Teks Luh De Suriyani, Ilustrasi Internet
Sedikitnya tiga orang anak perempuan menjadi korban pelaku pelecehan seksual oleh tersangka pelaku, Komang Su (30), Direktur sebuah LPD di Sukawati, sejak awal September lalu.
Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan untuk Keadilan (LBH APIK) Bali yang mendampingi korban kecewa, kepolisian malah tidak menahan tersangka.
Kepolisian Sektor (Polsek) Sukawati melepas tersangka pelaku pelecehan seksual anak di sekitar Sukawati ini setelah tersangka minta penangguhan penahanan. Tersangka sedikitnya tertangkap mata warga merayu tiga anak perempuan dan melarikannya.
“Kami sangat kecewa pelaku tidak ditahan. Kasus pelecehan anak bukan delik aduan. Ini berbahaya karena bisa jatuh korban lebih banyak,” ujar Ni Nengah Budawati, Direktur LBH APIK Bali. Menurutnya, polisi tidak memahami UU Perlindungan Anak yang dalam kasus indikasi pelecehan anak.
Dari tiga korban, hanya satu yang berani melaporkan kasus ini ke Polsek Sukawati. Kejadiannya pada 1 september 2010, ketika korban Kadek Fa (13), siswa SMP kelas 1, dijemput pelaku malam hari. TKP banjar guwang sukawati gianyar.
Pelaku mengajak bertemu Fa dan mengaku masih SMA. Ia menjanjikan memberi hadiah boneka lewat SMS. Korban sempat diajak ke Pantai Soka, Gianyar pada jam 23.30 WITA. “Ketika akan dilakukan perbuatan yang tidak senonoh korban memaksa untuk diantar pulang. Sempat terjadi pula tarik menarik antar pelaku dengan korban, untungnya di sekitar TKP ada beberapa pecalang yang melihat sehingga menakuti pelaku,” ujar Budawati.
Setelah itu sampai di pertigaan mau masuk ke wilayah Guwang, pelaku dan korban sempat dihadang oleh warga yang memang sudah menunggu dan melakukan pencarian kemana-mana karena Fa menghilang. Sempat terjadi kejar-kejaran antara warga dengan pelaku hingga pukul 04.00 dini hari. Setelah itu pelaku meninggalkan korban begitu saja di depan sebuah sekolah.
Pada 2 september 2010 pihak aparat kepolisian berhasil menangkap pelaku berkat informasi dari ayah korban lainnya yakni Ni Putu (13), warga Banjar Seseh Singapadu, Gianyar. Sayangnya, orang tua Ni Putu yang menjadi korban sebelumnya dengan motif yang sama enggan melapor.
“Keponakan saya tidak berani diperiksa polisi,” ujar Mantra, paman Ni Putu, korban sebelumnya.
Menurut LBH APIK, pelaku bisa dijerat Pasal 82 UU Perlindungan anak soal pencabulan, dengan hukuman maksimal 18 tahun. “Apakah penahanan terhadap pelaku baru dilakukan jika korban sudah diperawani atau diperkosa?” ujar Budawati kecewa. Ia heran kenapa aparat selalu bertindak seperti pemadam kebakaran, memberantas segala perkara setelah perkara itu ada tetapi mengapa tidak mencegah terjadinya perkara tersebut.
“Kami curiga pelaku punya indikasi seperti pedofilia. Karena sudah ada beberapa indikasi kasus rayuan lain pada anak-anak. Misalnya dengan hadiah dan boneka. Masyarakat harus lebih waspada dengan orang seperti ini,” ujar dr AA Sri Wahyuni, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Bali yang mengunjungi dua orang korban anak-anak lainnya di Gianyar bersama LBH APIK Bali.
Ketua Komisi IV DPRD Bali yang juga tetangga korban, I Nyoman Parta juga menyesalkan tidak seriusnya polisi merespon kasus ini sehingga tak menahan pelaku. “Pelaku kasus pelecehan anak harus ditahan agar member efek jera dan melindungi korban dari tekanan psikologis,” ujarnya pada The Jakarta Post.
Kapolsek Sukawati AKP Ventie Bernad Musakm yang dikonfirmasi mengakui pelaku tidak ditahan karena dari keterangan saksi yang terbukti hanya melarikan anak di bawah umur. “Pelaku punya hak minta penangguhan dan tidak ada bukti visum yang membuktikan korban dilecehkan secara seksual. Jadi tidak bisa masuk pelanggaran UU Perlindungan anak,” ujarnya.
Sedikitnya 60 kasus pelecehan anak yang diperiksa atau meminta visum Rumah Sakit Sanglah Denpasar, tahun ini saja. Jumlah ini jauh ini meningkat dari tahun lalu yang sekitar 50 orang. [b]
Versi bahasa Inggris dimuat The Jakarta Post. Foto dari Stop Sexual Abuse.