Oleh Darma Putra
Penjara Denpasar awalnya terletak di Jalan Diponegoro, Pekambingan. Gedung angker yang didirikan pemerintah kolonial Belanda tahun 1916 itu dipindahkan ke Kerobokan pada 1983. Di lokasi penjara itu kemudian dibangun pertokoan Kertha Wijaya yang diresmikan Gubernur Ida Bagus Mantra tahun 1986. Penggusuran penjara dan pendirian pertokoan ini merupakan salah satu proses untuk menjadikan Denpasar kota modern dan maju.
Denpasar mulai berkembang sejalan dengan kemajuan pariwisata akhir 1970-an. Cerahnya perkembangan pariwisata Bali membuat kian semangatnya investor untuk menanamkan modalnya di Bali. Selain dalam sektor akomodasi di Nusa Dua, Kuta, Tuban, dan Sanur, mereka juga menanamkan uangnya di bidang pertokoan di kawasan Denpasar.
Setelah pertokoan Lokitasari di Jl Thamrin dan Kumbasari di Jl Gajah Mada, proyek pertokoan berikutnya bermunculan di Jalan Diponegoro. Proyek pertama adalah menggusur penjara yang luasnya sekitar satu hektar. Untuk bisa menguasai tanah penjara, investor harus mencari lokasi baru dan membangun gedung penjara pengganti yang siap pakai.
Lokasi gedung penjara pengganti dipilih di wilayah Kerobokan, daerah yang dekat dengan tetapi tidak di tengah kota. Ketika itu, lokasi penjara Kerobokan berupa persawahan yang subur. Karena masih terisolasi, harga tanah di sana masih relatif murah. Dampak perkembangan pariwisata Legian dan Seminyak awal tahun 1980-an belum terasa di kawasan Kerobokan. Mulai 1983, LP Denpasar berganti nama menjadi LP Kerobokan.
Sukses tukar guling LP Denpasar diikuti proses serupa untuk aset-aset pemerintah lainnya di Jalan Diponegoro. Pertengahan 1980-an, investor mengambil alih lahan di sebelah selatan penjara Denpasar. Di sana ada lapangan Pekambingan, asrama polisi, dan kantor Polisi Resort Badung. Tahun 1970-an, lapangan Pekambingan sering menjadi arena gelar pasar malam, ada undian kocok dengan hadiah sepeda jengki. Hadiah sepeda tergolong hadiah mewah zaman itu.
Lapangan Pekambingan dan kantor polisi semuanya diambil alih. Investor membangun kantor polisi dan asrama di Padangsambian. Di lokasi lapangan Pekambingan didirikan pertokoan Rimo, kantor bank, dan pertokoan. Semula kantor bank dipakai oleh Gedung Bank Harapan Sentosa. Bank ini bangkrut akibat krisis moneter akhir tahun 1990-an. Mulai awal 2000-an, gedung bank itu dipakai oleh Telkomsel.
Dalam waktu yang bersamaan, pembangunan Mall Bali Ramayana dilakukan di atas tanah yang dulunya berupa kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Kantor Kejati pindah ke Renon. Pendirian Mall Bali ini menyusul berbinarnya pertokoan Matahari Duta Plaza di Jl Dewi Sartika dan Dewata Ayu yang mulai beroperasi 1989/1990. Dengan berdirinya pertokoan di Jalan Diponegoro, hilanglah sebagian jejak masa lalu kota Denpasar. Artinya, sejarah penjara diganti dengan sejarah pertokoan.
Jika ditengok ke belakang, pendirian penjara zaman Belanda itu diikuti dengan pendirian kantor kejaksaan, kantor polisi, dan kantor pengadilan di dekatnya. Pendirian kantor yang berkaitan dengan usaha penegakan hukum ini tampaknya sengaja dilakukan berdekatan satu-sama lain untuk kepraktisan pengamanan dan proses hukum. Namun, sebuah kejadian pada tahun 1977 pernah menorehkan peristiwa memalukan pada sistem pengamanan penjara Denpasar.
Pada tanggal 9 atau 10 Juli 1977, seorang narapidana asing melarikan diri dari penjara Denpasar bersamaan dengan larinya napi asing dari penjara Karangasem. Napi Denpasar bernama Donald Andrew (47), seorang pilot asal Inggris, sedangkan napi Karangasem bernama David Allen Riffe (36), seorang ko-pilot asal Amerika. Keduanya dijebloskan ke penjara karena kasus ganja.
Donald dan David ditangkap di bandara Ngurah Rai setelah petugas mendapatkan ganja 6,641 kwintal dari pesawat Cessna VH FGD 402B yang mereka terbangkan berdua. Dari modus operandi (dengan pesawat terbang) dan beratnya barang bukti, kasus Donald dan David ini jelas merupakan salah satu penyelundupan narkoba terbesar di Indonesia.
Mereka divonis 15 Februari 1977. Donald divonis penjara 17 tahun, denda Rp 20 juta, sedangkan David tujuh tahun. Barang bukti berupa pesawat terbang mereka disita, diserahkan ke Departemen Perhubungan. Demi keamanan, kedua bogolan dijebloskan ke dua penjara berbeda. Donald di penjara Denpasar, sedangkan David di LP Karangasem. Konon atas permintaan konsul negerinya, Donald diizinkan tinggal di kompleks rumah dinas Kepala LP Denpasar di kawasan penjara. Menurut keterangan, itu bukan pertama kali bogolan asing mendapat keistimewaan menempati ruang di luar bui.
Bogolan David dan Donald sering ke luar LP untuk makan. Habis belanja, mereka membawa oleh-oleh untuk petugas. Dua hari sebelum kabur, mereka dilaporkan menerima tamu asing, termasuk seorang wanita yang diduga istri David, dan bercakap dalam bahasa Inggris sehingga petugas tidak mengerti kalau ada konspirasi. Mereka diduga kabur dari Pelabuhan Padangbai atau Benoa dengan yatch (kapal pesiar kecil) menuju Singapura.
Belakangan diketahui Donald dan David melarikan diri ke Amerika. Belakangan lagi, Donald diketahui sempat tinggal di Sydney. Petualangan Donald berakhir setelah dia ditangkap angkatan udara Australia di Darwin. Saat itu Donald menerbangkan pesawat bermesin besar Aero Commander, membawa mariyuna dan jenis narkoba lainnya. Berita tertangkapnya Donald di Australia dimuat di Bali Post (21/1/1978), tetapi sia-sialah waktu itu aparat berharap Donald bisa diekstradisi ke Bali, untuk dijebloskan kembali di LP Denpasar.
Peristiwa penyelundupan ganja satu kapal terbang oleh Donald dan David serta kaburnya mereka dari penjara Denpasar menorehkan sejarah hitam pada dua hal. Pertama, pada industri pariwisata Bali yang baru mulai tumbuh namun sudah disasar oleh sindikat narkoba internasional. Kedua, pada rapuhnya sistem pengamanan penjara di Bali khususnya dalam mengamankan napi sindikat narkotika internasional.
Sejarah hitam ini tentu bisa dijadikan pelajaran, apalagi kini, LP Kerobokan berisi banyak bogolan asing kasus narkotika, termasuk kelompok Bali Nine (sembilan warga Australia) yang divonis karena kasus penyelundupan sekitar 8,2 kg heroin di Bandara Ngurah Rai, April 2005. Namun, mengingat selama ini kerap terdengar berita napi (lokal) yang melarikan diri dari LP Kerobokan, sejarah hitam penjara Denpasar tahun 1977 tampaknya gagal memberikan pelajaran.
Sementara itu, pertokoan yang dibangun di bekas penjara Denpasar, yang semula untuk mengangkat citra Denpasar sebagai metropolitan tampaknya tidak sepenuhnya berhasil. Swalayan Tragia Kertha Wijaya, misalnya, sempat bersinar namun tak lama kemudian menjadi redup dan mendekati gulung tikar. Toko-toko di sekitarnya juga banyak yang tampak kurang ceriah alias bagai kerakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau.
Usaha untuk menjadikan Denpasar kota modern yang maju, bersih dan nyaman, yang dicanangkan seperempat abad sebelumnya antara lain dengan menggusur penjara tampaknya masih harus dipacu. [b]
Ngemeng2.., masih ada nggak sih lapangan di Pekambingan yang dipinggir Jalan Diponegoro? Dulu waktu sekolah di SD Saraswati 4, pelajaran olah raga pasti di sana. Jadi kangen masa kecil..
BEh ada nak SD 4 ne dini.. Angkatan taun kude bli lulus ne?? Sukses selalu nah salam buat Pak Ardana..
Sejarah yang menarik, jadi tahu sisi lain dari kota denpasar. Apakah ada yang tahu tentang sejarah pasar badung+ kumbasari dan daerah sekitarnya
Mbak Diah, soal sejarah pasar badung sudah ada di tulisan Pak Darma Putra sebelumnya. Silakan cari di bagian lain kriteria Before and After.
Kalo CIP perusahaan pembuat corned beef yang dulu terletak di depan penjara Pekambingan, pindah ke mana ya?
Dulu waktu tahun 60 an sering main perang-perangan sampe ke sana…
Saya ingat dulu pernah ada sirkus di lapangan pekambingan.