Tahun ini menandai 30 tahun kehadiran Yayasan Gaya Dewata hadir di Bali berkembang wadah ramah bagi komunitas lesbian, gay, biseksual, transgender, dan orientasi serta ekspresi seksual lainnya, populer dengan LGBT. Menjadi ruang berekspresi yang ramah untuk semua gender. Mulai dari berorganisasi, mengenali jati diri, dan penanggulangan infeksi menular seksual (IMS), HIV, dan AIDS.
Perjalanan panjang sudah dilewati yayasan dibentuk pada 1999 ini hingga berfokus pada isu kesehatan. Berawal dari tahun 1992, teman-teman gay dan waria berkumpul dalam sebuah komunitas untuk mengenal jati diri dan advokasi. Kebersamaan yang solid dari berbagai daerah, akhirnya memutuskan membentuk yayasan untuk waria dan gay di Bali. Diberi nama Yayasan Gaya Dewata.
“Kalau di daerah lain ada Gaya Nusantara di Surabaya, sebagai pelopor organisasi gay di Indonesia,” kata Arya dari Gaya Dewata.
Sebelum beranjak pada isu kesehatan, di awal organisasi ini terbentuk lebih banyak mengadvokasi tentang hak-hak mereka sebagai warga Indonesia. Ketika itu, isu tentang HIV/AIDS masih awam di komunitas ini.
Beranjak ke tahun 90-an akhir pengetahuan tentang HIV dan AIDS mulai dikenal. Arya mengakui saat mengenal isu itupun, tak banyak yang dilakukan antar individunya untuk mitigasi HIV/AIDS. Namun, lebih banyak promosi kondom.
Program untuk LGBT semakin beragam. Pada 2002 tes HIV oleh kawan-kawan waria sudah mulai dilakukan. Menjadi momen yang tak mudah karena masyarakat melihat sebelah mata ketika kawan-kawan LGBT datang ke Puskesmas untuk tes. “Teman-teman masih malu datang ke puskesmas waktu itu,” kata Arya dari seberang telepon.
Selang lima tahun, kesadaran dan kepedulian terhadap kesehatan di kalangan LGBT bertambah pesat. Pada 2007-2008 teman-teman gencar melakukan tes HIV. Tak lagi malu-malu untuk datang ke puskesmas. Tes HIVjustru menjadi cek kesehatan rutin dan biasa saat ini.
Hingga saat ini, program pemberdayaan kawan sebaya terus dilakukan untuk menumbuhkan kepedulian terhadap kesehatan. Dengan terus melakukan penjangkauan untuk pendampingan cek kesehatan oleh kawan sebaya.
Penjangkauan oleh teman sebaya jadi pilihan yang efektif secara psikologi. Dengan sistem klien, kawan komunitas melakukan gerakan penanggulangan risiko penularan HIV melalui kesadaran tes rutin. Penjangkauan ini dilakukan sejak akhir 2000an. Hasilnya, sekitar 5000-8000 waria dan gay dapat dijangkau untuk tes kesehatan.
Program yang berkelanjutan memberi akses kawan komunitas untuk fokus pada perawatan kesehatan secara mandiri saat ini. Meski kemandirian itu sudah tumbuh, Arya menyebut penjangkauan teman sebaya tetap dilakukan.
“Kami tak memiliki data berapa teman komunitas yang belum terakses layanan kesehatan. Sehingga, penjangkauan dan pendampingan masih dibutuhkan hingga saat ini,” katanya.
Kesulitan mendata ini karena teman-teman LGBT di Bali banyak rantauan. Apalagi di masa pandemi banyak yang sudah pulang kampung. Penjangkauan teman sebaya di Bali dilakukan di 3 daerah terbanyak yaitu, Denpasar, Badung, dan Singaraja.
Sebagai bentuk mengasah kemampuan, ragam pemberdayaan pun hadir untuk komunitas. Tahun 2020 ketika pandemi mematikan sumber penghasilan, ada ragam pelatihan usaha diberikan. Mulai dari usaha salon kecantikan, kuliner, hingga menjahit. “Selain pelatihan, tahun 2020 ada bantuan sembako dan makanan ke teman-teman LGBT, uang tunai 300 ribu per orang selama 3 bulan,” papar Arya.
Pandemi menggoyahkan pertahanan sebagian teman-teman LGBT sehingga tak lagi mampu membayar sewa rumah, kos dan lain-lain. Sehingga tak banyak pelatihan usaha yang bertahan. Mereka memilih untuk pulang kampung agar bisa makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Ada 50 orang yang mengikuti pelatihan ini, namun, yang bertahan hingga saat ini hanya 1-2 orang saja,” tandasnya.
Satu persoalan tentang kesadaran akan kesehatan mulai menemukan jalan terang. Namun, masih berjuang untuk hak mendapatkan pekerjaan, karena hanya ada beberapa sektor yang ramah LGBT. Misalnya salon kecantikan, kuliner, dan ojek online. Padahal kebebasan untuk mendapatkan pekerjaan adalah hak asasi dan juga cara bertahan di tengah pandemi Covid-19.