Ratusan muslim Desa Serangan memenuhi masjid setempat.
Tua muda, laki-laki perempuan, bay-bayi hingga kakek nenek memenuhi masjid di desa yang masuk Denpasar Selatan tersebut. Doa-doa dalam Bahasa Arab dilantunkan. Kue-kue dibagikan. Satu-satunya masjid di Serangan itu pun riuh oleh tangis bayi dan juga doa-doa.
Kamis kemarin, warga muslim di Desa Serangan merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Dalam bahasa setempat disebut Mauludan. Tradisi ini tak dilakukan semua umat Islam. Namun, umat Islam di Bali seperti di Serangan (Denpasar), Pegayaman (Buleleng), Saren Jawa (Karangasem), ataupun tempat lain, biasanya melaksanakan tradisi ini.
Begitu pula pada Maulid Nabi tahun ini.
Untuk pertama kalinya saya melihat ritual ini. Sebelumnya, saya belum pernah melihat ritual ini sama sekali termasuk di kampung kelahiran saya di pesisir utara Lamongan, Jawa Timur. Di kampung saya tidak ada ritual Mauludan ini. Karena itu, menyenangkan rasanya bisa melihat ritual ini.
Sayangnya ketika saya tiba di sana, sekitar pukul 3 sore, ritualnya sudah mau selesai. Semua warga muslim di desa ini sudah berkumpul di Masjid Asy-Syuhada di desa ini. Masjid ini penuh oleh sekitar 300 orang.
Di bagian dalam masjid, bapak-bapak sedang berdoa sambil berdiri. Di bagian luar, ibu-ibu sebagian besar menggendong bayi. Di halaman, anak-anak perempuan berpakaian khas Bugis dan anak laki-laki berbaju koko, girang ketika mendapat oleh-oleh.
Ada dua gunungan, bentuknya sekilas seperti gebogan dalam tradisi Bali, setinggi kira-kira 3 meter. Gunungan terbuat dari pohon pisang ini dipenuhi tusukan-tusukan bambu dengan hiasan kertas warna-warni. Di ujung tusukan-tusukan ini terdapat kue dan… telur.
Beberapa petugas membagi kue-kue dan telur tersebut kepada semua orang, terutama anak-anak. Saya pun kebagian. Tiga tusuk lengkap dengan telur rebusnya.
Pembacaan doa Al-Barzanji, semacam doa untuk keselamatan nabi, tersebut menjadi penutup ritual Mauludan di Serangan. Sebelum itu, sekitar pukul 1 siang, seluruh warga tersebut terlebih dahulu mengarak gunungan tersebut keliling kampung. Selain dua gunungan berisi berbagai kue dan telur warna-warni tersebut juga ada miniatur perahu phinisi khas Sulawesi.
Sekitar pukul 3.45 Wita, ketika adzan Ashar telah tiba, ritual pun selesai.
Ketika warga sudah pada bubar, saya ngobrol sebentar dengan salah satu panitia, Hanafi. Kami duduk di beranda masjid dengan beberapa wartawan lainnya.
Menurut Hanafi, ritual Mauludan merupakan salah satu tradisi warga muslim di Serangan. Dia sendiri tak tahu mulai kapan. “Sejak saya kecil sudah ada ritual ini,” katanya.
Kenyang
Mauludan ala muslim di Serangan, kata Hanafi, memiliki beberapa keunikan. Pertama karena warga muslim setempat mengarak perahu keliling kampung. Hal ini merupakan simbol penghormatan mereka kepada leluhur, orang-orang Bugis yang dulu datang ke Bali. Karena itulah kampung ini pun dikenal dengan nama Kampung Bugis.
Salah satu warga Kampung Bugis yang juga dituakan, Muhammad Mansyur, pernah bercerita tentang asal-usul muslim di sini. Menurut Mansyur, pada abad ke-17, ada 10 orang dari Bugis yang datang ke Bali. Mereka berlabuh di Serangan yang dulunya merupakan pulau terpisah dari Bali.
Dengan izin Raja Badung, yang menguasai Serangan kala itu, orang-orang Bugis ini pun tinggal dan beranak pinak di Serangan hingga saat ini. Untuk itulah maka ketika melaksanakan Mauludan, warga Bugis di Serangan pun membawa perahu ini sebagai simbol penghormatan tersebut.
Keunikan kedua Mauludan di Serangan, menurut Hanafi, adalah adanya telur. “Di daerah lain tidak ada yang membawa telur saat Mauludan,” katanya.
Ketika melihat banyaknya telur yang digantung di gunungan, saya sih teringat telur-telur Paskah. Tak dinyana warga muslim di Kampung Bugis Serangan juga melakukan hal serupa.
Salah satu warga yang ikut Mauludan mengatakan, telur-telur dan bayi-bayi yang dibawa saat ritual Mauludan tersebut sebagai simbol kelahiran, serupa dengan Mauludan yang memang perayaan untuk memeringati kelahiran Nabi Muhammad.
Enaknya, karena telurnya sudah direbus jadi bisa langsung dimakan begitu Mauludan selesai diadakan. Jadi, perut pun kenyang usai Mauludan. Hehehe.. [b]