Keindahan Pulau Bali terancam oleh kerusakan yang sulit dihindari karena masalah sampah yang menjadi berita keseharian media massa. Saat ini saluran air yang ada di seluruh pulau dibanjiri oleh sampah terutama sampah plastik. Hal ini mengundang perhatian dan keprihatinan banyak pihak, termasuk Yayasan Bumi Samaya yang concern terhadap permasalahan sampah di Bali.
Sean Nino, peneliti Yayasan Bumi Samaya mengatakan, salah satu solusi mengatasi masalah sampah di Bali adalah pemilahan sampah yang dimulai dari rumah. Masing-masih rumah tangga mesti ikut peduli terhadap sampah dengan cara memilah sampah antara sampah organik dan non-organik.
Cara yang kelihatannya sepele ini mampu mengurangi masalah, karena sampah yang telah dipilah akan dibawa petugas sampah untuk dibawa ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di mana sampah organik bisa diolah menjadi pupuk dan sampah non-organik seperti botol plastik dapat dijual dan didaur ulang.
Nino menjelaskan, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah kini telah diatur undang-undang di mana telah ada kerangka kebijakan sehingga provinsi dan desa di Indonesia memiliki kewenangan untuk membangun dan mengoperasikan infrastruktur mereka sendiri.
Contohnya, Bank sampah dan sistem pengumpulan sampah terdesentralisasi skala kecil kini telah banyak ada di desa-desa di Bali dan terbukti telah berhasil mengurai permasalahan sampah yang ada.
Hal tersebut juga dilakukan oleh Yayasan Bali Sasmaya dengan menggandeng pemerintah desa untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan sampah yang dilakukan salah satunya di Desa Pererenan, Badung dengan membangun TPST yang dikelola secara mandiri yang sejauh ini mendapat respon positif dari masyarakat.
Hasil dari pengolahan sampah sebenarnya cukup besar dan ini bisa menjadi pemasukan desa dan bisa dijadikan badan usaha milik desa. Hanya saja, belum banyak desa yang mau melakukan hal ini. Untuk itu, Yayasan Bali Sasmaya terus melakukan sosialisasi agar banyak desa di Bali membuat TPST termasuk kepada siswa sekolah dasar guna memberi pengetahuan betapa penting kesadaran dan kepedulian terhadap sampah dan lingkungan sekitar.
Program yang dilakukan Yayasan Bali Sasmaya adalah program ‘Merah Putih Hijau’ bertujuan menyelesaikan masalah sampah dengan mendesentralisasi pemilahan dan memastikan terjadinya pengolahan sampah terpadu dengan memberdayakan masyarakat lokal untuk mengelola dan mengolah sampah yang mereka hasilkan di wilayah mereka sendiri.
Dalam program ini proyek pengolahan sampah dilakukan Yayasan Bumi Sasmaya salah satunya di desa Pererenan, Badung yang telah berjalan. Caranya dengan mengajak masyarakat untuk memilah sampah antara sampah organik dan non-organik mulai dari masing-masing rumah dan untuk yayasan ini mengajak kepala desa untuk membuat peraturan desa, bagi yang tidak memilah sampah tidak diambil oleh petugas sampah. Cara itu mampu menggugah kesadaran warga desa untuk memilah sampah dan meningkatkan kepedulian terhadap sampah dari rumah masing-masing.
Dalam sebuah diskusi yang dilakukan Yayasan Bumi Sasmaya baru-baru ini di Denpasar dijelakan, sampah di Bali 65% berupa sampah organik. Sisanya sampah non-organik seperti logam, kaca, dan plastik serta kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di beberapa kabupaten di Bali yang penuh dan menimbulkan masalah baru.
Yayasan ini mengajak kepala desa untuk membuat peraturan desa terkait sampah. Peraturan ini terbukti sangat efektif membuat masyarakat sadar dan bertanggung jawab terhadap sampah. Setelah sampah dipilah kemudian dibawa ke tempat pengolahan dan diolah menjadi pupuk kompos. Cara ini mampu mengatasi permasalahan sampah di desa Pererenan, Badung.
Selain di desa Pererenan, Badung lokasi lain tempat dilakukannya program pengolahan sampah yakni di desa Baturiti Tabanan dan desa Penestenan, Ubud. Rencananya, program akan dilakukan di desa-desa lain di berbagai kabupaten/kota di Bali.
Seperti diketahui, TPST bisa dikelola oleh desa dan menjadi Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) yang di Bali tersebar di berbagai kabupaten. Sayangnya, banyak TPST tidak berjalan atau mangkrak karena kurangnya dana dan SDM. Yayasan Bumi Sasmaya siap melakukan kerja sama untuk mengelola TPST secara terarah dan profesional.