“Berbagi: memberi tanpa pamrih kepada sesama yang membutuhkan” – Satya
Kamis, 9 April 2020, 15 menit sebelum pukul 11 malam, di salah satu grup WhastApp yang saya ikuti, seorang teman mengirimkan sebuah poster lengkap dengan keteranganna. Poster tersebut berisikan informasi tentang sebuah gerakan sosial bernama Muda Berbagi yang mengajak siapa saja untuk ikut berdonasi, saling mengulurkan tangan, menggalang dana secara sukarela untuk membantu kebutuhan ekonomi masyarakat kecil dan pekerja informal yang terdampak Covid-19 di Bali Utara.
Sekilas saya membaca nama-nama yang terpampang di sana satu per satu. Sungguh, nama-nama tersebut terasa sangat tidak asing bagi saya. Mulai dari nama-nama pemilik bank yang digunakan untuk menerima donasi sampai nama-nama narahubung yang bisa dihubungi.
Setelah memutar otak beberapa saat, barulah saya ingat. Mereka semua adik kelas saya dulu semasa duduk di bangku putih abu di SMA Negeri 1 Singaraja, salah satu sekolah unggulan kebanggan kota di utara peta. Wah, mantap betul mereka ini. Saya pun akhirnya ikut membagikan poster tersebut ke semua grup yang ada di semua laman media sosial yang saya punya. Hitung-hitung sambil membantu mereka juga. Berdonasi tidaknya saya biarkan saya dan Tuhan yang tahu.
Jujur saya juga penasaran dengan gerakan yang mereka buat. Saya pun akhirnya tertarik untuk tahu lebih jauh tentang gerakan sosial yang dibuat adik-adik kelas saya itu. Layaknya seorang wakil rakyat kondang yang konon gemar memantau situasi dan kondisi di lapangan, saya mulai memantau tipis-tipis, mencari tahu segala sesuatu tentang gerakan mereka.
Awalnya hanya lewat akun Instagram atas nama Muda Berbagi yang mereka buat, pun akun Instagram pribadi mereka masing-masing. Sampai akhirnya pada minggu terakhir Mei, saya mengobrol lewat pesan Whastapp bersama Satya Nugraha, kordinator Muda Berbagi yang pertama kali memprakarsai terbentuknya gerakan sosial tersebut. Saya japri nomornya, sambil bertanya kabar seperti “Kengken kabare?” dan semacamnya.
Obrolan saya bersama Satya kala itu bisa dikatakan sebagai obrolan anyar, alias obrolan pertama yang pernah kami lakukan sejak sama-sama menjalani pendidikan di almamater sama. Saya kakak kelasnya, satu tingkat di atas angkatannya. Saya juga pernah ikut menjadi panitia masa orientasi sekolah untuk angkatannya.
Namun, tak satu pun ingatan saya mengatakan saya pernah berbicara sepatah dua patah kata dengannya. Yang saya ingat kita hanya saling tahu. Ia tahu saya kakak kelasnya dan ia menyapa saya dengan sebutan “Bli”, sapaan khas orang Bali yang ditujukan bagi laki-laki yang dituakan. Saya pun tahu ia adalah adik tingkat saya.
Saya ingat betul kelihaiannya bermain futsal yang menjadikannya salah satu pemain inti tim futsal di sekolah. Ia juga pernah menjadi anggota Palang Merah Remaja (PMR) yang selalu sigap bersiaga di belakang barisan siswa saat upacara bendera. Jaga-jaga jika ada yang sakit dan jatuh pingsan karena lemas dan lupa sarapan atau karena memang sudah sakit dari awal tapi terlalu dipaksakan.
Terbentuknya Muda Berbagi
Menurut penuturannya, pada 4 – 6 April lalu, ia mengumpulkan dan mengajak beberapa teman seangkatannya semasa SMA untuk membahas sebuah gerakan sosial dan edukasi di tengah pandemi Covid-19 yang sedang mewabah. Pembahasan awal mereka untuk membentuk sebuah gerakan bisa dikatakan matang dan mengakar.
Penyebaran virus corona di Indonesia terus meluas bahkan sampai saat ini. Ribuan orang dinyatakan positif terjangkit Covid-19 dan mau tak mau harus berada dalam pengawasan. Parahnya lagi, ratusan orang telah meninggal dunia. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, sudah berupaya menurunkan risiko penularan dengan mengimbau masyarakat untuk bekerja dan beraktivitas dari rumah. Salah satu langkah pemerintah yang tentu saja harus diapreasiasi.
Akan tetapi, ada hal penting lain yang juga harus dipahami oleh siapapun. Di luar sana, banyak masyarakat kecil dan pekerja sektor informal yang mau tidak mau harus tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tak hanya karena sifat pekerjaan yang mengharuskan mereka berada di lapangan, tapi juga karena kemampuan ekonomi yang mereka miliki. Mereka harus bekerja untuk membuat kebutuhan dapur tetap terpenuhi.
Tergerak dari kenyataan tersebut, mereka akhirnya membentuk gerakan sosial dan edukasi bernama Muda Berbagi. Gerakan ini mengajak siapapun untuk membantu kebutuhan ekonomi masyarakat kecil dan pekerja sektor informal yang rawan terdampak Covid-19. Alasan di balik nama Muda Berbagi rasanya sudah bisa diprediksi. Satya dan teman-temannya adalah anak-anak muda, bujang, perjaka, dan tentu saja belum menikah. Dan, garis besar pergerakan mereka adalah berbagi sumbangsih, pikiran, tenaga, bahkan materi yang dapat meringakan beban masyarakt terdampak Covid-19.
Gerakan Muda Berbagi sejatinya merupakan adopsi dari gerakan yang diikuti Satya sewaktu menjalani pendidikan profesi di Yogyakarta. Di sana, ia juga mengikuti gerakan serupa, yaitu memberi bantuan dan edukasi kepada masyarakat terdampak Covid-19. Sayangnya, ia terpaksa pulang ke Bali, ke rumahnya di Singaraja karena pandemi yang semakin menjadi-jadi.
Ia pun kemudian memutuskan untuk mengimplementasikan gerakan tersebut di daerahnya sendiri dengan berbagai pembaharuan yang ia canangkan bersama teman-temannya.
Anggota Muda Berbagi pun boleh dikatakan sedikit. Di awal pembentukannya, Muda Berbagi hanya terdiri dari 7 orang, termasuk Satya di dalamnya. Saat ini, jumlah anggotanya juga tak jauh berbeda, hanya bertambah 3 orang, sehingga total anggota Muda Berbagi menjadi 10 orang. Jumlah anggota mereka memang sangat sedikit.
Dari awal mereka memang sengaja tidak mengadakan open recruitment volunteer. Mereka tidak ingin membuat sebuah perkumpulan yang jumlah orangnya banyak. Di samping untuk memudahkan kordinasi, juga agar lebih gampang mematuhi protocol kesehatan untuk mencegah Covid-19, yaitu salah satunya physical dan social distancing. Karena itu, mereka akan melakukan segala kegiatannya sesuai kemampuan dan kapasitas mereka.
Satya dan teman-temannya memulai gerakan Muda Berbagi dengan menggalang dana dari uang saku mereka sendiri, sekitar Rp 50.000 sampai Rp 100.000, dan akhirnya terkumpul Rp 750.000. Mereka kemudian bergerak mensurvei harga, membeli sembako, dilanjutkan dengan turun ke jalan di seputaran Kota Singaraja memberikan sembako tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, seperti pekerja harian, buruh, pemulung, lansia, atau masyarakat lainnya yang tidak memiliki pekerjaan tetap.
Mereka juga menyebar lefleat (selembar kertas yang dilipat-lipat, mirip brosur) yang berisikan informasi mengenai pencegahan Covid-19. Tak hanya itu, mereka pun turut menyosialisasikan cara cuci tangan yang baik dan benar. Itulah penerjunan pertama mereka ke lapangan dan menjadi salah satu hal yang berkesan bagi mereka. Tentu saja mereka tetap mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah, seperti jaga jarak, cuci tangan, dan menggunakan masker.
Disambut Baik
Kehadiran Muda Berbagi tentu disambut dengan baik oleh masyarakat sekitar. Kebetulan, aksi sosial yang berfokus pada masyarakat kecil dan tidak mampu terdampak Covid-19 belum begitu banyak dilaksanakan di Singaraja. Di samping itu, Muda Berbagi tidak hanya menyalurkan dan membagikan bantuan, tetapi juga menyebar lefleat dan memberikan edukasi pencegahan Covid-19 yang tentu saja diharapkan dapat memutus rantai penyebarannya. Mereka punyai nilai plus di sana.
Selanjutnya mereka menggalang dana dan donasi berupa paket sembako, masker, dan lain sebagainya dengan menyebar poster di berbagai laman media sosial. Total dana yang sudah mereka terima saat ini kurang lebih berjumlah Rp 5.000.000. Mereka juga menerima hibah 50 kg beras dari Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama Bali) untuk dibagikan kepada masyarakat di Kota Singaraja. Dana yang mereka terima pun tidak langsung dihabiskan begitu saja.
Mereka menggunakannya secara bertahap, secara berkala dalam kurun waktu tertentu. Biasanya setiap hari Sabtu dan Minggu, mereka turun ke jalan membagikan sembako, lefleat, dan memberikan edukasi pencegahan Covid-19. Terkadang dua minggu sekali, menyesuaikan dengan kesibukan dan kapasitas masing-masing anggota yang akan turun ke jalan. Mereka juga menyasar beberapa desa yang masih dalam jangkauan mereka, kemudian memberikan bantuan secara door to door, dari pintu ke pintu, memberikan bantuan kepada masyarakat tidak mampu, terutama lansia.
Secara nominal, jumlah dana yang mereka galang boleh dikatakan tidak terlalu banyak. Namun hal tersebut tentu menjadi sangat berarti bagi masyarakat terdampak Covid-19 yang membutuhkan. Sedikit jumlahnya, banyak artinya. Masyarakat yang menerima bantuan benar-benar berterima kasih kepada Muda Berbagi. Bahkan menurut penuturan Satya, ada yang sampai menangis saat diberikan bantuan. Hal tersebut menjadi sebuah kebahagian tersendiri bagi Satya dan teman-temannya. Itulah yang sebenarnya menjadi tujuan dari Muda Berbagi, membuat orang lain bahagia.
Nah, sama seperti gerakan atau komunitas aksi sosial lain, Muda Berbagi juga menghadapi beberapa kendala, terutama saat memilih dan mencari orang-orang yang dirasa tepat untuk menerima bantuan, karena paket sembako yang disediakan tidak terlalu banyak, dan tentu di tengah-tengah situasi sekarang ini banyak yang ingin menerima bantuan.
Hal lain yang menjadi kendala bagi mereka adalah kesibukan mereka masing-masing. Ada yang harus mengikuti kuliah daring, ada juga yang harus bekerja dari rumah, sehingga mereka harus benar-benar meluangkan dan mengatur waktu mereka untuk bersama-sama turun ke jalan membagikan bantuan. Kendala sejatinya tentu menjadi hal yang wajar, tetapi mereka menganggap hal tersebut sebagai bagian dari sebuah aksi sosial dan kerelawanan, sehingga bagi mereka kendala-kendala tersebut adalah sebuah tangtangan tersendiri.
Gizi untu Medis
Muda Berbagi juga menjadi perpanjangan tangan Kagama Bali untuk membagikan makanan dan minuman secara gratis kepada para petugas medis yang bertugas selama pandemi Covid-19 ini melalui program ‘Gizi untuk Medis’, sebuah program dari Kagama Muda Bali yang mendapat dukungan penuh dari Pengurus Daerah Kagama Bali dengan tujuan memperkuat daya tahan tubuh para petugas medis melalui asupan makanan. Harapannya, para petugas medis tidak merasa berjuang sendirian, sehingga mereka menjadi lebih semangat dengan dukungan dari masyarakat. Kebetulan, Satya merupakan salah seorang alumni jurusan ilmu keperawatan Universitas Gadjah Mada dan ia diberi mandat untuk melangsungkan program tersebut di Kabupaten Buleleng. Selain di Buleleng, program tersebut sebelumnya juga telah dilaksanakan di Denpasar, Badung, dan Tabanan.
Satya dan teman-temannya mendapat kepercayaan untuk menjalankan program Gizi untuk Medis di Kabupaten Buleleng. Dengan dana Rp 1.300.000 yang diterima, Satya dan teman-temannya kemudian membantu menyiapkan dan mengemas paket makanan. Misalnya buah, susu, vitamin, dan kue yang terjamin higienitasnya dan tentu saja mengandung gizi yang cukup. Mereka mengantarkanya ke tenaga medis Rumah Sakit Giri Mas pada Selasa, 16 Mei 2020.
Sembari mengantar paket makanan tersebut, mereka juga menanyakan kondisi terkini di Rumah Sakit Giri Mas yang menjadi rumah sakit khusus Covid-19 di Kabupaten Buleleng, terutama tentang ketersediaaan Alat Pelindung Diri (APD), kelengkapan vital bagi petugas medis dalam melindungi diri dari penyebaran Covid-19. Selanjutnya informasi yang mereka dapatkan akan disampaikan kepada Pengurus Daerah Kagama Bali untuk ditindaklanjuti. Kagama Bali hingga saat ini membuat program pengadaan APD, wastafel portable, sembako, dan kegiatan lain yang menjadi agenda bersama melalui tagline #KagamaCare.
Tentu saja, program tersebut diharapkan dapat terus berlanjut dan menyentuh seluruh instansi kesehatan yang ada di Kabupaten Buleleng. Satya dan teman-temannya juga berharap gerakan tersebut dapat menggema ke seluruh Bali. Dengan demikian masyarakat dapat berkontribusi memberikan dukungan penuh kepada para tenaga medis yang berjuang dan menjadi garda depan penanganan Covid-19 di tengah situasi saat ini.
Rencana dan Harapan
Ke depannya, selama pandemi masih berlangsung, di samping tetap berkordinasi dengan Kagama Bali, Muda Berbagi rencananya akan terus menggalang dana dan donasi kemudian menyalurkan paket bantuan dan sembako serta memberi edukasi kepada masyarakat kecil dan kurang mampu yang terdampak Covid-19, terutama lansia yang sudah tidak bekerja dan tidak memiliki pendapatan.
Satya dan teman-teman juga hendak bergandeng tangan bersama Mata Garuda Bali, ikatan alumni penerima beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementrian Keuangan Republik Indonesia untuk menggalang dana dan membeli sayur mayur yang di tanam para petani lokal di Kabupaten Buleleng. Gerakan tersebut diinisiasi untuk membantu meringakan para petani yang yang terancam kerugian akibat pandemi Covid-19 yang membelit. Terlebih, sayur mayur yang ditanam juga sedang memasuki masa panen.
Sayur mayur tersebut nantinya akan dibagikan dan didistribusikan kepada masyarakat dan beberapa komunitas lainnya, baik yang sudah diolah atau pun yang masih mentah dan segar. Mereka juga berencana untuk bekerja sama dengan gerakan-gerakan lain dan bisnis-bisnis rumahan yang ada di Kota Singaraja yang dapat mendukung gerakan sosial Muda Berbagi, seperti menyalurkan barang-barang, donasi, dan sebagainya.
Harapan Satya secara pribadi, atau mungkin juga menjadi harapan orang banyak, pandemic Covid-19 lekas berakhir. Orang-orang bisa kembali bekerja, sekolah, kuliah, melamar kerja, atau mencari pasangan yang hilang dan semacamnya. Semuanya kembali normal seperti sedia kali, tetapi, di balik pandemi yang sedang mewabah ini, ada sisi positif yang dipetik oleh Satya dan teman-teman.
Orang-orang tersentuh hatinya untuk saling bahu membahu, memberi uluran tangan, dan membantu sesama tanpa memandang label agama, ras, etnis, dan semacamnya. Orang-orang mulai sadar dan berbagi satu sama lain. Pandemi ini mengingatkan semuanya akan hal-hal yang sangat mendasar dan esensial, yaitu kemanusiaan., cinta, dan kasih.
Di samping itu, pandemi ini juga memberikan pelajaran yang berharga, bahwa kesehatan itu sangat penting. Kesehatan tidak hanya bisa didapatkan dari minum obat atau vitamin, tapi juga dari pengetahuan dan pemahaman tentang cara-cara menjaga kesehatan. Contohnya seperti sekarang ini. Semakin banyak orang sadar akan common hygiene seperti mencuci tangan dan tidak menyentuh wajah untuk menghindari infeksi penyakit akibat kuman, virus, atau bakteri.
Pada akhirnya, obrolan saya dengan Satya tentang Muda Berbagi menggiring saya untuk membuat kesimpulan tersendiri. Bagi saya, tidak ada orang-orang hebat sama sekali di dunia ini kecuali mereka yang peduli dan memiliki pengabdian terhadap kemanusiaan.
Seperti kata Presiden ke-4 Republik Indonesia, Bapak Abdurahman Wahid, kemanusiaan bahkan lebih penting dari politik. Satya dan teman-temannya saya katakan sebagai orang-orang hebat. Sederhananya, mereka memberi tahu siapa saja untuk tidak menyerah atas nama kemanusiaan, untuk tetap menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Salah satunya dengan berbagi kepada mereka yang membutuhkan. [b]