Apa rasanya menjadi anak-anak dari generasi sebelumnya ke generasi sekarang ini?
Prof. Yolanda Corona Caraveo menjawabnya dalam Stadium General Antropologi Universitas Udayana pada Sabtu pekan lalu.
Masa kanak-kanak menjadi awal perkembangan seseorang sebelum menjadi orang dewasa. Kajian antropologi umumnya fokus pada sekelompok masyarakat yang terdiri atas pria dan/atau wanita. Namun, belum banyak penelitian mengenai anak-anak. Sekalipun ada, peneliti tidak melakukan wawancara langsung kepada anak-anak.
Prof. Yolanda Corona Caraveo meneliti makna kehidupan anak-anak dalam 4 generasi di Tepoztlán, sebuah desa di Meksiko Tengah. Antropolog asal Meksiko ini melakukan penelitian ini selama 15 tahun.
Dalam penelitian ini, dia mewawancarai 30 orang secara mendalam, pada mereka yang hidup dari generasi pertama hingga keempat. Usia informannya berkisar antara 10-89 tahun. Topik yang dibahas saat itu, makna menjadi anak-anak pada periode itu, pengalaman mereka sebagai anak-anak pada generasi itu, aspek-aspek yang masih terkenang di benak mereka setelah beralih menjadi orang dewasa dan perubahan-perubahan selama ini dalam pekerjaan, permainan, sekolah dan kehidupan ritual.
Pada generasi pertama ialah informan yang lahir antara 1910-1930. Anak-anak cenderung bekerja membantu orang tua. Anak perempuan lebih banyak membantu ibu melakukan pekerjaan rumah, sementara anak laki-laki berkebun. Sebenarnya pemerintah federal membuka sekolah gratis, namun tidak semua anak-anak dapat bersekolah. Anak perempuan umumnya tidak mendapatkan kesempatan untuk bersekolah.
“Mereka sulit mendapatkan perlengkapan sekolah yang harganya mahal. Di samping itu, mereka menganggap sekolah akan mengancam budaya lokal, karena mereka dilarang berbicara dengan bahasa daerahnya,” jelas Yolanda.
Selain sekolah, orang tua juga melarang anak-anak mereka bermain. Bagi mereka, bermain hanya membuang-buang waktu saja. Akhirnya anak-anak bermain secara sembunyi-sembunyi agar tak diketahui orang tuanya.
Pada generasi kedua, muncul pemahaman baru bahwa kehidupan itu tidak hanya soal pekerjaan saja. Para orang tua mulai mengizinkan anak-anaknya untuk bersekolah. Laki-laki dan perempuan sudah mulai digabung dalam satu kelas atau sekolah, meskipun tidak semua orang tua senang melihat anak perempuannya disatukan dengan anak laki-laki. Sekolah sudah digabungkan dengan permainan, orang tua pun sudah mulai memberikan ruang untuk bermain. Sedangkan pada kegiatan ritual, anak-anak sudah mulai berpartisipasi sebagai penari dan penyanyi.
“Perlahan-lahan situasi mulai berubah pada generasi kedua. Adanya kebebasan dan pengetahuan yang muncul pada masyarakat, bahwa kehidupan mereka tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka juga harus mengembangkan wawasannya,” kata Yolanda.
Pembangunan sarana perhubungan menjadi pemicu perubahan pada generasi ketiga. Perdagangan dan pariwisata sudah mulai berkembang di Meksiko. Hal ini menumbuhkan kegiatan ritual berkat pendapatan yang meningkat. Sekolah menjadi kegiatan yang paling ‘alami’ bagi anak-anak. Berbagai teknologi juga mulai berkembang, seperti televisi, radio serta penerangan jalan. Anak-anak memiliki waktu yang lebih banyak untuk bermain di luar rumah.
“Perubahan yang terjadi pada generasi ketiga akhirnya mengubah ekspektasi mereka terhadap masa depan anak-anak agar mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi,” tutur Yolanda.
Perubahan paling drastis terjadi pada generasi keempat. Pada saat itu, masyarakat lebih berkecimpung pada perdagangan dan pariwisata. Pertumbuhan ekonomi keluarga sudah lebih baik, sehingga anak-anak tidak perlu lagi bekerja. Anak-anak dan remaja pada generasi ini lebih menginginkan migrasi ke negara dan benua lain, seperti Amerika Serikat dan Kanada.
Pandangan terhadap pendidikan sudah meluas, anak-anak terpacu untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Aktivitas anak-anak di luar rumah juga menjadi lebih sedikit akibat munculnya video games. Meskipun demikian, mereka masih mempertahankan kehidupan ritual, bagi mereka ini sangat penting untuk memperkuat hubungan mereka dengan komunitasnya.
“Sebuah penelitian terhadap anak-anak sangat penting, karena anak-anak adalah saksi sejarah. Mereka turut menyaksikan perubahan-perubahan sejak kecil hingga dewasa. Di antara keempat generasi, saya melihat ada perubahan yang drastis terjadi pada perekonomian dan pemerintah,” tutup Yolanda.
Prof. Yolanda Corona Caraveo mempresentasikan penelitian ini di hadapan 157 peserta Stadium General Antropologi Unud 2014. Acara yang bertempat di Auditorium Widyasabha Fakultas Sastra dan Budaya (FSB) ini dibuka oleh Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S. selaku Dekan FSB.
“Kegiatan ini terlaksana karena memang terkait dengan aktivitas mahasiswa antropologi yang kita sebut KRAMA (Kerabat Mahasiswa Antropologi Udayana). Selain itu, acara ini masuk dalam rangkaian BKFS dan Dies Natalis Universitas Udayana ke-52,” kata Wayan Cika. [b]
Foto oleh: Putra