Oleh Luh De Suriyani
Ketergantungan pasar seni pada turis domestik terlihat ketika bulan puasa ini. Pada Agustus-September ini, penjualan barang kerajinan di Pasar Seni Sukawati, Gianyar, turun drastis sampai 50%. Ini berdampak pada pendapatan pengelola dari retribusi pasar yang turun hampir 50% juga karena tunggakan pembayaran dari pedagang.
Sekar Sari, salah seorang pedagang di pasar barang kerajinan terbesar di Bali ini mengatakan penjulaannya anjlok lebih dari 50% mulai Agustus lalu. “Pada bulan puasa selalu begini. Tamu-tamu dari luar Bali tidak ada, bisa digitung dengan jari orang yang belanja,” ujar pemilik Sekar Sari Artshop ini, pekan lalu.
Demikian juga Sudiasih, pedagang acung asal Kabupaten Karangasem. “Capek ngacung (menjajakan) barang keliling kios pasar karena pedagang juga tidak mau menyetok barang,” ujar Sudiasih yang menjadi pegawai toko baju khas Bali grosiran ini.
Perempuan pengerajin dari Batubulan, Gianyar, ini mengatakan penurunan penjualan ini sangat berpengaruh pada pengurangan produksi barang kerajinan dan kondisi keuangannya. “Sebagai pedagang, dua hari tutup saja bisa tidak makan. Apalagi sebulan tidak dapat setoran,” keluhnya.
Kegelisahan pedagang cukup berdasar karena Pasar Seni Sukawati yang tidak terlalu besar ini disesaki 1059 pedagang barang kerajinan saja.
Pada bulan puasa ini, Kepala Pasar Seni Sukawati I Nengah Nawa Artama mengatakan, pembeli yang datang per hari sekitar 400 orang saja. Artinya hanya ada tiga calon pembeli untuk satu pedagang.
Jika belanja dalam kondisi seperti ini, masing-masing pedagang sangat agresif menawarkan barangnya. “Ayo pak, sini lihat-lihat dulu. Biar saya dapat garus (penjualan pertama yang dipercayai untuk memperlancar bisnis hari itu) saja dulu,” ujar sejumlah pedagang ketika satu dua pembeli mendekat.
Apalagi pedagang acung yang berjualan khusus di seputar tempat parkir dan pinggir pasar. Kedatangan satu pembeli terlihat dirubung 3-5 pedagang acung yang biasanya menjajakan patung, kain rajutan, topi, kacamata, dan lainnya.
Jumlah pedagang yang terdaftar di Pasar Seni Sukawati sebanyak 1183 orang. Sebanyak 770 pedagang dalam gedung, 248 pedagang di pinggiran jalan dalam radius satu kilometer, dan 24 pedagang penjual makanan.
Sepinya pasar, menurut Nengah Nawa Artama berpengaruh pada pendapatan pasar dari retribusi pedagang. Biasanya, jika kondisinya ramai, pendapatan dari retribusi mencapai hampir Rp 40,5 juta per bulan. Ini biasanya terjadi pada musim liburan seperti tahun baru atau liburan sekolah, yakni sekitar Bulan Januari dan Juli.
Sebaliknya di luar musim ramai itu, pendapatan pasar dan pedagang dipastikan akan turun drastis. Pada Agustus ini saja, mulai bulan puasa, pendapatan retribusi turun hampir 50% menjadi sekitar Rp25.5 juta.
Retribusi dibayarkan pedagang secara rutin sekitar Rp 30 ribu tiap bulan kepada pengelola pasar. Ini di luar biaya kebersihan dan biaya tambahan jika melakukan usaha lain. Jika musim sepi, pedagang akan menunggak pembayaran retribusi dengan alasan belum balik modal.
“Pasar seni tradisional seperti ini sangat tergantung pada turis domestik, karena kebanyakan turis asing berbelanja di artshop besar atau galeri,” tambah Sekar Sari. Barang-barang kerajinan yang dibuat dalam jumlah massal seperti gantungan kunci, baju, tas, sandal etnik, dan lainnya memang sering dijadikan oleh-oleh oleh pelancong. [b]
Bali is the best, love Bali “ngiring ajegang Baline”