Saya bukan penggemar matahari terbit di pantai Sanur.
Seperti pagi itu, saya datang ketika banyak wisatawan sedang menyaksikan matahari terbit mulai berhamburan pergi. Saya bersiap menyeberang ke pulau kecil Nusa Lembongan.
Pukul 7 pagi saya harus berkumpul untuk kemudian menyeberang ke Nusa Lembongan. Setelah ngopi dan menunggu sekitar 30 menit, rombongan dari I’m an Angel datang dan kemudian kami semua naik ke fast boat.
Rencana Jumat lalu adalah mengikuti kegiatan mereka mengunjungi 2 sekolah dasar di Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Ombak tinggi mengisyaratkan perjalanan kali ini bakal seru.
Kami sampai di Desa Jungut Batu pukul 8.20 WITA. Kolam pinggir pantai dengan beberapa turis yang sedang menikmati sengatan matahari menarik perhatian. Pulau ini sudah seperti pulau induknya.
Konon, pariwisata di sini berkembang pesat sejak tahun 1991, kebanyakan disuplai oleh para expat dari “main island”. Dari sea walker sampai mobil boogie jadi andalan pariwisata pulau ini.
Selain turis, di pinggir pantai banyak sekali rumput laut sedang dijemur. Memang mayoritas penduduk Nusa Lembongan masih menjadi petani rumput laut, meski sambil bekerja di sektor pariwisata dan pekerjaan lainnya. Beberapa di antaranya juga mengolahnya jadi makanan, seperti dodol, keripik, bahkan minuman.
Dari Desa Jungut Batu, saya naik motor dibonceng Pak Rama menuju SD Negeri 3. Jalanan berlubang dan berkendara tanpa helm mengingatkan saya akan titik-titik pantai indah di Bali. Saya jadi bertanya, apakah pulau yang indah harus memiliki jalanan yang rusak?
Sampai di SDN 3 Lembongan, anak-anak yang mungkin sudah tahu bakal ada kunjungan antusias sekali menyambut rombongan, seperti pada umumnya anak-anak sekolah dasar. Senangnya, mereka unjuk gigi dengan menyanyi sampai mendongeng dengan bahasa daerah, meski saya tidak mengerti artinya.
Perjalanan lanjut ke Nusa Ceningan, pulau kecil yang hanya dihubungkan oleh jembatan yang hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki dan motor.
Biru langit dan air laut yang jernih sungguh menawan ketika melintasi jembatan ini. Ingin sekali lompat dan merasakan segarnya mandi air laut, sebelum tahu di pinggiran pantainya banyak sampah dan polusi yang entah mungkin sisa solar atau limbah berwarna coklat.
Yang menarik dari perjalanan ke Nusa Lembongan kali ini adalah cerita tentang Gala-Gala “Underground House”. Sebuah rumah buatan di bawah tanah yang terinspirasi dari salah satu episode di cerita Mahabarata tentang Pandawa yang berusaha menyelamatkan keluarganya dari Kurawa dengan membangun goa bawah tanah.
Almarhum Made Byasa membangun rumah bawah tanah ini dari tahun 1961 sampai 1976, dan sekarang berhasil memberi penghidupan bagi anak cucunya.
Setiap perjalanan saya, selalu tidak cukup jika hanya dengan sehari atau bahkan kurang. Saya akan kembali lagi untuk lebih mengerti tentang apa-apa yang terjadi di sana, tidak sekadar menikmati keindahannya. [b]
Wah artikel yang menceritakan pengalaman langsung ke Nusa lembongan. Semakin banyak yang membahas Nusa lembongan semoga semakin banyak yang berkunjung ke Nusa Lembongan. Saya sendiri sebagai orang asli Pulau ini merasa bangga. Kalau cuma sehari rasanya belum puas menikmati keindahan Nusa lembongan mas Lugu. Sesekali coba menginap mas lugu. rasakan keindahan panorama di pagi hari dan sore hari pasti sangat berbeda dengan tempat mas lugu tinggal saat ini.
Selain itu coba juga juga kuliner asli pulau nusa lembongan. Pasti enak dan lezat untuk disantap. Semoga Pulau Nusa lembongan bisa memberikan kenangan dan pengalaman berwisata yang tidak terlupakan. datang lagi ya lain kali mas lugu.
terima kasih
Salam Komang Yong