Sasana Budaya Buleleng terlihat pecah.
Tadi malam ratusan krama di Kota Singaraja, Buleleng memadati wantilan tersebut. Peluncuran album bertajuk Pang Ping Pung dari band folk Relung Kaca mampu menarik animo masyarakat untuk hadir. Warga, musisi, dan aktivis menyanyi bersama mereka.
Pada sore hari sebelum acara peluncuran album, mereka mengikuti kegiatan bersih-bersih Pantai Indah. Hadir pula perangkat Desa Bakti Sraga dalam acara tersebut.
Malamnya, masyarakat antusias menyaksikan penampilan para musisi di Wantilan Sasana Budaya. Bahkan sebelum acara mulai, wantilan telah penuh sesak .
Uniknya, acara peluncuran album Pang Ping Pung ini dibuka oleh pagelaran baleganjur dari Sanggar Gita Sunari. Ini satu-satunya acara peluncuran album musi yang dibuka oleh kesenian tradisional.
Juli Wirahmini, pendiri Yayasan manik Bumi yang memfasilitasi acara tersbut, mengatakan hal itu karena Relung Kaca adalah band yang tumbuh dari dinamika komunitas seni Buleleng. Mereka juga aktif dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di Buleleng.
Relung Kaca memang band yang tumbuh dan berkembang dari sanggar seni dan berproses di dalam kegiatan lingkungan hidup bersama Manik Bumi. “Memang unik, mungkin inilah peluncuran album musik pertama yang dibuka oleh pagelaran kolosal berupa baleganjur,” kata Juli.
Selanjutnya secara berturut-turut pagelaran ini dimeriahkan oleh band Mata Jendela, Rastafara Cetamol dan Paku Lima. Meskipun memiliki genre berbeda, mereka tetap disambut antusias oleh penonton. Keberagaman justru memperkaya suasana dalam acara tersebut. Terlebih lagi sepanjang acara, penonton dihanyutkan dalam gelak tawa karena dihibur oleh lawak Bali yakni, rarekual.
Suasana semakin meriah, tatkala JRX SID & Sony Bono, memasuki panggung. Musisi punk rock ini memainkan sesi akustik dengan single dari SID yang membuat para penonton berdiri dan merangsek ke depan panggung.
Penampilan kurang lebih satu jam dari JRX SID & Sony Bono mampu membawa penonton dalam suasana panas namun tetap bergembira.
Setelah penampilan JRX SID & Sony Bono, acara berlanjut dengan pemutaran perdana video klip dari lagu Relung Kaca “Nyanyian Kecil untuk Sawah”. Lagu ini mengisahkan keresahan mereka atas situasi pertanian yang makin suram akibat ekspansi modal yang tidak terkendali.
Klip yang dibuat sutradara muda Erick Est itu membius penonton. Suasana terasa merinding saat video klip tersebut diputarkan. Terasa sekali keresahan menghampiri penonton yang terdiam dan merinding menyaksikan video tersebut.
Aktif dalam Gerakan
“Saya jauh-jauh datang dari Denpsar dan mengisi acara ini karena tertarik dengan Relung Kaca yang selama ini aktif dalam gerakan lingkungan hidup,” kata JRX.
Terlebih, lanjut JRX, karya mereka banyak mengisahkan tentang ekologi di negeri ini yang makin terpuruk. “Semoga album ini menjadi alat menyadarkan masyarakat bahwa lingkungan hidup harus dijaga dan berkeadilan,” tambahnya.
Hal sama diungkapan Erick Est. Menurut Erick, Relung Kaca adalah musisi bertalenta tinggi dan peduli terhadap masalah lingkungan hidup di Indonesia khususnya di Bali. “Klip ini saya dedikasikan kepada Relung Kaca agar mereka secara terus menerus menggunakan kemampuan untuk menyuarakan masalah-masalah lingkungan hidup,” ujarnya.
Di penghujung peluncuran album Pang Ping Pung, trio ini memasuki panggung. Penampilan mereka dibuka dengan single Sekadar Romansa. Lagu yang terdengar melankolis ini bernuansa cinta secara universal. Dendang syahdu ini membuat penonton terhanyut dalam suasana romantis.
Pada lagu kedua, Saudara Satu Rasa, tanpa disangka mereka menampilkan pemain tambahan Chedox yang memainkan konga. Hal itu menambah semarak penampilan mereka.
Lagu Nyanyian Kecil untuk Sawah yang menjadi andalan band ini pun dikumandangkan. Tidak lupa mereka menyampaikan pesan agar masyarakat menghargai petani dan profesi petani. Saat sawah hilang maka peradaban manusia menuju kehancuran.
“Mari jaga sawah dan pertanian, sebab itulah napas peradaban kita,” ujar Aristiana Jack, memberi pengantar.
Suasana semakin panas, saat mereka melantunkan lagu Proses Bijak. Lagu ini menyiratkan pesan agar semua manusia menghargai proses alam. Menjaga alam dari ekploitasi yang koruptif agar berkeadilan menjadi pesan yangs arat dalam lagu ini.
“Lagu ini saya ciptakan karena terinspirasi dari lantunan lagu Almarhum Bapak Durpa, seniman Buleleng dan saya jadikan lagu,” ujar Jack.
Tidak disangka, permainan trio ini dibantu Chedox membuat penonton berdiri antusias.
Konot, gitaris sekaligus vokalis, mengeskplorasi kemampuannya bermain gitar. Demikian juga Pande Narwastu yang sangat lihai memainkan kajonnya. Permainan konga yang lihai dari Chedox mampu membuat penonton bertepuk tangan mengiringi permainan mereka.
Di penghujung penampilannya, Relung Kaca memainkan lagu Save Pulau Menjangan yang dimedey dengan lagu Bali Tolak reklamasi. Semua penonton mendekat ke panggung.
Lagu Bali Tolak Reklamasi yang biasanya dinyanyikan di lapangan aksi, membuncah di pagelaran ini. Seluruh pengisi acara turut serta naik ke atas panggung. Suasan hingar bingar. Pecah.
Pande Narwasatu mewakili Relung Kaca menyampaikan apresiasi atas dukungan semua pihak yang membantu mereka dari proses pembuatan sampai peluncuran album perdana mereka.
“Kami berterimakasih atas gotong royong ini. Album Pang Ping Pung kami dedikasikan untuk seluruh komunitas yang membantu kami dan seluruh pegiat lingkungan hidup. Semoga kami tetap mampu menjadi pegiat lingkungan hidup dan menjadikan musik sebagai senjata,” katanya. [b]