Bentara Budaya Bali kembali menggelar kegiatan budaya.
Pada Minggu pukul 18.30 WITA sore ini, sejumlah seniman akan memadukan beragam bidang untuk mentransformasikan puisi yang terangkum di buku antologi “Ciam Si” karya Tan Lioe Ie.
Pada musik puisi, komposer Wayan Gde Yudane melakukan sebuah transformasi dari puisi dalam kumpulan puisi Tan Lioe Ie, Ciam Si yaitu Ciam Si 1 dan 46 ke dalam komposisi musik.
Di sini puisi hadir tanpa kata yang “konvensional” kita kenal. Dia beralih ke dalam komposisi musik, di mana sepenuhnya merupakan interpretasi komposernya Wayan Gde Yudane atas “Berbagi Cahaya” (Ciam Si 1) serta “Tertawa” (Ciam Si 46).
Tidak seperti yang kita lazim kenal dengan musikalisasi puisi (puisi-musik), Yudane dengan transformasi total puisi ke dalam musik, tak menyisakan kata untuk dibacakan dan atau dinyanyikan.
Sementara perupa Nyoman Erawan dan Raden Cahyoko “Kokok” akan mengeksplorasi Ciam Si ke dalam Rupa Puisi. Dalam hal ini, dia akan memasuki suatu kebebasan dalam keterikatan. Kebebasan karena dia memiliki keleluasaan untuk memilih sebagian atau menangkap seluruh puisi dalam kitab Ciam Si untuk dilebur lalu dibentuk ke dalam karya seni rupa.
Rupa di sini tak dibatasi pada rupa konvensional berupa materi teraba saja, sementara keterikatan di sini, dia berangkat dari puisi yang ada dalam Kitab Ciam Si. Dan ini suatu tantangan kreatif juga, tentunya.
Lewat Gerak & Lafal Puisi, penyair Tan Lioe Ie, akan menghadirkan pembacaan puisi dari kitab Ciam Si, karyanya, dipadukan dengan gerak wushu yang relatif tertata serta gerak psiko-otomatisme yang relatif “liar” di mana satu dengan yang lain diharapkan saling menegaskan kehadirannya.
Memilih wushu adalah berangkat dari kesadaran, salah satu “turunan” Taoism yang secara historis “lekat” dengan Ciam Si adalah seni bela diri.
Menurut penyair Tan Lioe Ie, kerja sama lintas kesenian di sini, hadir dalam semangat kesetaraan di mana yang satu bukan sub-ordinat terhadap yang lain.
Acara ini didukung pula oleh Erick Est sebagai videografer audio visual book, Anom “Antida” Darsana selaku sound engineer dan penata cahaya, Maithila Bandem pada piano, serta pewushu dari Yayasan Garuda Dewata Wushu Indonesia.
Profil Seniman
Tan Lioe Ie dilahirkan di Denpasar, dikenal sebagai penyair sekaligus pemusik. Puisi-puisinya dimuat antara lain di Bali Post, Nusa, Kompas, Media Indonesia, Koran Tempo, Suara Merdeka, Beriata Buana, CAK, Horison, Coast Lines serta tersebar dalam lebih dari 20 Antologi bersama. Ciam Si adalah buku antologi puisi tunggal terkininya.
Buku-buku puisinya juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Belanda, Perancis, Jerman, Mandarin, dan Bulgaria. Pernah diundang tampil di De Winternachten Festival, Tasmanian Wirters’ & Readers’ Festival (2003), 10th Poetry Africa, Centre for Creative Arts University of Kwazulu-Natal, Durban dan berbagai event nasional maupun internasional.
Dia juga redaksi Jurnal CAK, pernah menjadi editor tamu Coast Lines Magazine, Editor Paradox, dan pernah aktif di Sanggar Minum Kopi, Bali. Bersama Band Puisi-Musik BALI PM, meluncurkan Album Puisi-Musik EXORCISM dan “Kuda Putih Remastered”.
I Wayan Gde Yudane, lahir di Kaliungu, Denpasar, menghasilkan karya musik konser, teater, instalasi maupun film. Meraih penghargaan Melbourne Age Criticism sebagaiCreative Excellent pada Festival Adelaide, Australia (2000) berkolaborasi dengan Paul Gabrowsky; Penghargaan Helpman sebagai Musik Orisinal Terbaik, Adikara Nugraha dari Gubernur Bali sebagai Kreator Komposisi Musik Baru (1999).
Tampil di Festival Jazz Wangarata, Australia (2001), keliling Eropa dengan Teater Temps Fort, Grup France and Cara Bali, juga Festival Munich dan La Batie. Karyanya: musik film ‘Sacred and Secret’ (2010), Laughing Water and Terra-Incognita, dan Arak (2004), serta sebagainya.
Nyoman Erawan, lahir di Sukawati, Gianyar, 27 Mei 1958. Ia merupakan lulusan STSRI Yogyakarta. Pameran tunggalnya antara lain; “Penciptaan dan Penghancuran”, Natayu Contemporary Art Gallery, Sanur, Bali (1995), Pameran tunggal lukisan & instalasi “Keindahan dalam Kehancuran”, Komaneka Gallery, Ubud Bali (1999), Pameran tunggal lukisan di The Gallery, Chedi, Kedewatan, Bali (2000), Pameran tunggal “Pralaya: Prosesi Kehancuran dan Kebangkitan”, Gedung Bentara Budaya Jakarta (2003), dll.
Erawan turut dalam pameran bersama di antaranya: “Reading Multi Sub Culture”, Two Demension Indonesian Fine Art, Berlin Jerman (2004), Pameran Ilustrsi Cerpen Kompas, Bentara Budaya Yogyakarta (2006); “Bali Biennale Astra Otoports Award 2005”, Sika Contemporary Art Gallery, Ubud Bali, Biennale Jakarta XII 2005 “Beyond The Limit and its Challenges”, Galeri Nasional Jakarta (2006); “The Gate: Pre Discourse” Semar Art Gallery Malang dan Hu Bei Art College Wu Han, China (2006), “Imagined Affandi” Peringatan 100 tahun Affandi, Gedung Arsip Jakarta 92007), dll.
Dia meraih penghargaan dari Winsor & Newton Inggris (1992), First Prize “The Philip Morris Group of Companies Indonesia Art Award” (1994), “Astra Otoparts Art Award 2005” sebagai Life Time Achievement, Bali Biennale 2005.
Raden Cahyoko a.k.a Kokok. Lahir di Semarang dan menamatkan pendidikan di Institut Seni Indonesia tahun 1989. Sejak tahun 1992 mendirikan komunitas desain “multimedia sindikat” di Yogyakarta. Beberapa karya yang dihasilkan komunitas ini seperti Interactive Multimedia System atau sering disebut KIOSK yang telah tersebar di beberapa daerah. Pada tahun 1993-1995 menjadi creative director di Computa Jogja. S
ejak tahun 1998 hijrah dan menetap di Bali, mengembangkan sebuah bengkel multimedia yang mencoba bergerak di bidang desain. Tahun 2002 berubah haluan menjadi seorang movie director, bergabung dengan Air Diving Course untuk mengerjakan beberapa project underwater video untuk departemen kelautan dan film dokumenter, serta aktif menggarap berbagai artvideo.
Mulai tahun 2005 mencoba menjajaki seni fotografi dan kemudian memfokuskan diri menggeluti video mapping, salah satu bidang di dalam berkesenian yang lebih mengutamakan motion graphic atau animasi, baik 2 dimensi atau 3 dimensi. [b]