Mengapa kebanyakan lelaki Bali memiliki nama alias?
Tulisan ini ringan saja. Oke, jadi kali ini saya akan bercerita tentang saya sendiri dan sedikit orang-orang yang saya ketahui. Tentang lelaki Bali.
Ide ini terlintas begitu saja ketika saya ngobrol dengan seorang kawan di DPR. Dia bertanya, kenapa namamu Lenyot? Agak bingung juga menjawabnya. Kenapa ya? Saya sendiri balik bertanya.
Nama ini sendiri sudah disematkan, ceilah, sejak kelas 6 SD. Sudah bertahun-tahun. Meskipun kedengaran aneh, nama ini tidak mengganggu. Bahkan, orang yang memanggil dengan nama ini sudah meninggal dunia. Jadi, kenapa dia memanggil saya “Lenyot” sudah tidak bisa dijelaskan lagi dan memang tidak perlu diperjelas. My name is Le, Lenyot!
Bahkan dengan bangga saya pakai sebagai nama Fesbuk, Twitter dan juga surat elektronik. Sama sekali tidak mengganggu. Paling saya sendiri agak bingung ketika harus menjelaskan kepada orang apa makna nama alias ini. Dan setiap pertanyaan itu muncul, saya juga bingung menjelaskan.
Lelaki Bali, khususnya tentang sifat mereka atau kami, beberapa waktu lalu memang sudah sempat dibahas di linimasa Bale Bengong. Ada yang bilang manja, jago kandang atau pemalas. Sebagian benar. Sebagian tidak. Agak susah kita menggeneralisir banyak kepala dalam satu sifat. Seperti kata pepatah Bali, clebingkah beten biu, gumi linggah ajak liu. Semakin banyak orang tentu saja makin beda sifatnya.
Sayang saya tidak sempat mengkompilasi. Mudah-mudahan admin Bale Bengong sempat mengompilasi. Tapi, di tulisan ini saya tidak akan membahas mengenai sifat. Kali ini saya ingin bercerita tentang nama alias yang justru kadang tidak dapat dijelaskan apa maknanya.
Di kampung saya, Moding, Melaya, Jembrana sana, laki-laki memang lebih dikenal dengan nama alias. Pernah dengar nama Nanoq da Kansas? Itu seniman yang sekampung halaman dengan saya. Penyiair yang sudah populer ke mana-mana. Di kampung saya, dia justru dipanggil Nanok Kaca. Kenapa? Karena dia pakai kacamata. Nama aslinya? Saya sendiri tidak tahu.
Tapi nama alias biasanya muncul karena kebiasaan atau identitas unik pada yang bersangkutan. Misalnya ada kawan main saya di kampung yang sering NGELEL (What the meaning of ngelel?). Yup, saya tidak tahu bahasa Indonesia. Tapi yang pasti, Ngelel adalah lidah menggelantung seperti anjing yang menunggu diberikan nasi oleh sang majikan. Oleh kami semua, akhirnya dia dipanggil Dek Elel. Nama aslinya sendiri, Kadek Juliana. Jauh ya?
Adik sepupu saya lebih akrab disebut Gede Bima. Barangkali karena badannya yang memang besar. Di pewayangan, tokoh ini memang diidentikkan dengan badan besar dan kuat. Adik saya ini perawakannya memang seperti itu. Sejak kecil dia sudah punya bakat berbadan besar. Tak heran, baru kelas 3 SMP tinggi badannya sudah mendekat 180 cm. Nama aslinya? I Putu Sarjana. Nggak nyambung!
Lucunya, nama alias ini kadang nggak ada yang beres di telinga. Aneh dan memang tanpa makna. Orang seenak saja memberikan dan seenaknya pula terus memanggil kawannya dengan nama yang aneh itu. Ada yang senang ada pula yang tidak senang.
Baiklah, saya sebut saja beberapa nama alias kawan saya yang saya kenal. Dedok, Mami, Baglor, Granat, Dimpil, Bracuk, Koplar, Berig, Ateng, Asin, Nanok, Runjit dan sebagainya. Itu barangkali nama-nama yang masih beredar di kampung. Barangkali kawan-kawan punya teman yang nama aliasnya jauh lebih aneh dibandingkan di atas. Silakan berbagi.
Ini ada beberapa kawan-kawan di dunia nyata dan dunia maya yang saya tahu punya nama alias. Misalnya, Putu Hendra Brawijaya aka Saylow, Putu Agus Sumberdana aka Gus Tulang, Made Arsana Putra aka Bodrex, Wayan Suardana aka Gendo, Anak Agung Krisna Murti aka Nova, Ngurah Suryawan aka Bebek, dan Putu Adi Widiantara aka Memble.
Jerinx, drummer Superman is Dead juga merupakan nama alias. Barangkali karena rambutnya yang selalu mejujuk alias berdiri tegak. Nama aslinya? Hanya sedikit orang yang tahu.
Begitulah, saya sendiri tidak tahu mengapa lelaki Bali kebanyakan punya nama alias. Tapi saya kira, sebagian muncul karena sifat. Ada pula karena kebiasaan. Bisa juga karena kesenangan. Atau yang lain karena kemiripan dengan tokoh tertentu. Ada juga untuk keren-kerenan. Tapi, nama alias itu datang seiring kedewasaan.
Jadi, apa nama aliasmu wahai lelaki Bali?
Tulisan diambil dari blog Agus Lenyot.
Nama kecil (adan paradan) ini diberikan saat anak-anak bali sedang lucu-lucunya saat itulah biasanya sanak sodara terdekat memberikan sebutan. Karena biasanya balita belum begitu menunjukan karakternya selalu mudah menemukan dari kejanggalan fisik atau prilakunya dan ini sangat lucu untuk diberikan sebutan atau dijadikan guyonan.
Berikut beberapa contoh nama arti dan ciri fisik/sifat (versi Karangasem):
Lenyot = mungkin berasal dari kata “Lenyat-Lenyot” yang artinya jalannya goyang kekiri dan kekanan.
Pondal = Pendek kecil gendut
Lecir = Kecil, item dan imut
Lambih = Kepanjangan ini biasanya karena bibir bagian bawah agak lebih panjang dari bagian muka yang lain
Petet = Karena hobbynya “memetet nyonyo” (*maaf) susah mau lepas dari susu ibunya.
Podol = Bentuk kepala yang bulat atau hidungnya terlalu besar dan bulat
Kembal = Gendut
Keruk = Mukanya mirip beruk (monyet)
Kacong = Sedikit goblok & nakal
Bontalan = Pendek kekar dan menyebalkan
Plegir = Kecil kurus dan nakal
Juwet = Hitam
Nyambleh = ….
Becol = ….
Gobleg = …
wah, padahal saya pikir Lenyot itu bukan jalan ke kiri dan ke kanan,,tapi ke depan dan ke belakang..hihihi…. (langsung ngebayangin tuan patrick lagi ngatrek) ZZzzzZZZZ
trus,klo “sela” ?
re: sela
Itu sebenarnya berasal dari lagu dangdutan bli gung xD
“sela……….
mat malam duhai kekasiih…….
Wahahahah!! Kalau Sele = Ubi, tapi karena tuntutan menjadi alay adalah wajib hukumnya jadi saya bikin biar keren jadi Saylow hauhauhau #bungker
sela dari kata SELAngkangan.
seperti saya juga punya nama alias seperti ini, dulu waktu smu dipanggil acong, moyo tp sampai sekarang semua itu hilang dan sekarang orang mengenal saya dengan nama ini…
Nama panggilan saya diberikan oleh teman SMA yg bernama dek moyo. Karena pas SMA ada beberapa teman yang bernama Agus, jadi agar tidak bingung diberikan embel-embel sesuai dgn ciri fisiknya. Karena saya kurus diberi nama gus tulang. Teman yg juga bernama agus karena giginya bengkok diberi nama gus gibeng (gigi bengkok) 🙂 Panggilan gus sangat sensitif, di jaw dikira keturunan kyai, di Bali dikira keturunan brahmana a.k.a ida bagus. 🙂
merujuk pada ilmu linguistik (hehe… sok ilmiah bedik)… munculnya kata tidak lepas dari interaksi diantara pengguna bahasa. Kata sebagai bagian dari bahasa sifatnya sangatlah arbitrer dan sangat didasarkan atas konvensi diantara para pemakai bahasa. Tidak heran kalau kemudian jenis bahasa itu ribuan bahkan jutaan jumlahnya di seluruh dunia. Nah… kalau kemudian muncul nama alias, maka itu sepertinya itu berkaitan dengan dekatnya relasi antar pengguna bahasa bersangkutan. Maksudnya, semakin dekat hubungan kekrabatan, maka munculnya nama alias akan semakin besar. Tidak heran kan kalau kemudian nama alias itu jadi aneh-aneh dan tak ada protes dari yang diberi nama. Misalnya Agus Lenyot. coba kalau yang ngasi nama itu orang yang nggak dikenal, pasti Agus akan marah-marah. Tapi karena yang memberi nama adalah kerabat, teman, sahabat terdekat, maka semuanya menerima baek-baek gen, malah seneng karena dianggap dirinya diterima dengan baik oleh orang-orang disekitarnya.
Jadi kalau orang Bali punya banyak nama alias, terutama laki-lakinya, maka itu adalah wujud dari kuatnya ikatan kekerabatan laki-laki Bali. Mungkin ini kemudian berkaitan dengan mengapa laki-laki Bali terkesan cengeng, tidak bisa merantau dan juga kurang suka bekerja keras. Daripada bekerja keras dan merantau tapi jauh dari kerabat dan sanak kadangnya, kan lebih baik nganggur… tapi bisa minum-minum di sudut desa setiap sore…. ??. hehehe. Toh kalau cuma urusan makan, banyak saudara yang bisa diminta. Syukur-syukur bisa jual tanah, uangnya buannyakk… hidup enak dan tak jauh dari kerabat. Sehingga reproduksi nama aliaspun kemudian menjadi semakin marak…
tidak semua seperti itu bli… banyak kok yang suka merantau, cotohnya korban selamat dari kapal cordia eh lupa namanya dan dilampung korban mesuji itu banyak dari bali… dan dari kabupaten lain juga banyak yang merantau trutama ke denpasar… mungkin itu cuma sebagian saja, itu hanya contoh kecil, termasuk saya juga perantauan… 🙂
menghubungkan nama alias dg sifat cengeng,tdk suka bekerja keras seperti dipaksakan sekali,mencari-cari sifat2 negatif laki2 bali dg kontek “alias” tidaklah tepat bli.berpikirlah yg positif.saya laki2 bali perantauan di jepang harus berjuang bekerja membanting tulang bersama ribuan pemuda bali lainnya di negeri orang.orang jepang yg terkenal super pekerja keras ada aja banyak aliasnya seperti teman saya dipanggil kune kune boy karena jalannya yg lenggak lenggok(kune2 dlm bhs jepang)
@Akriko : Ya saya juga merantau ni di Semarang sejak 7 tahun silam.
Nggak semua, tidak berarti sebagian kecil. Sebagian kecil juga belum tentu tidak semua. Soal lelaki Bali malas hanyalah stereotype karena tidak ada satu atau sebagian yang bisa mewakili semua. Tapi realitas yang bisa ditemui adalah secara perlahan, sifat-sifat malas lelaki Bali terus membiak secara eksponensial. Ditengah persaingan ekonomi dan himpitan budaya, lelaki Bali ada di persimpangan jalan. Mengalami ambiguitas yang makin parah, semakin tersisih dari akses-akses ekonomi dan terpuruk pada kekerabatan-kekerabatan semu. Kalau kemudian banyak terjadi konflik-konflik di tingkat intern dan antar desa adat, maka itulah wujud paling nyata dari kuatnya kekerabatan yang semu itu. Penamaan alias hanyalah sebagian kecil dari wujud eratnya kekerabatan. Wujud lain ambiguitas adalah semakin permisifnya lelaki Bali pada prilaku-prilaku judi seperti meceki dan tajen. Jika dulu bebotoh adalah public enemy, maka kini bebotoh adalah status yang diakui bahkan dianggap mata pencaharian??
Tyg “Jebing”, pak.. #gaTauAlasannya…
Kejadian serupa juga terjadi di beberapa daerah sprti Jawa. Saya lebih suka menyatakan itu sebagai : penanda kejujuran. Alamiah, seperti yg dipunyai/dimiliki, baik dari adab kebiasaan, perilaku, karakter, sikap, perangi, tutur perbuatan, dll. Oleh karena itu, sosok itu lebih pas diberi tanda (alias) seperti itu.
@Rado : hehehe… saya tidak memaksakan untuk menghubungkan. Saya sudah sampaikan bahwa soal lelaki Bali malas dan cengeng hanyalah stereotipe saja. Yang sebagian harusnya tak bisa mewakili semua. Artinya ada lelaki Bali yang malas dan ada yang rajin. Ada yang sukanya judi dan minum-minuman keras ada pula yang merantau mengejar rejeki. Pada semua masyarakat terjadi hal yang sama. Sering muncul stereotipe atau bahkan stigma-stigma yang sekali lagi sebenarnya itu hanyalah generalisasi belaka. Misalnya ada stereotipe kalau laki-laki Batak memiliki temperamental keras. Atau Lelaki Perancis sering distereotipe-kan lihai bercinta dan romantis. Wanita Bali disterotipe-kan rela bekerja keras demi keluarga, sementara wanita Jawa lebih suka bersolek. Nah ini semua kan stereotipe belaka. Padahal sangat jelas nggak semua wanita Bali rela bekerja keras dan tak semua wanita sukanya bersolek.
Saya hanya menghubungkan antara kuatnya kekerabatan dengan munculnya nama alias. Lalu pada point kekerabatan yang sangat-sangat dekat itu memiliki dampak yang cenderung untuk mengikat emosional seseorang pada kekerabatan nya tersebut. Bentuk ikatannya bisa berupa adat budaya, atau hanya sekedar emosional belaka.
Betul kata Mas Rohman, bahwa nama alias muncul tak lepas dari penanda kejujuran. Dan kejujuran itu juga lebih sering muncul jika individu-individu memiliki kedekatan emosional yang kuat. Sementara dalam ikatan yang kurang dekat, manusia biasanya menyembunyikan sesuatau dan penuh kepura-puraan. Makanya dalam teorii dramaturginya Erving Goffman ada istilah panggung depan dan panggung belakang. Manusia memainkan perannya sesuai dengan kondisi dimana ia berinteraksi. Saat berada di ruang publik, maka ia memainkan perannya di panggung depan yang bisa jadi berbeda dengan saat ia berada di rumahnya (panggung belakang) Tapi jika ikatan emosional sudah dekat, panggung depan dan belakang akan lebur, disinilah kemudian kejujuran di kedepankan.
okay kalau begitu walau sedikit panjang lebar.saya juga sependapat dengan comment rahman, penanda kejujuran alamiah..simpel & sederhana..nama alias selain penanda kejujuran alamiah juga sebagai penanda penyamaran & ketidakjujuran karena situasi tertentu misalnya dikejar-kejar polisi atau kena cekal imigrasi.contoh gayus tambunan dg alias sony laksono bisa melenggang ke bali & luar negeri ,muhamad nazarudin dg alias muhamad syarifudin juga lenggang kangkung ke LN.tapi orang bali masih kalah banyak aliasnya dari imam samudra yg punya sedikitnya 5 nama alias abdul aziz,qudama,fath/fatih,abu umar,heri
Saya juga punya nama alias. Nama asli saya putu hendra tapi teman teman biasa memanggil Brad Pitt. Ini karena saya ganteng dan macho seperti Brad Pitt