Selesai parkir, kami setengah berlari menuju bus.
Pukul 09.15 Wita. Bus dengan nomor lambung 01 sudah hampir berangkat ketika saya dan anak istri baru sampai di Terminal Batubulan, Gianyar. Selain sopir dan kondektur, di dalam bus hanya ada satu bapak dan dua anak laki-lakinya.
Pagi itu kami ingin mencoba bus antarkota di Bali, Bus Trans Sarbagita. Layanan transportasi publik di Bali ini baru diluncurkan Pemrov Bali awal pekan lalu. Menurut rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov Bali) melalui Dinas Perhubungan, Informasi, dan Komunikasi, bus ini akan melayani jurusan antarkota seluruh Bali.
Namun, saat ini baru satu jurusan, Batubulan – Nusa Dua. Ke jurusan itulah kami mencoba.
Dinginnya pendingin ruangan langsung menyergap ketika kami masuk bus berkapasitas 33 tempat duduk dan 50 untuk berdiri tersebut. Suhu di dalam bus 18,5 *C jauh lebih dingin dibandingkan suhu di luar ruangan, sekitar 27*C hingga 30 *C.
Bus pun melaju ke Nusa Dua setelah mbak kondektur mengucakan selamat datang dan memersilakan kami duduk.
Lansia
Seperti bus Trans Jakarta ataupun Trans Jogja, penataan kursi di bus Trans Sarbagita ini menggunakan model U, memanjang di sisi samping dan satu deret di bekakang. Dengan posisi demikian, penumpang akan berhadap-hadapan satu sama lain.
Di tengah bus ada pegangan untuk penumpang berdiri sekiranya semua kursi telah terisi atau si penumpang ingin berdiri saja.
Selain kursi untuk penumpang umu, bus ini dilengkapi empat kursi bagi penumpang berkebutuhan khusus, seperti ibu hamil, orang tua yang membawa bayi, penyandang cacat, ataupun manusia lanjut usia (lansia).
Penampilan dan kelengkapan bus ini mengesankan. Satu kebutuhan kami yang belum ada, tempat sampah. Jadi, kalau mau buang sampah selama di bus ini, simpan saja dulu di kantong atau tas.
Tanpa Nama
Karena hari Minggu, jalanan yang kami lewati pagi ini relatif sepi dari biasanya. Bus pun bisa melaju tanpa terjebak padatnya lalu lintas atau bahkan kemacetan.
Hanya sekitar 5 menit, kami sudah sampai di halte pertama, Tohpati. Halte ini berjarak sekitar 1 KM dari Batubulan. Setelah berhenti selama 1 menit, bus kembali melanjutkan perjalanan meski tak ada satu pun penumpang baru.
Kesan saya, bus ini tepat waktu. Disiplin. Ini modal bagus. Mengingatkan saya pada layanan transportasi publik di Belanda.
Tiga menit kemudian, kami sampai di halte selanjutnya, Halte Prof Mantra. Lokasinya di dekat pengkolan lapangan Kapten Japa, Padanggalak. Satu penumpang baru, bapak dengan pakaian olah raga, masuk ke bus. Lalu, bus pun melaju lagi.
Halte setelah Halte Prof Mantra ini antara lain halte Matahari Terbit, halte perempatan Mc D Sanur, dan seterusnya. Rata-rata jarak antarhalte ini sekitar 1-2 km dengan waktu tempuh tak lebih dari 5 menit.
Namun, menurut kondektur Ni Luh Putu Ariani, halte-halte ini belum permanen. Karena itu beberapa halte masih tanpa nama, tidak seperti di Tohpati dan Prof Mantra.
“Halte-halte ini masih diuji coba apakah ramai atau tidak,” katanya.
Menurutnya, kalau halte itu ramai, dia akan tetap di sana. Tapi, kalau sepi akan dipindah ke tempat yang lebih ramai.
Penempatan halte itu sendiri, sebagian besar sudah diletakkan di tempat dengan keramaian. Misalnya di Matahari Terbit, lokasinya tak jauh dari pantai. Jadi, kalau mau naik bus di sana, penumpang bisa parkir kendaraan pribadi di pantai Matahari Terbit, Sanur. Begitu juga halte lain sepanjang Jalan By Pass Ngurah Rai dari Sanur Tohpati hingga Nusa Dua.
Tanpa Tujuan
Lama perjalanan dari Batubulan ke Nusa Dua ini sekitar 90 menit alias 1,5 jam. Dibandingkan naik motor, waktu tempuh ini lebih lama 30 menit. Tapi, kalau dengan mobil sepertinya tak jauh beda.
Waktu tempuh yang lebih lambat ini bisa jadi karena jalurnya sedikit memutar setelah melewati simpang Dewa Ruci, Kuta. Dari sini bus sebenarnya bisa langsung menuju Nus Dua. Tapi, ternyata memutar dulu lewat Sentral Parkir di Jalan Raya Kuta untuk kemudian lewat Jalan Sunset Road. Baru kemudian ke Nusa Dua.
Selama di bus, tak banyak penumpang naik turun. Seperti juga saya dan anak istri, sebagian besar penumpang hanya ingin mencoba layanan bus batu ini. Mereka naik bus tanpa tujuan khusus, seperti mau bekerja, belanja, atau semacamnya.
Mereka hanya ingin sampai Nusa Dua lalu pulang lagi. Bahkan tidak berganti bus.
Namun, ada juga penumpang menggunakan bus ini untuk transportasi beneran, bukan sekadar mencoba dan jalan-jalan. Salah satunya, Temon, tukang bangunan yang pagi ini mau ke Kuta dari Sanur.
“Biasanya saya naik taksi kalau ke Kuta. Sekarang bisa naik angkutan umum,” katanya.
Menurut Temon, kualitas transportasi umum di Bali sangat jelek dibandingkan kota lain, seperti Semarang atau Surabaya. Hal ini karena banyaknya warga memilih menggunakan kendaraan pribadi dibanding angkutan umum.
“Semoga setelah adanya bus ini akan banyak yang pakai angkutan umum. Biar tidak makin macet,” harapnya. [b]
belum ada rute dari bandara trus melalui jalan imam bonjol ya? klo ada kan lumayan ini jd dr rumah ke bandara begitu juga sbaliknya jd ndak perlu naik motor atau bahkan naik taksi di tengah denpasar yang smakin macet 😀
belum ada, om. menurut rencana sih akan ada bus lewat bandara. tp yang sekarang belum ada. jadi ya kanggoang naik motor atau taksi gen. 😀
klu baleh tau jam berapa aja bis sampai di halte unud jl.pb sudirman
nah iya, yg saya pikirkan, selain rute-rute ke tempat pariwisata, sebaiknya ada juga rute untuk ke tempat layanan publik seperti teminal ubung, bandara, kantor pajak, kantor samsat dll 😀
cobain ah!
sayang beberapa halte tampangnya kurang asik. yg deket central park kuta itu kaya kandang burung 😀
Contoh jgja aja,g usah niru jkrt,djogja smua transportasi trhubung,turun di bndara langsung ada kereta api dan bis..eh sarbagita beli tiketny dmn? cobain yuk
tambahin trayek pengumpan dong, misalnya dari Ungasan ke Halte Unud, biar yang dari Negara bisa full sampai Ungasan menggunakan transportasi umum
info dong, halteny ad dmn aj trus jam brap aj bus nya ad di halte tsb. thx