Sesungguhnya judul esai ini mewakili berbagai pertanyaan yang timbul tenggelam di kepala saya.
Setelah ini apa lagi strategi yang diterapkan pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19 yang masuk Indonesia sejak awal Maret 2020? Jujur saja, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat hanya berhasil menekan kehidupan rakyat semakin jatuh ke bawah. Tidak untuk menekan laju penyebaran Covid-19.
Pada hari terakhir penerapan PPKM Darurat Selasa, 20 Juli 2021 sebelum akhirnya kembali diperpanjang, jumlah kasus positif nasional sebesar 2.950.058 kasus. Kasus malah bertambah 38.325 kasus.
Kalau kembali dilihat trennya, hari ke hari jumlah kasus terus meningkat. Apakah hal ini bisa dikatakan sebagai indikasi bahwa penanganan Covid-19 di Indonesia dapat teratasi?
Belakangan seiring dengan kasus COVID-19 yang terus meningkat, PPKM Darurat juga diisi dengan berbagai narasi dan kebijakan kontroversi dari pemerintah. Mulai perbedaan narasi penanganan COVID-19 hingga kebijakan vaksin berbayar mewarnai hiruk pikuk pandemi di Indonesia.
Saya cukup kaget dengan pernyataan dari Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy yang mengatakan bahwa PPKM Darurat akan kembali diperpanjang sampai akhir Juli. Tak hanya sampai di situ, ia pun menyebutkan bahwa Indonesia memasuki keadaan darurat militer. Cukup aneh buat saya.
Dan pemerintah tidak berhenti membuat saya kaget, lebih tepatnya bingung. Keesokan harinya setelah pernyataan Muhadjir Effendy, kini Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi sekaligus Koordinator PPKM Darurat Jawa Bali, Luhut Binsar Panjaitan menyatakan bahwa perpanjangan PPKM Darurat masih dalam kajian. Akibatnya, saat itu (Konferensi Pers Evaluasi PPKM Darurat) belum menuai keputusan. Apakah perbedaan narasi tersebut bisa saya sebut sebagai indikasi bahwa dalam penanganan pandemi di Indonesia antara satu menteri dengan menteri yang lain tidak satu komando?
Istilah Baru
Sebenarnya saat saya membaca Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali saya tidak terlalu terpaku dengan judul. Saya lebih serius untuk membaca isinya. Penasaran saja apa hal baru yang diatur di dalamnya. Namun, setelah selesai dan iseng membuka Facebook, saya banyak menemukan status teman-teman yang menyoroti pergantian istilah tersebut. Bahkan tak sedikit yang meresponnya dengan cara komedi.
Saya pun hanya tersenyum. Tak jarang juga tertawa lepas melihat gambar-gambar lucu yang sengaja dibuat netizen dalam merespon aturan baru tersebut.
Mulai dari PSBB, PPKM Mikro, hingga PPKM Darurat. Itulah kira-kira rekam jejak perubahan istilah yang digunakan oleh pemerintah dengan penerapan yang kurang lebihnya sama saja. Akibatnya pergantian istilah dari PPKM Darurat menjadi PPKM Level yang diterapkan di masa perpanjang ini bukanlah hal baru bagi rakyat Indonesia.
Pertanyaan yang selalu ada di kepala saya hanya satu, kebijakan apa yang akan diterapkan oleh pemerintah setelah ini? Mengingat rakyat sudah berada di bawah tekanan ekonomi yang begitu hebat. Semua sektor sudah menjerit, solusi dari pemerintah juga masih solusi-solusi lama yang saya kira tidak menuntaskan persoalan.
Akhir Riwayat PPKM?
Sejenak saya memiliki pemikiran agak nakal setelah menyambungkan kejadian-kejadian belakangan ini. Mulai dari perbedaan narasi terkait penanganan COVID-19 hingga pemerintah memutuskan untuk memperpanjang penerapan kebijakan PPKM. Namun, sebelum lanjut, saya sebenarnya sudah merasa agak aneh sejak awal ditetapkannya kebijakan PPKM Darurat yang diterapkan sejak 3-20 Juli 2021. Rentang waktu penerapannya 18 hari. Tidak seperti PPKM sebelum-sebelumnya yang mengambil rentang waktu 14 hari.
Masyarakat awam sekiranya sudah tahu bahwa 14 hari adalah masa inkubasi virus COVID-19, tetapi berbeda halnya dengan 18 hari. Apa pertimbangan pemerintah untuk memutuskan menerapkan PPKM Darurat selama 18 hari? Meski sangat terlambat untuk mempertanyakan ini, tapi saya rasa tidak ada salahnya untuk mempertanyakan hal itu sekarang.
Belum lagi keputusan pemerintah untuk memperpanjang PPKM hanya 6 hari dengan harapan laju penularan COVID-19 dapat ditekan secara maksimal. Tentu itu menjadi pertanyaan-pertanyaan yang timbul tenggelam di kepala.
Oke, lanjut ke pikiran nakal yang sudah saya katakan di paragraf sebelumnya. Saya merasa bahwa Muhadjir Effendy seorang Menteri Koordinator tentu tidak sembarang dalam ber-statement di muka media. Perbedaan statement antara Muhadjir Effendy dengan Luhut Binsar Panjaitan yang hanya berselang sehari bisa diindikasikan bahwa di internal istana pun masih kebingungan dalam mengambil kebijakan. Utamanya untuk memberi angin segar bagi rakyat kecil. Di sisi lain, pemimpin-pemimpin daerah sudah secara terang-terangan mengungkapkan keberatannya.
Jika berangkat dengan teori dari Thomas Dye yang beranggapan bahwa kebijakan publik (public policy) adalah untuk memperbaiki kehidupan masyarakat. Dalam pembuatan kebijakan publik tidak bisa dilepaskan dengan aktivitas politik. Tuntutan hingga dukungan menjadi masukkan bagi pemerintah dalam prosesnya mengeluarkan satu kebijakan. Hari ini pemerintah lebih dominan menerima tekanan dari daerah untuk memberikan kelonggaran bahkan menyudahi kebijakan PPKM ini.
Berangkat dari hal tersebut di atas, bisa disimpulkan secara dini bahwa kebijakan perpanjangan PPKM Darurat ataupun PPKM Level 4 merupakan win win solution yang dapat diberikan oleh pemerintah saat ini. Di satu sisi pemerintah memiliki keinginan menekan laju penyebaran COVID-19, di sisi lain pemerintah ingin kembali menggerakkan ekonomi rakyat kecil agar kehidupannya tidak semakin sulit.
Melihat situasi sekarang, sulit rasanya mengatakan bahwa pandemi COVID-19 di Indonesia sudah teratasi. Bahkan perpanjangan PPKM masih terus membayangi masyarakat, yang sudah berharap bisa beraktivitas dengan waktu normal tanpa diliputi rasa was-was diciduk Satpol PP. Sebagai rakyat, kita juga patut menunggu terobosan apa yang bisa pemerintah berikan dalam penanganan pandemi Covid-19.
Apakah pemerintah hanya akan mengubah istilah kembali? Ataukah pemerintah menemukan formula yang tepat dalam mengatasi krisis multidimensi ini? Mari kita tunggu bersama sembari tetap memberikan masukkan dan menerapkan protokol kesehatan. [b]