Teks dikirim Bentara Budaya Bali, Ilustrasi dari Internet
Hari ini, Bentara Budaya Bali akan membuka pameran seni grafis.
Pameran seni grafis bertajuk “Kinship” tersebut mengangkat kembali filosofi kekerabatan masyarakat Bali. Pameran akan berlangsung selama 10 hari di Bentara Budaya Bali (BBB) Jl. Prof. Ida Bagus Mantra 88 A Ketewel, Gianyar.
Pameran ini, menurut Juwitta Lasut, staf BBB, bukan hanya dalam upaya mempererat jalinan antara sesama seniman grafis, namun diniatkan pula guna menumbuhkan atmosfer kreatif di seputar seni grafis.
Menurut Lasut, saat ini seni grafis kerap dipandang sebagai warga kelas dua di tengah perkembangan seni rupa Indonesia. “Hal itu tak hanya karena persoalan teknis, juga lantaran jumlah seniman grafis yang masih sedikit,“ ujarnya.
Sementara menurut Hardiman, kurator pameran ini, perkembangan seni grafis jauh tertinggal dibandingkan seni lukis lainnya. Hal ini terjadi mungkin karena apresiasi terhadap seni grafis masih rendah, kurangnya peran pendidikan seni dan jumlah seniman grafis memang tergolong masih sedikit.
Hardiman berharap pameran ini mampu merangkul pegrafis-pegrafis di Bali maupun di luar pulau ini untuk turut ambil bagian. Karena berbagai kecenderungan kreasi dalam karya grafis, maka menurut Hardiman yang juga dosen di Undiksha dan penulis seni rupa ini, pameran ini berupaya pula memberi ruang seluasnya untuk mewadahi berbagai tema, teknik, dan gaya apapun dari para seniman.
Sebelumnya, kegiatan ini terlebih dahulu diawali dengan workshop seni grafis pada 26 Februari silam. Saat itu, Hardiman bersama Kadek Septa Adi (finalis Trienal Grafis Indonesia III, Bentara Budaya) khusus mempraktikkan teknik cukil kayu (woodcut). Workshop ini tak hanya diikuti para seniman grafis, justru sebagian besar adalah mereka yang belum pernah bersentuhan dengan cukil.
Cukil kayu (woodcat) adalah media seni grafis tertua. Di Cina, teknik ini telah dikenal sedari abad kelima, dan belakangan berkembang pula di Jepang. Di negeri Sakura seni cukil kayu khas ini lebih dikenal sebagai ukiyo-e, yang hingga kini masih memperoleh tempat terhormat. Sementara di Indonesia, seni grafis, khususnya teknik cukil kayu, usianya belumlah terlalu tua, bermula sekitar tahun 1940-an, seni ini dirintis oleh Mochtar Apin, Bahroedin MS, dan Suromo.
Sejumlah seniman yang turut dalam pameran kali ini, antara lain I Kadek Septa Adi, I Made Aryadwita (Dedok), Arief Budiman (Ayip Matamera), Edo Wulia, Megasari, I Made Artana, I Komang Sukertayasa, Sang Ayu Made WLP, Made Marthana Yusa, I Nyoman Anom Fajaraditya, Geugeut Pangestu S, Ahdiyat Nur Hartarta, I Gd Riski Soma Himawan, I Komang Wardita, I Wayan Wahyu Pratama, I Putu Aditya Diatmika, Andriyanto, Made Karisma Dwi Yosa, Wasudewa, I Putu Suhartawan, Made Dianan Putra, Wibowo, Rochman Kifrizyah, dan I Gede Panca Gautama. [b]
Comments 1