Melali memang sepatutnya lebih banyak bergembiranya dan menggantikan perasaan ruwet di kepala. Bersafari dengan cara menikmati panorama dan juga cerita-cerita baru yang mungkin baru kita dengar menjadi penyegaran dalam diri.
Bersama beberapa anak muda yang gemar mendengarkan cerita datang ke Desa Tegallalang dengan menyusuri tempat-tempat menarik di dalamnya. Ada lima lokasi yang kita singgahi yaitu Ceking Rice Terrace, lalu makan siang dengan Kakek atau Nang Roda, dilanjutkan dengan mendengar cerita dari keluarga Puri Tegallalang, kemudian melihat koleksi lukisan khas Pak Pande Ketut Bawa, dan ditutup dengan sharing pertanian di kebun milik Pak Arsana.
Masing-masing tempat yang disambangi oleh anak muda ini sangat memberikan pengalaman yang berbeda-beda pula. Antusias mereka meningkat ketika jam makan siang telah tiba, perut penasaran dengan masakan khas yang akan disajikan.
Kakek Roda merupakan pengayah banjar yang asalnya dari banjar Tegal Desa Tegallalang, kesehariannya menjadi juru sapuh atau penjaga kebersihan Bale Banjar Tegal. Kami sambangi untuk mencicipi adonan Lawar, yang konon warga banjar Tegal tidak mau makan kalau bukan Kakek Roda yang meraciknya.
Di bawah pohon jati di tengah halaman Puri Tegallalang kami makan siang ditemani dengan tutur dari Kakek Roda. Ia ditemani anaknya yaitu Nang Bedul. Beliau menceritakan apa saja bumbu yang digunakan untuk membuat Lawar beserta filosofi Lawar sebagai sarana upacara di Bali.
Sepenuturan Nang Bedul jika digunakan sebagai sarana upacara keagamaan Lawar memberikan simbol dewata berdasarkan warna yang diciptakan dari bahan-bahan lawar. Pada umumnya Lawar Bali memiliki beberapa jenis Lawar sesuai dengan bahan dasarnya, seperti daun paku/pakis, kacang panjang, pepaya mentah yang dimasak, darah dari hewan yang menciptakan warna merah, dan kelapa parut. Dagingnya dari babi atau ayam, dan kreasi dari bahan lainnya.
Kakek Roda juga menyelipkan beberapa kegunaan dari bahan bumbu Lawar yang juga disebut Basa Genep atau bumbu lengkap. Kurang lebih terdapat sepuluh bahan untuk menciptakan bumbu Bali yang terus diwariskan. Masing-masing dapat memiliki kegunaan jika dikolaborasikan. Seperti kencur dengan beras sebagai obat batuk, kunyit sebagai obat luka, jahe dapat menghangatkan badan, serta banyak lagi kegunaannya selain menjadi olahan bahan makanan. Hal unik tersebut dicatat melalui sastra kuno dengan media daun lontar yang diberi judul Lontar Dharma Caruban.
Seusai perut masing-masing sudah mulai terisi dan senyum mulai kembali, kami melanjutkan berdiskusi dengan anggota keluarga Puri Tegallalang. Kami berdiskusi tentang adanya Desa Tegallalang bersama tokoh Puri yaitu Cokorda Krisena dengan format diskusi santai.
Cok Krisena memulai dengan bercerita tentang sejarah desa Tegallalang kemudian ada sangkut pautnya dengan leluhur beliau. Selayaknya masyarakat yang menyambut kedatangan tamu dengan permakluman terlebih dahulu, bahwa orang-orang akan mengira jika kata Puri selayaknya seperti kerajaan megah dihiasi ornamen yang glamour. Namun di balik kesederhanaan Puri Tegallalang, beliau memiliki cita-cita yang sangat besar dengan memikirkan Desa Tegallalang ke depan.
Harapan kepada anak muda, harus bercermin dengan keadaan Puri Tegallalang khususnya dan Desa Tegallalang pada umumnya. Sejatinya Desa Tegallalang belum menemukan kekhasannya seperti yang dimiliki oleh desa tetangga lainnya. Berangkat dari sejarahnya, Tegallalang dulunya hanyalah ladang rumput ilalang, kemudian konon dijadikan tempat pertempuran kekuatan gaib oleh penekunnya. Hanya satu yang diakui kekhasannya yaitu adanya tradisi Ngerebeg di Pura Duurbingin, itupun tahun 2022 baru diakui secara resmi.
Bagi puri kesadaran anak muda terhadap potensi yang dimilikinya harus mampu berkolaborasi dan saling melengkapi. Layaknya sistem Kasta maupun Warna yang diyakini oleh Cok Krisena sebagai sistem penggerak kehidupan desa, yang di dalamnya terdapat pemerintah, pedagang, pekerja, dan pemuka agama.
Keterkaitan antara profesi satu dengan yang lainnya perlu diperhatikan dan perlu dimanajemen dengan baik. Maka, keahlian dan potensi dalam diri anak muda jadi bahasan penting untuk memperkuat sistem berkehidupan di lingkungan desa. Puri seringkali melakukan pendekatan secara non formal dengan anak muda, harapannya ada ide yang terserap untuk kemajuan Tegallalang. Tak heran Puri Tegallalang sering menjadi titik kumpul untuk melakukan diskusi santai selayaknya tempat nongkrong.
Cok Krisena berharap pemikiran anak muda dijadikan landasan untuk membangun desa. Karena anak muda yang akan mendapatkan warisan dari desanya sendiri.