Menangkap ikan secukupnya dengan alat dan cara sederhana.
Sebagai daerah kepulauan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali termasuk daerah kaya ikan di tiga pulaunya yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan. Namun, nelayan di sini sadar diri.
Mereka tak mau mengeksploitasi sumber daya perikananannya dengan tidak menangkap secara besar-besaran. Nelayan di Nusa Penida memilih menggunakan alat dan metode penangkapan ikan yang ramah lingkungan.
Tradisi menangkap ikan di pesisir Nusa Penida banyak jenisnya. Mulai metet, ngecesin, mohboh, pasang bubu, dan memasang geguan nyundih adalah beberapa cara tradisional sederhana menangkap ikan di Nusa Penida.
Contoh pertama seperti yang dilakukan Ketut Desa di Desa Sental Kauh. Dia membuat alat bernama bubu yang digunakan untuk menangkap ikan.
”Dulu semasih muda saya sampai memasang 9 buah bubu. Satu buah bubu bisa mendapatkan ikan 6 Kg dengan berbagai jenis,” I Ketut Desa.
“Biasanya kami jual. Kini hanya satu dua bubu yang bisa kami pasang,” tuturnya.
Itu Ketut Desa ceritakan ketika ditemui di pinggir jalan sedang membuat bubu. Bubu adalah anyaman bambu yang dibuat sedemikian rupa untuk memerangkap ikan.
Ukuran bubu 1,5 x 0,5 meter. Ditenggelamkan di laut, sehari kemudian baru dicek apakah ada ikan yang terperangkap atau tidak.
Lebih lanjut Ketut Desa menceritakan di usia yang sudah lanjut dirinya sudah tidak mampu lagi memasang bubu lagi di laut.
“Karena sudah tua saya tidak bisa memasang bubu lagi. Karena saat memasang bubu kita harus menyelam,” tambahnya. Kini dia membuat bubu untuk anaknya yang melanjutkan tradisi memasang bubu.
Contoh kedua adalah Made Tambun di Desa Majuh Batumulapan. Ia medapat ikan dengan ngeter. Cara ini digunakan untuk mendapatkan ikan segar yang kemudian dijual di rumah makannya di warung Batan Bekul.
Sate gurita dan ikan yang dijadikan menu utama warung tepi pantai ini adalah hasil dari ngeter yaitu berburu ikan dan gurita sambil menyelam. Hampir 70 persen lauk pauk ikan dan gurita di warungnya dia dapatkan dari ngeter. Sisanya baru beli itupun kalau sedang ramai dan stoknya habis.
Tambun bercerita bahwa cara ngeter itu justru dia pelajari dari bule. Ketika menyelam, dia harus menahan napas sampai 2,5 menit. Untuk itu, dia belajar cara menahan napas. “Saya belajar yoga dari bule sehingga bisa menahan napas saat menyelam sampai 2,5 menit,” katanya.
Saat ngeter, Tambun menyelam di sisi timur Pulau Nusa Penida. ”Kalau saya menyelam dari Suana ke arah barat munculnya di Batu Majuh, sekitar empat kilometer saya menyelam. Saya menembak ikan ataupun gurita secukupnya kira-kira 20 kg”, ujarnya.
Cara penangkapan ikan pemilik seperti Tambun ini termasuk ramah lingkungan karena mengambil seperlunya. Laut dianggap kolam ikannya sendiri sehingga muncul rasa memiliki terhadap laut dan menjaganya dengan bagus.
Contoh ketiga adalah cara ngecesin, memancing secara tradisional di Nusa Penida.
Masyarakat Nusa Penida khususnya di pesisir hidupnya tergantung dari laut. Baik sebagai petani rumput laut, nelayan ataupun pemandu wisata laut.
Ada tradisi yang terbangun di Nusa Penida memancing dengan menggunakan kayu yang dibuat seperti ikan. Biasanya disebut dengan ces.
Cara menggunakannya, ces ditautkan dengan tali yang telah diikatkan senar. Senar terbuat dari serabut kain warna warni. Tujuannya agar ikan melihatnya seperti makanan.
Gigi ikan bergerigi akan tersangkut pada senar dan ikan bisa ditarik untuk ditangkap. Salah satu nelayan yang masih menggunakan metode ini adalah I Wayan Putra. Pada Minggu kemarin, dengan cesannya ia menangkap 3 ekor ikan dengan ukuran sedang.
“Tadi ada 3 ekor ikan yang didapat dengan cara ces. Musim-musim ini lumayan hasil tangkapan ikannya. Karena ikan muncul ke permukaan mencari makan yang terbawa air hujan,”, cerita I Wayan Putra.
Dengan metode dan alat sederhana, nelayan di Nusa Penida seperti Desa, Tambun, dan Putra bisa memenuhi kebutuhan ikan sehari-hari tanpa harus mengambil secara berlebihan. [b]