Siapa kira garam Kusamba diminati pangsa pasar luar negeri.
Meningkatnya permintaan pasar justru berbanding terbalik dengan jumlah petani garam yang terus menerus menurun. Begitu diakui Ketut Lambit, warga Kusamba.
Lambit sudah meninggalkan mencari nafkah dari bertani garam. Alasannya, pendapatan di bertambak garam tidak menentu.
Banyak petani garam di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung kini beralih profesi. Mereka lebih memilih kerja di sektor pariwisata, kuli bangunan, dan lainnnya. Sementara Ketut Lambit memilih jadi kuli panggul di pasar dengan penghasilan 15.000 sampai 20.000 per hari.
Lambit menceritakan bahwa orang tuanya adalah petani garam. Namun, kendalanya pada musim penghujan seperti sekarang sulit sekali untuk menjemur garam hingga tak bisa kerja. “Maklumlah kalau di sini petani garam ya hanya itu keahliannya, jadi sulit untuk kerja lain,” katanya.
Pak Lambit bekerja menjadi petani garam sejak usia 10 tahun hingga berumur 35 tahun. Di usia 40 tahun, dia memutuskan untuk menjadi kru kapal penyebrangan trayek Sanur – Nusa Penida selama lebih kurang 7 tahun.
Dikenangnya ketika itu pada area 2 are menghasilkan garam 30-40 kg sementara perkilonya 1.500. Hasilnya kemudian dijual ke pengepul dengan harga Rp 8.000 – Rp 9.000 per kg.
Hasil garam Kusamba sangat baik. Saya mendengar kabar bahwa garamnya di ekspor ke Jepang, Amerika serta Australia. Namun tetap saja sulit sekali bagi petani garam untuk maju jika hanyamengandalkan menjadi petani garam. Alasannya, mereka hanya disebabkan mengandalkan musim sementara lahan garapan juga dikerjakan 2-3 orang yang biasanya 1 keluarga.
Jadi kalau dihitung hitung sedikit sekali penghasilannya.
Bangga
Saya rasa garam Kusamba tetap yang terbaik. Saya pernah mencoba garam Jawa (semua garam di luar Bali dibilang garam Jawa) rasanya kurang nikmat. Jadi saya selalu makan dengan bumbu garam Kusamba.
Anaknya bisu karena pada usia 7 tahun terserang panas tinggi (step). Sambil memangku anaknya yang berumur 15 tahun itu dia memaparkan angannya agar pemerintah memperhatikan nasib petani garam. Bagaimana caranya agar para generasi penerus bangga menjadi petani garam. Hal tersebut karena di kelompok petani garam di desanya rata-rata berusia di atas 40 tahun semua.
Bagaimana mungkin ekspor garam berkualitas ini tidak ditanggapi dengan serius oleh Pemerintah. “Kami hanya berinteraksi dengan pengepul dari Klungkung yang katanya garam di ekspor ke luar negeri,” ujarnya.
Petani garam disini juga mengolah garapannya di atas tanah milik Negara. “Apakah bisa di musim penghujan kami terus berproduksi, apakah bisa nasib memanjakan kami sehingga ketahanan lokal bisa lestari,” harapnya kepada pemerintah. [b]
yang beginilah sepatutnya di beri perhatian pemerintah….
biar mereka merasa hidupnya sejahtera dengan bertani garam…
biar garam kusamba tetep lestari,,,apalagi garam ini enak sampai di ekspor keluar negeri lagi,,
kalau penerusnya semakin sedikit,,daerah kusamba yang terkenal akan garamnya bisa – bisa hanya meninggalkan nama saja…
saya sih kurang terlalu begitu tahu tentang proses penggaraman,,kalo misalnya ada alat yang bisa memebuat pembuatan garam lebih cepat,pemerintah sepatutnya memberikan donasi tersebut,supaya petani tersebut bisa bekerja lebih cepat dan hasil garam perharinya bisa banyak…
*mohon maaf jika salah, cuma pendapat