yayasan Wisnu bersama PPLH Bali, didukung GEF SGP.
Jadi selama dua hari, masing-masing berlangsung setengah hari, ada 10 warga anak muda Nusa Penida yang terlibat Kelas Jurnalisme Warga pada 2020 ini. Hal mengejutkan, latar belakang peserta dan usianya sangat beragam, dari usia 10-30an tahun. Akhirnya kami mengubah strategi dan materi, dari pembelajaran orang dewasa jadi inklusif agar dipahami anak-anak.
Sisi positifnya, anak-anak memberikan energi selama pelatihan termasuk dalam membuat karya. Bahkan salah satu karya mereka jadi favorit dalam sesi apresiasi. Total ada 10 karya dari peserta dan panitia pendamping berupa 6 video ponsel durasi satu menit, 2 esai foto, dan 2 artikel.
Hal menarik lainnya, seluruh narasumber adalah warga Nusa Penida, yakni Gede Sukara (foto, pengelola akun wisata @maemelalikenusapenida), Santana Dewa (penulis, videografer, tim Nusa Penida Destination), dan narsum tamu untuk sesi apresiasi dan motivasi, Wayan Sukadana (pengusaha, penulis, dan pendiri akun informasi Nusa Penida Destination). Tim Balebengong jadi fasilitator keseluruhan kegiatan.
Pada hari pertama adalah perkenalan dengan cara bermain. Iin dan Juni dari Balebengong meminta tiap orang menyebut nama dan rahasia mereka, tapi diikuti gaya tubuh, kemudian diikuti seluruh peserta. Makin sulit gerakannya, makin seru dan mengundang tawa.
Kemudian dimulai dengan sesi perkenalan tentang media jurnalisme warga Balebengong, apa manfaat dan dampak portal berita yang dikelola dengan gaya seperti ini. Apa yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan desa dalam penyebaran informasi, potensi, dan pengawasan fasilitas publik.
Pengantar manfaat menulis berlangsung singkat untuk memperkenalkan standar umum seperti 5 W+1H untuk kelengkapan tulisan. Berikutnya diisi pengenalan foto ponsel oleh Gede Sukara. Juga berlangsung singkat karena langsung praktik. Sesi lebih panjang di pengenalan video ponsel oleh Dewa Santana, diikuti praktik langsung.
Sebelum pulang, ada sesi pengenalan program dan isu di Nusa Penida oleh Gede Sugiarta, Koordinator Program terkait sejumlah kegiatan dari GEF SGP di Nusa. Sejumlah pertanyaan pemantik adalah apakah hanya pariwisata yang bisa dikembangkan di Nusa, padahal masih ada potensi pertanian dan lautnya. Bahkan keduanya bisa saling mendukung. Belum lagi dampak-dampak industri pariwisata yang harus dihadapi seperti sampah, limbah, dan akses air bersih.
Hari kedua adalah membuat karya, peserta langsung menyelesaikan di rumah setelah memastikan rencana dan ide yang akan dieksekusi. Seluruh peserta sudah memiliki idenya, misal dari Nyuh Kukuh hendak mendokumentasikan kegiatan pengangkutan sampah yang mereka lakukan tiap hari dengan moci, aktivitas TPST, latihan menari ngelawang, megambel, dan lainnya.
Kirana dan Widya akan membuat video dari sekitar mereka. Di sesi apresiasi karya, Kirana membuat video pondel satu menit tentang rumahnya, diedit dengan tambahan lagu “Tentang Rumahku” dari band folk Bali, Dialog Dini Hari. Sementara Widya membuat video ponsel satu menit tentang aktivitas pantai, taman bermainnya.
Gede Arnawa memantapkan hati membuat karya tentang kain Rangrang, khas Nusa Penida. “Hal unik dari kain tenun Ranrang adalah, kita bisa mengenakannya di kedua sisi. Tak seperti kain lain, jika dijahit hanya kelihatan bagus di satu sisi,” sebutnya.
Potensi Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali sebagai penghasil Kain Tenun Rangrang menurutnya kini makin tenggelam. Rangrang merupakan kain bebali berwarna-warni terang dengan inspirasi motif berasal dari keadaan geografis wilayahnya yaitu daerah pegunungan dan perbukitan. Menurut I Made Tanglad salah satu perajin Kain Tenun Rangrang asal Nusa Penida, tidak ada bukti tertulis yang berkaitan dengan sejarah keberadaan Kain Tenun Rangrang.
Ia juga menambahkan bahwa dahulu hanya terdapat 3 penenun Kain Tenun Rangrang. Seiring berlalunya waktu mereka mengajarkan teknik menenun tersebut ke beberapa sanak saudara mereka hingga akhirnya banyak masyarakat sekitar yang tertarik dan mulai belajar menenun.
Peserta lain, Nova membuat karya esai yang menyedihkan tentang pengalamannya jadi buruh bangunan untuk sebuah proyek di Nusa, dan belum dibayar. Ia menuliskan kekecewaanya dengan halus lewat gaya sastra, untuk menyuarakan haknya.
Di sesi akhir, semua peserta memilih karya terbaik pilihan mereka. Terpilih video ponsel pendek tentang Ngelawang oleh Juni Anaya yang mendokumentasikan kegiatan belajar nari dan Ngelawang di Rumah Belajar.
Motivasi dari Alumni
Jelang penutupan, hadir Wayan Sukadana, salah satu tokoh muda dan penggerak di Nusa. Sebelumnya ia bekerja di Dekranasda Kabupaten Klungkung, dan berhenti setelah memantapkan diri mengurus akomodasi yang sedang dibangun di rumahnya, Dusun Semaya, Desa Suana. Sentra pertanian rumput laut yang masih bertahan.
Ia berkisah, mulai menulis di Kompasiana, salah satu portal jurnalisme warga yang difasilitasi Kompas. Menurutnya selain bebas beropini, hal penting adalah data dan fakta. Terutama jika mengkritik sebuah kebijakan.
Pada 2012-2013, Sukadana mengingat di Nusa Penida saat itu banyak jalan rusak, air mati tidak ada yang tahu, banyak proyek pemerintah hadir seperti energi terbarukan tapi mangkrak.
Cikal bakal lahirnya nusapenidamedia.com dengan mengundang tim Balebengong/Sloka Institute untuk menghelat Kelas Jurnalisme Warga di Desa Sakti. Menurutnya inilah cikal bakal pergerakan anak muda Nusa lewat tulisan dan hasilnya secara rutin diterbitkan di Nusapenidamedia.com. Bahkan menurutnya konten atau isunya kerap diambil media mainstream.
Saat ini ia mengembangkan akun medsos yang memposting aneka informasi di page Fb bernama Nusa Penida Destination. Ia mengajak para peserta ikut membagi info dengan cara mengirim pesan atau lewat nomor WA.
Nusapenidamedia.com menurutnya saat ini agak vakum karena sejumlah pegiatnya memiliki usaha sendiri-sendiri. Namun ia masih semangat berkarya dan membuat sejumlah program literasi media.
“Saya ingin lihat seberapa penting pelatihan ini dan seberapa penting pengaruhnya. Nilai jual kalian adalah tulisan. Dewa dulu bukan siapa-siapa, karena sering nulis intens, ada peluang kolaborasi,” sebutnya. Menurutnya tulisan juga bisa cuci otak pembaca, contohnya jika air mati, jalan rusak kalau tidak ada yang posting maka tak ada yang merespon.
Rumah Belajar
Lokasi kegiatan direncanakan di Rumah Belajar (learning center) Banjar Ped, Desa Nyuh. Namun saat itu sarana yang diperlukan belum siap seperti area layar proyektor, papan plano, meja, dan lainnya. Masukan lokasi alternatif dari warga adalah Kantor Camat Nusa Penida.
Dibantu salah seorang alumni Kelas Jurnalisme Warga Nusa Penida pada 2013 sebelumnya yang bekerja di kantor camat, surat dikirim untuk peminjaman lokasi. Kami menindaklanjuti dengan mengontak Camat sekaligus mengundang untuk membuka acara. Pengelolaan konsumsi oleh salah satu staf kantor Camat yang mengurus kebersihan.
Jurnalisme warga (citizen journalism) adalah jurnalisme yang dikelola oleh warga, dari warga, dan untuk siapa saja. Sebagai aliran baru dalam jurnalisme, yang berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, jurnalisme warga merupakan alternatif dari media umum yang sudah ada seperti koran, radio, dan televisi.
Dalam jurnalisme warga, warga tidak hanya menjadi konsumen media tapi juga bisa terlibat dalam proses pengelolaan informasi itu sendiri mulai membuat, mengawasi, mengoreksi, menanggapi, atau sekadar memilih informasi yang ingin dibaca.
BaleBengong.id adalah portal yang dibangun sebagai upaya mewujudkan jurnalisme warga di sejak 2007. Dalam jurnalisme warga (citizen journalism), warga tidak hanya jadi objek berita, tapi sekaligus subjek. Warga terlibat aktif untuk menulis atau sekadar memberi respon atas sebuah kabar.
Jurnalisme warga memberikan kesempatan pada tiap warga untuk menggunakan sudut pandangnya sendiri dalam menulis. Objektivitas bukan hal penting dalam tulisan-tulisan di portal ini. Semua penulis menggunakan subjektivitas masing-masing. Namun semua berdasarkan fakta dan kejujuran (fairness). Karena itu pertanggungjawaban tiap kabar ada di kontributor.
Selain itu, kekuatan lain adalah partisipasi dan berpihak. Mendorong warga biasa untuk menulis, memotret, atau mendokumentasikan sendiri. Kemudian, informasi haruslah berpihak pada kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan atau tak mendapat tempat pada media arus utama. Tulisan-tulisan di media dibuat dengan perspektif advokasi pada kelompok perempuan, anak, orang miskin, dan kelompok termarjinalkan lain.
Tantangan dan Solusi
Perkembangan jurnalisme warga juga masih menghadapi tantangan. Salah satunya pada kapasitas warga untuk memproduksi informasi itu sendiri. Meskipun infrastruktur untuk memproduksi informasi tak lagi susah didapatkan, kapasitas warga untuk menggunakannya masih terbatas.
Kapasitas warga untuk menyampaikan informasi juga masih terbatas. Ini memang salah satu persoalan dalam perkembangan jurnalisme warga yaitu kurangnya kemampuan warga untuk menyampaikan informasi dalam bentuk yang lebih menarik untuk dibaca seperti dalam media arus utama.
Selain kurangnya kapasitas seperti kepercayaan diri untuk menulis, juga penggunaan blog dan internet. Medium ini terbukti sebagai pendukung masifnya perkembangan jurnalisme warga.