Suasana berbeda terlihat di Titik Nol Kilomoter Kota Denpasar, Bali.
Instalasi seni karya I Ketut Putrayasa menambah wajah ruang publik kawasan ini terlihat lebih menarik. Sebuah proyek seni yang diniatkan sebagai suar dan penerangan harapan tentang dunia. Lokasinya persis berada di Lapangan Puputan.
Putrayasa menyampaikan pameran ini merupakan penanda awal dari serangkaian Kuta Sunrise Project 2021 yang kelak dihelat di Kuta, Badung. Proyek seni, katanya, diharapkan turut memberi inspirasi bagi setiap orang dari mana pun berasal dan siapa pun ia.
Putrayasa menambahkan inspirasi instalasi ini datang dari mitologi Yunani. Pandora adalah sebuah kotak istimewa yang kemudian hari menjadi sebab datangnya malapetaka. Kotak itu dikenal sebagai Kotak Pandora, sebuah ‘artefak’ penyimpan cerita tentang hidup manusia dengan gema abadi sepanjang zaman dan tempat.
Karya seni instalasi Pandora Paradise merupakan tafsir bebas atas mitologi Kotak Pandora itu. Kata ‘paradise’ tentu sebuah metafora, sebuah perumpamaan.
Gambaran karya seni instalasi Putrayasa adalah potret zaman. Kita bisa bicara hubungan antara seni dan realitas, kaitan antara ‘pengalaman’ dan ‘pembentukan’. Lewat pengalaman terhubung dengan kenyataan sekitar, sang seniman lalu menautkan dengan sensitivitasnya untuk menghadirkan bentuk spesifik di dalam seni.
Tidak seperti dalam mitologi Yunani, karya Putrayasa ini sepenuhnya memiliki bentuk yang berbeda. Bukan kotak kedap dengan dinding rapat, tempat segala yang rahasia tak boleh bocor, tapi sebuah formasi kotak transparan.
Tatang BSP, kurator pameran ini, menjelaskan, Putrayasa ingin menyampaikan bahwa saat ini dunia nyaris tak lagi bisa menyembunyikan rahasia. Sains dan teknologi di masa kini menjadi sebab dunia menjadi telanjang. Di sisi berbeda, formasi bentuk geometri yang berjejer merapat, homogen, dan monoton pada karya ini serupa konstruksi gedung modern. Hal ini menyiratkan ruang dalam modernitas adalah ruang yang tiap sudutnya bisa diketahui dan tiap sisinya bisa diukur.
Di hadapan kita, Pandora Paradise hadir sebagai imaji ruang dengan dalil matematik: segala hal bisa dihitung, diketahui, dan dijelajahi. Tak ada enigma, kita kehilangan dimensi misteri.
Satire
Karya seni instalasi ini berupa sebuah kotak tembus pandang berbahan akrilik. Di dalamnya tampak himpunan bambu artifisial (sintetis) dengan ujung runcing disusun membentuk formasi seperti himpunan anak panah yang sedang melayang.
Bambu-bambu itu tampak sebagai arus yang satu, bergerak padu selaras. Seakan menghujam di udara menuju arah tertentu, lalu menembus dinding kotak. Dinding bocor maka malapetaka menyebar ke mana-mana, sebagaimana dalam narasi dalam mitologi itu. Di situlah karya seni instalasi Putrayasa memperlihatkan gagasan tentang distopia itu.
Warna-warni bambu ini saling bersaing untuk kemudian saling menyelaraskan diri. Pada saat lain, seolah penglihatan kita diajak meluncur mengikuti kesan melayang objek. Kesan ini dihidupkan oleh sebuh daya yang berproses di antara yang ambigu: dari sebuah suspens antara kotak transparan dan warna-warni pada bambu- bambu itu. Dan, ini makin intensif oleh kontras pendaran cahaya lampu dari dasar lantai yang menyala saat malam hari.
Berhadapan dengan karya ini kita disuguhi kemewahan rupa dengan kilau cahaya memanjakan mata. Praktis tak ada kesan keliaran anasir kerupaan chaotic yang dibiarkan mengganggu.
“Putrayasa hendak menyodorkan satire: yang tampak warna-warni itu jadi palsu. Pandora Paradise seakan medan tarung antara keindahan dan kengerian yang menghujam. Warna psychedelic pada bambu-bambu itu menenggelamkan rasa ngeri ujung bambu,“ jelas Tatang yang juga rekan sejawat Putrayasa.
Warna psychedelic adalah warna-warna ramai, mencolok, menyala-nyala di mata, dan saling bertabrakan. Ini mengingatkan kita pada psychedelic art yang berkembang di tahun 1970- an. Sebuah aliran seni yang mengusung efek ketidaksadaran dan halusinasi pengalaman psychedelic.
Meski dalam keseluruhannya karya seni instalasi ini hadir sebagai sesuatu yang meriah dan spektakuler, tetapi tetap ditata dengan hemat dan tanpa kemubaziran. Selebihnya, kekosongan interiornya sengaja dibiarkan untuk menghadirkan atmosfer yang terhubung dengan eksteriornya.
Pandora Paradise dipajang di kawasan terbuka Titik 0 KM Denpasar sebagai eksteriornya. Sebuah kawasan yang merupakan salah satu penopang budaya Bali di Denpasar. Di sinilah pertemuan kosmos tradisi yang di manifestasikan sebagai patung Catur Muka.
Di Titik 0 KM Denpasar, karya seni instalasi ini menyampaikan isyarat kepada publik. Angka nol adalah kekosongan yang istimewa sekaligus infinite, yang darinya kita bisa menengok tentang awal-mula. Ia serupa puisi yang menghidupkan harapan: esok kita temukan kembali apa yang hilang di dunia modern yakni manusia dengan tubuh yang bukan ‘terletak‘ di dunia tetapi ‘bermukim’ di dalamnya.
Hidup memang tak mungkin bisa digapai sepenuhnya, tetapi dalam ketaklengkapan itu, manusia menjadi bernilai ketika ia tak putus harap. [b]