Teks dan Foto oleh Luh De Suriyani
Sebanyak sembilan sekolah menengah atas (SMA) di Denpasar mengikuti Pameran sex education di parkir timur Lapangan Puputan Renon, Denpasar, Sabtu pekan lalu. Pameran ini bagian dari advokasi kurikulum kesehatan reproduksi dan seksual untuk remaja SMA di Bali.
Puluhan koran dinding serta aksesoris kreatif berisi kampanye pendidikan seksual, HIV, dan narkoba dipajang dalam stand pameran yang dibuat siswa. Dibuat oleh sedikitnya 200 remaja, dan ditonton ratusan remaja yang datang ke lokasi pameran. Pameran bertajuk “DAKU: Dunia Remajaku Seru” ini dilaksanakan oleh oleh Tim DAKU Kisara Bali, kelompok advokasi pendidikan seksual dan kespro remaja di Bali.
Tiap-tiap sekolah membuat satu stand pamerannya sendiri, dengan tema yang relevan dnegan pendidikan seksual dini dan kesehatan reproduksi untuk remaja. Misalnya SMA 2 Denpasar membuat miniatur jalan kehidupan remaja. Sebanyak 17 remaja yang membuat stand ini membuat dua jalur jalan. Pertama untuk gaya pacaran tanpa free sex, dan kedua untuk gaya pacaran free sex yang tak bertanggung jawab.
“Kalau kita memilih free sex, ibaratnya nikmat sesaat tapi tersiksa kemudian,” ujar Ita Puspitasari menunjukkan rute jalan penuh buah durian berduri besar yang dibuat kelompoknya. Sementara jalan lainnya dibuat penuh kelopak bunga mawar merah.
Di sisi kanan dan kiri jalan itu ada pohon harapan. Seperti pohon natal penuh hiasan, tapi tergantung pesan-pesan yang ditulis tangan puluhan siswa SMA 2. “Perilaku pacaran remaja memang sudah sangat berisiko. Menurut saya cium pipi masih wajar dan pacaran yang sehat membuat motivasi belajar bertambah,” tulis siswa bernama Anita, yang tergantung di salah satu dahan pohon.
Menurut Ita, koordinator kelas jurnalistik SMA 2 ini, remaja memang harus diberikan ruang untuk mengekspresikan diri seperti sharing pengalaman dalam pameran pendidikan seksual ini. “Pendidikan seks dini sudah sangat mendesak untuk remaja,” ujarnya.
Hal ini sejalan dengan temuan Kisara. ”Hasil survei kami, sekitar 11% remaja umur 14-17 tahun di Kota Denpasar telah berhubungan seksual. Sayangnya sebagian besar tidak teredukasi soal kesehatan reproduksi,” ujar dr I Nyoman Sutarsa, Koordinator Kita Sayang Remaja (Kisara).
Dari survei Kisara Bali terhadap 100 remaja di Denpasar selama September 2008 hingga Januari 2009 itu, diasumsikan kemungkinan terjadi sekitar 500 kehamilan tak diinginkan (KTD) pada remaja di Denpasar setahun terakhir ini.
Data ini, tak jauh berbeda dengan kasus yang diterima Kisara Youth Clinic. ”Rata-rata 45 orang remaja per bulan dengan kasus KTD ke klinik. Mereka sama sekali tak tahu cara mencegahnya,” ujar Sutarsa.
Selama ini, Sutarsa mengatakan remaja tidak mempunyai posisi tawar dalam penentuan kurikulum atau pelajaran di sekolah. Menurutnya remaja di Bali pada umumnya menginginkan pendidikan kesehatan reproduksi dalam suatu pelajaran khusus di sekolah dan tidak lagi terintegrasi dengan mata pelajaran lain di sekolah. [b]