Teks dan Foto I Made Andi Arsana
Rasanya baru kemarin menyaksikan nuansa Bali yang sedemikian meriah di halaman Old Darlington School, Sydney University. Ternyata masa itu telah berlalu 210 hari lamanya. Minggu lalu, suasana yang sama hadir kembali di tengah-tengah Komunitas Bali (Balinese Community, BC) di News South Wales (NSW), Australia.
Halaman Old Darlington School di Sydney University kembali dimeriahkan oleh nuansa Bali yang sangat kental. Hari Sabtu (24/10/2009) lalu masyarakat Bali di NSW kembali merayakan Galungan dan Kuningan dalam suasana yang penuh keakraban. Ini adalah Galungan dan Kuningan kedua dan terakhir di tahun 2009, yang jatuh pada tanggal 14 dan 24 Oktober 2009. Adalah satu tradisi bahwa peringatan dilakukan pada saat Kuningan karena jatuh pada hari Sabtu (hari libur), sementara Galungan selalu jatuh pada hari Rabu yang bukan hari libur.
Sejak pukul 09.00 waktu Sydney, masyarakat mulai berdatangan yang dipelopori oleh para pengurus BC untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Ider-ider dipasang, payung/tedung didirikan dan umbul-umbul dipasang memberi kesan meriah di sekitar lokasi. Gamelan pun dikeluarkan dan disusun rapi di pinggir halaman.
Sementara itu di ujung timur laut ditempatkan meja berhiaskan kain prada khas Bali. Di sisi kiri kanannya berdiri dua tedung, memberi kesan yang tidak saja indah tetapi juga sakral. Tidak lama kemudian, meja dengan panjang sekitar 2 meter itupun penuh dengan sesajen (canang, gebogan hasil perpaduan bunga dan buah-buahan beraneka ragam) yang dibawa oleh anggota BC. Asap dupa mengepul menebar aroma yang khas.
Di berbagai tempat nampak lelaki dan perempuan bercakap-cakap akrab sambil mengenakan pakaian adat khas Bali. Perempuan berkebaya dan mengenakan kain sementara yang lelaku berbaju safari dan mengenakan udeng, ikat kepala tradisional Bali. Sementara itu, anak-anak berpakaian warna-warni sambil bermain di halaman rumput yang luas. Ada juga yang bermain di sekitar kolam yang tak jauh dari lapangan.
Sekitar jam 11 siang, sekitar 150 orang duduk tenang di halaman rumput menghadap meja tempat sesajen. Panas yang cukup terik bukanlah halangan bagi mereka untuk bersembahyang. Sesuai tradisi Kuningan, persembahyangan sudah harus rampung sebelum jam 12 siang saat matahari tepat di atas kepala.
Jero Mangku yang didaulat menjadi menuntun persembahyangan memulai tugasnya dengan merafalkan doa dan mantra, duduk bersila khusuk di hadapan sesajen. Ibu Made Sudarta terlihat melayani Jero mangku dengan penuh semangat. Sesaat kemudian berkumandanglah Mantram Tri Sandya yang dilantunkan dengan khidmat oleh 150an anggota BC besar dan kecil. Mata mereka terpejam merafalkan puja dan puji kepada Hyang Widhi.
Sesaat kemudian, Jero Mangku memimpin panca sembah, yaitu lima ritual pemujaan yang dilakukan dengan tujuan dan maksud yang berbeda. Samar-samar terdengar Jero Mangku melantunkan mantra berbeda untuk kelima tahap persembahyangan itu. Proses terakhir adalah nunas tirta (air suci) dan bija, beras yang ditempelkan di kening dan dahi. Ini adalah pertanda anugrah dan berkah dari Sang Pencipta kepada umatnya.
Konsul Jendral (Konjen) Republik Indonesia di Sydney, datang di tengah-tengah masyarakat saat persembahyangan sudah selesai. Konjen Sudaryomo Hartosudarmo yang pada awalnya menyatakan berhalangan hadir karena harus menunaikan tugas lain, ternyata tetap bisa hadir meskipun sedikit terlambat. Sudaryomo memang dikenal dekat dengan masyarakat dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap aktivitas masyarakat Indonesia di NSW dan juga negara bagian lain dalam naungan Konjen RI Sydney.
Konjen yang datang bersama Ibu segera berbaur dan memberi ucapan selamat kepada siapa saja yang dijumpai. Tata letak dan susunan acara memang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak ada tempat eksklusif untuk pejabat atau pihak tertentu. Konjen berserta Ibu pun dengan rendah hati berbaur menjadi satu dengan masyarakat Bali yang sedang berbahagia merayakan Kuningan. Sementara itu, tabuh khas Bali terdengar menjadi latar belakang, baik yang ditabuh secara langsung maupun dari media elektronik. Di saat berbeda, hadir juga pejabat Konjen lain yaitu Dhanny Perkasa dan Siuaji Raja.
Sekitar pukul 1 siang, hidangan pun siap untuk disantap. Berupa-rupa jenis hidangan khas Bali disediakan, baik oleh panitia maupun yang dibawa oleh masing-masing anggota BC. Semua bersemangat menikmati hidangan Bali yang tentunya tidak bisa dinikmati setiap hari di Sydney. Semua bergembira dan menyantap hidangan dengan antusias.
Konjen beserta Ibu juga turut bergabung menikmati hidangan yang tersedia sambil menunjukkan antusiasme dan apresiasi yang tinggi. Dalam percapakannya di sela-sela menikmati hidangan, Sudaryomo berserta Ibu menyampaikan rasa senang dan bangganya terhadap kerukunan masyarakat Indonesia yang bersifat lintas etnis, suku dan agama. “Ini adalah kekayaan bangsa kita,” Sudaryomo berkomentar.
Tidak hanya persembahyangan dan makanan Bali yang bisa dijumpai dalam perayaan Galungan dan Kuningan kali ini, tarian Balipun memberi warna tersendiri. Rejang Dewa adalah tari pertama yang dipentaskan oleh enam orang perempuan Bali nan elok paras dan geraknya: Kadek, Asti, Dyah, Dwi, Dana dan Nita. Ini adalah tari sakral yang merupakan persembahan dan sambutan kepada Tuhan yang berkenan hadir menerima puja umat manusia. Pakaian yang didominasi putih dan kuning terlihat cerah bercahaya karena siraman sinar matahari yang terang. Cuaca memang sangat cerah, meskipun jadi sedikit panas.
Tarian kedua adalah Cendrawasih yang dipentaskan oleh Made Murjiati dan Indah. Menariknya, dua orang ini adalah ibu dan anak yang membawakan tarian dengan sangat baik. Konjen dan Ibu memberi apresiasi khusus karena ini satu tanda keberhasilan mewariskan seni budaya kepada generasi muda. Tari Cendrawasih ini menggambarkan perilaku burung Cendrawasih yang sedang memadu kasih.
Tari selanjutnya adalah Topeng Keras yang dibawakan oleh Made Sudarta, warga Bali yang telah bermukim di Australia puluhan tahun. Topeng Keras mengisahkan seorang anggota laskar yang trengginas. Meskipun dalam garakannya ada yang terlihat diam atau bergerak minimal, setiap gerakan minimal ini merepresentasikan energi yang besar.
Setelah Topeng Keras, Tari Jauk kemudian dipertontokan oleh Wayan Sujina (Yanjin) dan menghadirkan suasana bersemangat dan juga kocak. Tarian ini menggambarkan suatu hubungan interaktif antara penari dan penabuh. Keduanya saling mempengaruhi dan keduanya bisa memberi sinyal tertentu yang bisa menghasilkan gerakan tari yang berbeda-beda. Kedua penari ini mengenakan pakaian yang menggambarkan figur yang berwibawa dan mengenakan topeng.
Tarian terakhir yang ditampilkan adalah Manuk Rawa yang menggambarkan perilaku dan gerakan gerombolan burung air yang bermain dengan nyaman dan damai di telaga di tengah hutan. Tari Manuk Rawa ini ditampilkan oleh Asti dan Dyah yang mementaskan tarian dengan lincah dan ceria, mengadirkan suasana meriah di bawah terik matahari yang kian menyengat.
Di halaman Old Darling School siang itu nampak banyak pendatang selain anggota BC. Mereka menikmati sajian gamelan dan tarian Bali dengan antusias. Selain untuk merayakan hari keagamaan, kegiatan semacam ini juga berfungsi untuk mengenalkan dan semakin mempopulerkan Indonesia dan Bali secara khusus kepada masyarakat Internasional.
Di tengah gencarnya klaim seni dan budaya dan usaha advokasi yang dilakukan Indonesia, kegiatan semacam ini di luar negeri diharapkan bisa menjadi ‘soft diplomacy’ yang efektif untuk menjaga budaya Bangsa Indonesia dengan cara yang elegan dan bermartabat. Demikian I Ketut Gede Srijaya, yang akrab dipanggil Ode, ketua BC, memberi penjelasan.
Meski dilakukan dengan sederhana, perayaan Galungan dan Kuningan kali ini terasa sangat bermakna. Setelah segala ritual selesai, masyarakat tetap berkumpul sambil bertukar cerita dan menikmati hidangan penutup berupa kue dan tape. Senda gurau dan obrolan ringan seperti ini yang menghadirkan suasana keakraban dan semakin mempererat tali persaudaraan. Dengan harapan yang positif, perayaan Galungan dan Kuningan berakhir sekitar pukul 16.30. Informasi tentang BC dapat diperoleh di www.balebanjar.info. [b]
saya sangat bangga mendengar kabar ini… bali memang tidak hanya exsit di Indonesia tapi budayanya sudah sampai di luar negri dan dipelajari oleh mereka…
saya merasa sangat bangga sebagai orang Bali. 🙂