Teks I Made Somya Putra, Foto Anton Muhajir
Permasalahan Serikat Pekerja dengan perusahaannya semakin marak di Bali.
Bukan hanya Serikat Pekerja di Perusahaan Swasta tetapi juga Serikat Pekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satunya terjadi pada Serikat Pekerja PT Garuda Indonesia Cabang Bali.
Bersama kawan lain dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, I Nengah Jimat, SH, saya mendampingi Eka Wirajhana, Ketua DPC Serikat Pekerja PT Garuda Indonesia Cabang Bali Rabu kemarin pukul 15.00 Wita melapor ke Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Denpasar.
Eka melaporkan atasannya, Achirina dan Jubi Prasetyo, ke Poltabes Denpasar dengan tuduhan menghalang-halangi dan memaksa pekerja atau buruh untuk tidak mengikuti kegiatan Serikat Pekerja serta perbuatan tidak menyenangkan.
Pelaporan ini dilakukan karena Eka Wirajhana khawatir ia akan mendapat sanksi maksimum berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sebab, sebelumnya ia merasa telah diintimidasi oleh pihak perusahaan agar tidak mengikuti aksi di Jakarta melalui surat dan email.
”Saya khawatir kalau saya tidak melapor terlebih dahulu maka saya akan di-PHK oleh perusahaan,” ujar Eka Wirajhana.
Saat diterima oleh pihak Poltabes Denpasar, Eka Wirajhana mengungkapkan bahwa sebelumnya pihak Serikat Pekerja PT Garuda Indonesia Pusat telah menerima surat dari Achirina selaku Human Capital and Corporate Support PT Garuda Indonesia. Surat itu berisi larangan untuk hadir dalam aksi di Jakarta pada tanggal 29 sampai 30 Juli 2010.
Dalam surat tersebut tertulis pegawai yang ikut aksi di Jakarta akan dikenakan sanksi maksimun.
Karena tugasnya sebagai pengurus Serikat Pekerja maka Eka Wirajhana tetap mengikuti kegiatan serikat pekerjanya berupa aksi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta. Dia tetap ikut walaupun sudah dilarang melalui email oleh Jubi Prasetyo (atasannya) dengan merujuk pada surat yang dikirim ke Serikat Pekerja Pusat oleh Achirina.
Menurut Eka Wirajhana kebebasan untuk melakukan kegiatan Serikat Pekerja telah dijamin oleh Undang-undang. Karena itu pihak perusahaan dilarang untuk menghalang-halangi kegiatan Serikat Pekerja tersebut sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.
Eka Wirajhana juga merasa, dengan tidak diizinkannya dia mengikuti kegiatan Serikat Pekerja berarti pihak Perusahaan telah melakukan intimidasi terhadap dirinya sebagai Pegawai BUMN dan pengurus Serikat Pekerja. Apalagi temannya bernama Karyadi, yang sebelumnya hendak ikut ke Jakarta, batal ikut kegiatan tersebut karena mendapat telepon dari pihak perusahaan.
”Sekarang Karyadi telah dimutasi ke Biak oleh pihak perusahaan. Ini kan bentuk intimidasi juga,” imbuh Eka.
Saat ini, Eka Wirajhana menunggu panggilan kepolisian untuk dilakukannya pemeriksaan. Eka berharap kepolisian bergerak cepat agar dia tidak menjadi korban PHK.
Dengan demikian, langkah yang diambil oleh Eka dapat dijadikan contoh oleh teman-temannya di Serikat Pekerja untuk bersama-sama memperjuangkan hak-hak pegawai dan sebagai pengurus Serikat Pekerja PT Garuda Indonesia.
Tks atas tulisannya..satu koreksi kecil…penyampaian aspirasinya ke kementrian BUMN..
btw super appreciate atas perhatiannya..
salam
Wirajhana