Oleh Luh De Suriyani
Sejumlah praktisi kesehatan reproduksi dan hak-hak perempuan sepakat mengadvokasi kebijakan Mengadvokasi Pro Choice untuk 18 Ribu Kehamilan Tak Diinginkan (KTD) di Bali.
Hal ini dibahas mendalam di workshop soal Hak Perempuan dan Kehamilan Tak Diinginkan yang dilaksanakan Kita Sayang Remaja (Kisara), lembaga pemberdayaan remaja, Senin pekan lalu di Denpasar.
Bali mencatat jumlah kehamilan tak dinginkan sebanyak 18.582 orang per tahun. Data estimasi terakhir pada 2006 ini dirangkum Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Bali dari jumlah perempuan menikah yang tidak menggunakan KB dan jumlah kegagalan KB di Bali.
“Angka ini lebih kecil dari kenyataannya karena perhitungannya tidak termasuk remaja dan seperti fenomena gunung es. Apalagi KTD di Bali sudah dianggap suatu hal yang biasa,” ujar dr Nyoman Mangku Karmaya, ahli kesehatan reproduksi.
Sebagian besar dari korban KTD diakui Mangku Karmaya menggunakan cara aborsi yang berbahaya seperti obat-obatan non medis.
Hal ini nampak dari hasil assesment organisasi advokasi remaja Kisara-Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia Bali. Selama empat bulan saja, September – Desember 2008, sebanyak 90% atau 156 orang pasien Kisara Youth Clinic (KYC) dengan masalah KTD.
“Sebagian besar membutuhkan akses aborsi yang aman karena 84% dalam status belum menikah, sisanya masih sekolah, belum siap secara ekonomi dan mental,” ujar dr. Citra Wulan Sucipta Putri, dokter di KYC.
Menurut Citra pihaknya dilematis menangani situasi ini karena aborsi aman belum ada aspek hukumnya. “Kami hanya melakukan konseling dan memberikan pilihan-pilihan lain. Sayangnya 80% pasien tidak bisa di follow up lagi.”
Dari pasien yang bisa di followup, banyak yang memilih terpaksa menikah dan aborsi tidak aman.
Hal ini menurut Mangku Karmaya karena kurangnya informasi kesehatan seksual di tingkat remaja. “Kami terus mengadvokasi kespro sebagai intrakurikuler di tingkat sekolah atau berintegrasi dengan pelajaran lain di sekolah,” ujar Mangku yang juga Penasehat PKBI Bali ini.
Akses pelayanan aborsi yang aman ini menurut Mangku tidak semata aborsi aman tapi pendidikan seksual bagi pelaku hubungan seksual aktif.
Pilihan pro choice bagi perempuan di antaranya punya hak mengatur kespro seperti waktu kehamilan, jumlah anak, dan lainnya.
Penyelesaian KTD selalu mengarah ke aborsi karena tidak ada jaminan pemerintah untuk membantu. “Stigma masyarakat dan budaya di Indonesia tidak memberikan pilihan selain aborsi, akhirnya melakukan usaha sendiri untuk aborsi yang tidak aman.”
Tak heran tambah Mangku angka kematian ibu di Indonesia tertinggi di Asia. “Hanya orang kaya yang mampu melakukan aborsi. Biayanya sangat mahal akibat tindakan risiko tinggi oleh dokter.
Kebijakan pro life di Indonesia saat ini menolak akses aborsi yang aman karena meyakini janin sudah bisa berpikir, bahkan sejak pembuahan. “Padahal pengguguran kandungan ada sejak dahulu untuk mengatur fertilitas. Jamu peluntur, nenas muda, tusukan bambu, dan alat lainnya untuk aborsi adalah kebudayaan di Indonesia dan sangat tidak aman,” tukas Mangku Karmaya.
Amelia Febrina, siswa SMAN 1 Kuta Utara mengakui dari pengalamannya, hubungan seksual aktif sangat banyak di kalangan sebayanya. “Sayangnya mereka sama sekali tidak tahu cara-cara yang bertanggung jawab untuk menanganinya, apalagi sampai KTD,” ujarnya.
Pelanggaran hak perempuan ini menurut Degung Santikarma, seorang antropolog, dilakukan oleh negara dengan program pesan-pesan moralitas.
“Mereka yang menentang kehendak negara akan dikenai tuduhan perempuan bejat, pemberontak, dan stigma lainnya. Kenapa tidak ada satu institusi pun yang bisa membantu perempuan dalam kondisi KTD?” tanyanya.
Kisara mengaku terus menuntut keadilan bagi perempuan dengan kehamilan tak diinginkan. “Hilangkan stigma, beri kesempatan remaja hamil melanjutkan sekolah,” ujar dr. Citra. [b]
Saya tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan dukungan untuk gerakan semacam ini, tapi yang jelas, kita harus berpikir dan bertindak praktis (sbg manusia terhadap manusia yang lain).
Melihat realitas yang ada, tanpa prasangka apapun – adalah lebih baik daripada tidak melakukan sesuatu karena kita mempunyai pemahaman yang salah, atau bahkan menghakimi mereka dengan standar moral/agama.
Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, dan biarkan mereka belajar dengan caranya sendiri – yang perlu kita lakukan adalah membantu mereka sebaik mungkin pada waktu mereka membutuhkannya.
Hormat saya kepada para tokoh yg di sebut diatas …
ibu santi,
ibu tidak sendiri mengalami kegagalan alat KB. Saya tidak bisa memberikan saran karena skarang kondisinya sudah medis. Silakan berkonsultasi di PKBI Bali, jalan gatsu IV denpasar.
Saya sarankan tidka menggunakan obat atau jamu yang tidak aman untuk calon janin.
daripada melakukan aborsi, lebih baik melakukan pencegahan dengan cara ber-KB….. pemerintah harus lebih banyak memberikan informasi dan pembelajaran kepada masyarakat
mr.john
http://www.obataborsi.co.nr/
http://obatmanjurku.blogspot.com