Taman Baca Kesiman hadir pertama kali pada 30 April 2014.
Sejak muncul di ruang publik lima tahun silam dengan tujuan menjadi tempat asyik mengusir picik. Perpustakaan alternatif yang sering disebut “TBK” ini menjadi semacam oase segar bagi pecinta buku di tengah-tengah suntuknya dunia pariwisata massal di Bali yang semakin keras dan berisik.
Namun, TBK dibangun bukan untuk anti pada arus besar pembangunan pariwisata yang begitu dipuja. Dia justru hendak menawarkan alternatif kesadaran kritis. Agar publik yang berkunjung di TBK bisa melihat dan menikmati Bali dengan cara berbeda dari wisata mainstream yakni: membaca buku, berdiskusi dan berkolaborasi, dengan terus merawat dan memberi hormat pada kebhinekaan Indonesia.
Dilengkapi dengan koleksi lebih dari 4,000 buku, warung kecil, kebun organik sehat dan play ground hijau, TBK juga sering didapuk menjadi venue acara-acara alternatif dan independen oleh kalangan muda di Denpasar dan sekitarnya, seperti: launching album musik, buku, nonton bareng film-film indie, pagelaran musik, hingga acara ultah beragam komunitas.
https://www.youtube.com/watch?v=KsADrhMtHTk Berdendang TBK
Lima tahun lalu TBK lahir, ia didirikan dari ide dan tangan dingin pasangan pebisnis dengan bendera Fair Trade, Agung Alit dan Hani Duarsa. Memanfaatkan tanah kebun warisan orangtua, pasangan ini memilih “mewakafkan” tanah waris itu menjadi ruang perpustakaan yang terbuka untuk publik, alih-alih mengubahnya untuk membangun hotel atau villa mewah pribadi.
Namun, tentu saja pilihan itu bukan tanpa konsekuensi. Ribuan koleksi buku pribadi Agung Alit dan Hani Duarsa dipindahkan dari rumah pribadi ke perpustakaan TBK ini untuk bisa diakses dan dibaca khalayak banyak.
Masuk di umur kelima, TBK memang belum bisa memenuhi harapan semua orang agar menjadi perpustakaan ideal dan mapan. Sebagai tempat membaca buku, TBK masih terus berproses. Kami berusaha untuk terus hidup dan berdinamika di saat laju pesat teknologi informasi begitu mendominasi gaya hidup masyarakat urban kekinian.
Sumber informasi yang membludak dari berbagai platform media sosial dan berita online, seolah mengharuskan orang untuk membaca cepat dan singkat. Aktivitas membaca buku offline apalagi di perpustakaan, dianggap menjadi sebuah aktifitas kemewahan, tapi sekaligus bisa juga dikira kurang kerjaan.
Kebiasaan membaca buku, apalagi menulis dan mendiskusikan buku memang belum membudaya bagi orang Indonesia pada umumnya. Tak heran jika tingkat literasi di Indonesia masih sangat rendah, di level internasional tingkat literasi kita bahkan setara dengan negara Botswana di Afrika.
Minat baca buku dan kesadaran literasi yang rendah tersebut menjadi dorongan tersendiri bagi Taman Baca Kesiman untuk berkontribusi dalam upaya mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Semangat untuk mendorong penguatan minat baca, berdiskusi, menghargai perbedaan pendapat, berpikir kritis dan progresif akan terus dipelihara dan bergelora di Taman Baca Kesiman.
Untuk terus memantik minat baca tersebut, dalam rangka peringatan 5 Tahun Taman Baca Kesiman, kami menggelar PESTA BACA pada 30 April-2 Mei 2019. Berlokasi di Taman Baca Kesiman, Jalan Sedap Malam 234, Denpasar.
Puncak perayaan “Pesta Baca” 5 Tahun TBK akan digelar 30 April, pukul 17.30 WITA, dengan acara utama “Sobyah Kebudayaan” dari Bapak Soesilo Toer (sastrawan cum pemulung) yang khusus diundang di acara ini dan datang langsung dari Blora, Jawa Tengah. Soesilo Toer juga penulis banyak judul novel, dan adik bungsu dari sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer.
Pesta Baca pada hari 2 dan 3 akan diisi dengan berbagai kegiatan seperti Bedah Buku dan diskusi, Lapak Buku, Kaos Keos Art, Mendongeng, dan Bermusik. [b]