Sinar mentari pagi yang hangat diiringi kicauan burung di kaki Gunung Agung. Keindahan Desa Adat Geriana Kauh kian terpancar karena adanya lahan sawah organik.
Lahan itu salah satunya diperjuangkan oleh Gede Artana. Ia merupakan Sekretaris Komunitas Dewi Sri Amerta Agung. Komunitas ini mewadahi para petani di Desa Adat Geriana Kauh yang fokus memperjuangkan lahan pertanian organik pada jenis tanaman padi.
Awal mula pertanian organik yang di Desa Adat Geriana Kauh sejak tahun 2021. Jumlah anggota komunitas pertanian organik ini 25 orang.
Pertanian organik ini berbeda dengan pertanian konvensional. Bedanya terletak pada pupuk dan proses perawatannya. Artana mengungkapkan, para petani di komunitas ini menggunakan bahan-bahan organik yang terbebas kandungan bahan kimia. Dahulu, hasil panen dari lahan sawah organik ini sedikit.
Lelaki yang sudah bertani sejak kecil ini berharap agar sawah organik dapat dilakukan secara berkelanjutan dan berkembang dengan lebih baik lagi. “Tantangan dari petani organik karena petani sudah nyaman mengunakan pertanian konvensional atau mengunakan proses kimia dan dari pandangan petani, pertanian organik dengan pertanian biasa itu sama saja,” ucap Artana.
Peranan Desa Adat Geriana Kauh dalam pertanian organik sangat mendukung adanya pertanian organik. Menurut Bandesa Geriana Kauh, Nyoman Subrata bahwa Ia sangat mendorong desa adat yang dipimpinnya agar mewujudkan pertanian organik supaya menyeluruh dan berkelanjutan.
Subrata juga menambahkan bahwa awig-awig maupun pararem secara khusus mengatur pertanian organik belum ada di Geriana Kauh. Meskipun demikian, Subrata menjamin, pihak desa adat sangatlah mendukung pertanian organik. Hasil panen pertanian organik ini untuk kebutuhan konsumsi dari warga atau petani itu sendiri.
Permasalahan penjualan hasil pertanian organik, bahwa warga masih menggunakan hasil pertanian konvensional. Sehingga, peminat pertanian organik masih sangat sedikit. “Warga masih menganggap bawa hasil penen biasa dan penen organik itu sama dan itulah yang menjadi tantangan dari penjualan hasil panen padi organik,” jelas Artana.
Keberadaan Kelompok Tani Organik di Desa Geriana Kauh ini sudah lolos sertifikasi organik dan memiliki sertifikat dari lembaga sertifikasi LESOS.
Sinergi lintas generasi amat dibutuhkan dalam pengembangan pertanian organik khususnya padi organik. Artana percaya minat muda-mudi desa dalam pertanian organik ini cukup besar. Sebab bagi Artana proses pengembangan pertanian organik cukup mudah dan bahan yg digunakan dapat dibuat sendiri dengan campuran limbah organik dari dapur maupun dari buah-buahan hingga sayur yang sudah tak layak.
“Peran perempuan baik yang muda sampai tua sangat mendukung adanya pertanian organik ini dari proses pembuatan pupuknya juga didukung sekali dan membantu bapak-bapak di sawah,” ujar Artana.
Pertanian organik yang ada di Desa Adat Geriana Kauh tersebar di 24 titik. Biasanya sawah pertanian organik ditemui tanaman eceng gondok di bagian sudut aliran air dan berisi saringan air. Dari sanalah dapat diketahui perbedaan antara sawah yang organik dengan sawah konvensional (non organik).
Perbedaannya sawah pertanian organik atau tidak, juga dapat dilihat dari kualitas tanahnya. Pada lahan pertanian sawah organik teksturnya halus dan banyak dijumpai cacing serta berisi bakteri baik dalam perkembangan pertanian. Sedangkan pertanian konvensional memiliki tekstur tanah yang padat dan jarang ditemukannya cacing.
Meskipun baru dikembangkan dua tahun lalu, baik Antara maupun Subrata meyakini bahwa pertanian organik mampu menjadi denyut baru kehidupan bagi Geriana Kauh.