Pemasangan atribut tolak reklamasi semakin meluas.
Berbagai komunitas dan sekaa teruna-teruni (STT) di Bali bersolidaritas terhadap perjuangan menolak reklamasi Teluk Benoa, Kuta Selatan, Badung.
Mereka menggunakan berbagai momentum dan semangat menyama braya untuk menyatakan penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa.
Minggu malam sekitar pukul 20.00 Wita, giliran pemuda Banjar Penamparan yang menyatakan penolakannya terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa. Penolakan terhadap rencana reklamasi oleh pemuda Banjar Penamparan bukan tanpa sebab.
Menurut Ketua STT Banjar Penamparan, Putu Gede Wisnu Wardana rencana reklamasi akan memperparah penumpukan akomodasi pariwisata di Bali selatan. Sebagai masyarakat yang ikut berkecimpung di pariwisata, ia menyadari bahwa kawasan Kuta sampai dengan Nusa Dua sudah padat dengan akomodasi.
Kalau terjadi penambahan akomodasi pariwisata maka perang harga tidak akan bisa teratasi. Pada ujungnya usaha pariwisata yang dirintis oleh masyarakat Bali akan kalah dengan pembangunan pariwisata terpadu.
“Cukup sudah pembangun akomodasi baru. Bali selatan ini sudah sumpek dan macet. Banyaknyawisatawan yang datang belum tentu menambah kualitas pendapatan karena perang harga tidak dapat dihindarkan,” kata Ketua STT Werdhi Yasa Banjar.
Dia menambahkan, pada saat hujan deras kawasan Legian sering banjir terutama di bantaran Tukad Mati. Hal ini karena Tukad Mati airnya sering meluap. Menurutnya banjir ini adalah akibat muara sungai Tukad Mati yang tersumbat oleh air laut yang sedang pasang.
“Bukankan banjir akan lebih parah kalau teluknya diurug?” tanya pemuda yang akrab dipanggil Tude ini.
Pemuda lain, Made Indra yang juga terlibat dalam pemasangan baliho penolakan terhadap reklamasi Teluk Benoa juga menyatakan bahwa selama ini Bali sudah diisap. Kemajuan pariwisata di Bali diisap sarinya oleh elite Jakarta, baik pengusaha maupun penguasa.
Rencanan rekamasi Teluk Benoa ini hanya akan mengulang kejadian sama yaitu menyerap sari kemajuan pariwisata untuk segelintir orang saja.
“Orang tua kita dari dulu membanten, melakukan upacara secara terus menerus. Itu semua menjadi budaya yang juga menjadi cikal bakal pariwisata Bali. Lalu kenapa investasi itu diabaikan,” tanya pemuda yang akrab dipanggil Made ini.
Pemuda Penamparan menyerukan kepada Pemerintah Bali untuk menghargai investasi kebudayaan yang dengan tulus dilakukan oleh para leluhur di Bali. Cara paling sederhana menurut mereka adalah dengan menghentikan rencana reklamasi Teluk Benoa termasuk mencabut peraturan yang mendukung adanya rencana reklamasi Teluk Benoa, yakni Perpres 51 tahun 2014.
“Pemerintah tahu tuntuan masyarakat Bali untuk menghentikan rencana reklamasi, tapi mereka tetap memakasakan,” pungkas Made Indra. [b]