Pemerintah melakukan upaya baru memuluskan reklamasi Teluk Benoa.
Upaya tersebut dilakukan pada Rabu tiga hari lalu. Dinas Kehutanan Provinsi Bali menggelar sosialisasi tentang rencana tukar menukar kawasan taman hutan rakyat (Tahura).
Tukar menukar kawasan hutan dilakukan antara kawasan Tahura yang tidak ditumbuhi pohon mangrove yaitu Pulau Pudut dan sekitarnya seluas 169,95 hektar dengan kawasan bukan hutan yang ditumbuhi mangrove seluas 238,79 hektar.
Proses tersebut tak sekadar tukar-menukar antara kawasan hutan dan non kawasan hutan. Ada misi terselebung di balik tukar-menukar kawasan tersebut.
Tukar menukar kawasan hanyalah upaya untuk menghilangkan atau menghapuskan status Pulau Pudut dan sekitarnya seluas 169,95 Ha dari kawasan hutan. Ketika status kawasan hutan yang melekat pada Pulau Pudut dan sekitarnya sudah dihapus maka secara otomatis wilayah seluas 169,95 Ha akan berubah menjadi Zona Penyangga.
Zona Penyangga adalah zona khusus yang disiapkan Pemerintah untuk memuluskan agenda investor mereklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektar.
Berdasarkan perpaduan antara masterplan rencana reklamasi Teluk Benoa oleh PT TWBI dengan peta rencana tukar-menukar kawasan Tahura terlihat rencana reklamasi Teluk Benoa tumpang tindih dengan kawasan tahura.
Dengan menggunakan kedok perluasan kawasan hutan, Dinas Kehutanan akan melepaskan kawasan Pulau Pudut dan sekitarnya. Padahal jika dilihat perpaduan dua peta tersebut, tukar menukar kawasan hanya untuk memuluskan agenda investor untuk mereklamasi Teluk Benoa.
Tidak tepat jika Dinas Kehutanan ingin tukar menukar kawasan antara kawasan hutan di Pulau Pudut dan sekitarnya yang tidak ditumbuhi mangrove dengan kawasan di luar hutan yang ditumbuhi mangrove. Pasalnya, areal di luar kawasan Tahura seluas 238,79 hektar tersebut sejatinya telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan berdasarkan Perpres No. 45 tahun 2011 maupun Perpres No. 51 Tahun 2014.
Oleh karenanya, WALHI Bali menyatakan protes dan menolak keras upaya-upaya pemerintah untuk memuluskan agenda investor mereklamasi Teluk Benoa. Di dalam surat protes yang disampaikan kepada Dinas Kehutanan, kami meminta kepada Dinas Kehutanan Provinsi Bali dan pihak terkait dalam pengelolaan kawasan hutan baik di daerah maupun di pusat menghentikan upaya untuk mengeluarkan atau menghapus sebagian kawasan hutan di Teluk Benoa hanya demi memuluskan rencana reklamasi Teluk Benoa.
Surat protes telah dikirim Jumat kemarin, dengan tembusan ke Menteri Lingkungan Hidup (LH) dan Kehutanan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Komisi IV DPR RI, KPK RI, Ombudsman RI, Komnas HAM, DPRD Bali, Walikota Denpasar, Bupati Badung, DPRD Badung dan Denpasar, Bendesa Adat Tanjung Benoa serta Bendesa Adat Kelan. [b]