Teks dan Foto Agus Widiantara
Musisi dan mahasiswa di Bali rela ngamen demi solidaritas pada korban bencana.
Itulah kisah terburam di akhir tahun 2010 yang terjadi di Wasior, Mentawai, dan Merapi. Bencana alam yang menimpa saat ini begitu memilukan dari banjir bandang, gempa bumi dan tsunami, serta letusan gunung berapi. Berbagai bantuan pun meluncur ke tiga titik bencana tersebut hingga saat ini.
Kepedulian yang sama muncul dari musisi dan mahasiswa di Bali. Kegiatan mereka terbilang unik, ‘ngamen’. Kegitan ini diadakan pada sore Sabtu pekan lalu di seputar Renon, Denpasar. Para pengamen jadi-jadian ini menggunakan peralatan musik seadanya. Bahkan, ada juga yang memisahkan diri dengan membentuk kelompok dan beregu dengan membawa kardus bertuliskan ”Pundi amal untuk korban bencana alam di Wasior, Mentawai dan Sleman”. Umbul-umbul pelengkap pun digotong untuk mengenalkan identitas.
Ngamen ini memberikan hiburan tersendiri bagi warga yang melintas maupun sedang berlibur. Mereka juga memberikan balasan terimakasih berupa lembaran rupiah. Semua sumbangan akan diserahkan kepada para korban bencana. “Bantuannya, Bu. Untuk saudara-saudara kita di Merapi,“ lirih Iwan, mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) yang juga relawan KSR PMI, di sela-sela warga yang melintasi para pengamen.
Ngamen pun dilanjutkan sampai ke jalan-jalan di sekitar jalan raya mendekati lampu merah, di samping Bank BPD Bali.
Sambil menunggu lampu lalu lintas berwarna merah, yel-yel bahkan nyayian khusus untuk para korban bencana pun digumamkan, penuh nada-nada lirih. Begitu warna merah bersinar, pasukan pengamen pun turun dengan sumbangan suara untuk membantu para korban bencana alam.
Respon masyarakat yang lewat cukup beragam. Ada yang hanya mengumbar senyum sambil melambaikan tangan. Ada yang mengatakan tidak mebawa uang atau sudah menyumbangkan melalui LSM lain. Parahnya, ada yang berpura-pura tidak tahu bencana yang terjadi.
Sorenya, ngamen dilanjutkan di lokasi berbeda yaitu di sekitaran pantai Sanur. Kegiatan pemungutan pundi amal ini dipimpin Made Murdita, yang lebih dikenal dengan nama Nanoe Biroe. Menurutnya, aksi tersebut merupakan bentuk keprihatinannya sebagai musisi terhadap para korban bencana alam.
“Saudara-saudara, mohon bantuannya untuk mereka yang terkena musibah,” ujarnya dengan suara serak dan lantang.
Selain itu, mahasiswa pun tak kalah gemuruhnya mengumandangkan lagu-lagu kemanusian untuk menarik simpati warga yang lalu lalang. Mereka berusaha merayu-rayu warga yang lewat. “Bantuannya, Pak, Bu. Untuk saudara-saudara kita yang terkena bencana,” kata salah satu mahasiswa .
Kegiatan yang dilakukan selama seminggu sejak Sabtu sebelumnya itu terbilang cukup melelahkan. Namun, hal tersebut diacuhkan para peserta dibandingkan dengan kesedihan para korban bencana.
Kegiatan ini melibatkan Musisi Kis dan Nanoe Biroe serta mahasiswa dari berbagai kampus, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa IHDN Denpasar, PMI KSR IHDN, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes), Universitas Hindu Indonesia (Unhi), Komite Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), PMI Daerah Bali dan Warung Mina Renon sebagai fasilitator untuk posko pengumpulan bantuan baik berupa uang maupun barang.
Puncak hasil ngamen selama seminggu pun menuai hasil. Dana yang terkumpul mencapai Rp 30.816.260. Bukan hanya bentuk materi, dalam bentuk non materi pun ada seperti pakaian, selimut masker, obat-obatan dan peralatan makan.
Acara penutupan dilaksanakan pada malam Minggu pekan lalu sekaligus penyerahan hasil ngamen melalui sekertaris PMI Daerah Bali secara simbolis. Acara penutupan di Warung Mina Renon itu dimeriahkan aksi panggung beberapa band, di antaranyaa Kis, d Ubud, Cleopatra, G-Star, dan Balki Band. [b]