Genderang Galungan dan Kuningan berkumandang.
Ada perusahaan yang punya karyawan beragama Hindu memberikan libur untuk sembahyang dan mensyukuri kemenangan kebaikan (dharma) melawan kejahatan (adharma). Bayangkan kalau permintaan itu ditolak?
Bagaimana jika libur-libur perayaan agama lain juga ditolak oleh manajemen. Pasti ada pergolakan di antara umat yang menyatakan hal tersebut sebagai pelecehan!
Dari Galungan mari mengingat sisi lain perjuangan di Bali. Tentang pentingnya Teluk Benoa yang juga tempat persembahyangan umat Hindu untuk pemelestian dan mepekelem. Bayangkan jika 700 hektar dalam teluk itu direklamasi untuk kepentingan investor dan mereka melakukan penolakan terhadap kegiatan keagamaan itu? Tentunya itu pelecehan!
Yang terbaru pada 25 Agustus 2016 lalu, masyarakat Bali Tolak Reklamasi berkunjung ke rumah rakyat DPRD Bali untuk menyuarakan penolakan reklamasi. Namun, secara resmi tidak ditemui oleh pimpinan dan segenap anggota DPRD Bali.
Padahal masyarakat Bali secara resmi sebelumnya sudah bersurat, memberitahu akan datang. Kunjungan-kunjungan sebelumnya ke DPRD Bali sudah dilakukan dalam kurun waktu empat tahun tapi tidak sekalipun ditemui. Ini pelecehan!
Perjuangan menolak reklamasi oleh masyarakat Bali sudah berjalan empat tahun. Lebih dari 35 Desa Adat di wilayah sekeliling Teluk Benoa maupun desa-desa lain telah menyatakan resmi menolak reklamasi. Namun, suara-suara mereka dianggap percuma. Dianggap tiada guna, menyusahkan dan dikatakan upaya bunuh diri oleh representasi negara. Ini adalah pelecehan!
Saya yakin bahwa Presiden Joko Widodo tahu tentang suara penolakan dari masyarakat Bali Tolak Reklamasi.
Ahli dan cendekiawan lingkungan sudah membuat analisis dampak lingkungan untuk rencana reklamasi Teluk Benoa dan mereka semua menyatakan tidak layak. Namun oleh investor hal tersebut dianggap angin lalu. Ini pelecehan keilmuan!
Tokoh-tokoh agama Hindu di Bali, mengkritik rencana reklamasi Teluk Benoa. Mereka menilai kegiatan menimbunan laut di Teluk Benoa melanggar kepercayaan Hindu di Bali. Dalam lontar sudah jelas-jelas disebutkan jika reklamasi itu dilarang. Ada tertulis menguruk laut, loloan (muara), pangkung (jurang), paseh (laut) itu dilarang.
Namun, investor dan wakil rakyat serta representasi negara seolah mendiamkan itu. Lagi-lagi ini adalah pelecehan!
Kacung-kacung investor pun ramai berupaya jegal dan pidanakan pimpinan masyarakat Bali Tolak Reklamasi Wayan Gendo Suardana. Namun seolah-olah karena dalih ‘mendapat logistik dari tangan musuh’, mereka lakukan pengkhianatan berbalik menyerang aktivis Bali Tolak Reklamasi.
Mereka kalangan terpelajar, tahu tentang definisi people power atas sebuah kebijakan. Namun tetap saja mereka masa bodoh. Ini pelecehan dan pengkhianatan!
Memangnya ada apa dengan kata PELECEHAN?
Menurut Wikipedia, pelecehan didefinisikan sebagai suatu pola perilaku menyerang yang tampak bertujuan tidak baik terhadap orang yang menjadi sasarannya, biasanya (tapi tidak selalu) dengan tujuan untuk mengancam atau mengintimidasi target utamanya.
Pelecehan/melecehkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memandang rendah (tidak berharga); menghinakan; mengabaikan;.
Menurut arti kata pelecehan, adalah berasal dari kata dasar leceh yang menjabarkan dari maksud hina, sepele, remeh, daif dan laif.
Semoga di hari raya Galungan dan Kuningan ini, rakyat Bali juga berdoa kepada Tuhan YME agar semua pihak yang loyal pada reklamasi mendapatkan pencerahan, hidayah dan ampunan serta mengenyahkan adharma pada diri mereka.
Selamat merayakan Galungan dan Kuningan sahabat! [b]