• Tanya Jawab
  • Mengenal Kami
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Kontributor
    • Log In
    • Register
    • Edit Profile
BaleBengong
Anugerah Jurnalisme Warga 2021
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home

Merayakan Kehidupan dalam Kumpulan Tulisan Dea Anugrah

Mevlana by Mevlana
3 October 2020
in Buku, Kabar Baru
0 0
0

Sejatinya pemaknaan hidup itu sendiri harusnya bisa sederhana

Sebelumnya Dea Anugrah sudah menelurkan beberapa karya sebelum buku ini diterbitkan. Misalnya kumpulan puisi Misa Arwah (2015) atau kumpulan cerpen Bakat Menggonggong (2016). Dea Anugrah sendiri selaku penulis baru saya ikuti di Twitter pada medio 2018an. Jadi, praktis saya baru mengikuti karya penulis dan jurnalis dimulai dari buku ini serta membeli serta membacanya pada Februari tahun ini.

Saya ingat, saya membaca buku ini di sela-sela mengerjakan tugas kuliah yang tidak begitu penting di sebuah restoran cepat saji di kawasan Denpasar. Pada saat itu pengunjung masih ramai. Mungkin masih percaya bahwa pandemi COVID-19 yang kian hari makin mengkhawatirkan ini tidak bisa masuk ke Indonesia karena cuaca tropis. Bisa jadi mereka juga percaya pada guyonan wakil presiden indoneisa bahwa ‘korona tidak hilang berkat doa qunut’.  

Ya, mungkin saya juga salah satunya.

Kembali membahas buku ini. Meskipun tergolong tipis, buku ini saya baca untuk beberapa hari. Namun, hari itu, dengan agak tergopoh-gopoh saya menyelesaikannya. Hal itu saya sesali karena keinginan untuk segera menghabiskan membaca akhirnya menyebabkan banyak pikiran-pikiran mendalam di buku ini yang saya lewati. Jadi, mungkin yang tertarik membca buku ini bisa belajar dari kesalahan saya dan mulai membaca buku ini dengan santai.

Banyak tulisan menarik dalam buku ini. Tentu esai terakhir dan sekaligus menjadi judul buku ini merupakan tulisan paling berkesan. Akan tetapi tulisan-tulisan lainnya juga tidak kalah penting dan menyenangkan. Pada tulisan ‘Mengutuk dan Merayakan Masturbasi’ misalnya, Dea mencoba memberi tahu bagaimana masturbasi bisa menjadi topik liar yang bisa dibawa kemana saja seperti penghakiman masturbasi pada zaman Victoria (1837-1901) mengenai kegegalan pemerintahan mereka.

Namun, pada akhir tulisan ini kesan merayakan masturbasi begitu heroik dengan penggambaran bahwa suatu hari bisa saja masturbasi bisa dipamerkan. Hal ini mengingat masturbasi tidak ubahnya sama dengan kegiatan artistik melukis dengan argumen keduanya sama-sama membutuhkan kerja mental dalam eksekusinya.

Ada banyak hal yang Dea Anugrah selaku penulis ingin kemukakan pada buku setebal 179 halaman ini. Namun, menurut saya benang merah yang bisa ditangkap selalu sama, ‘whatever it is, life is a gift’. Salah salah satu tulisan yang berjudul Kesedihan yang Menguatkan misalnya membuat saya termenung lama dan memikirkan lagi. Bahwa ada hal-hal yang terlewat dan lupa kita pikirkan bersama seiring dunia yang bergerak begitu cepat dan kita yang cenderung berpikir terlalu individualistik.

Dalam tulisan ini juga, penulis mengajak untuk memikirkan kembali mengenai kesedihan kolektif atau masyarakat lebih mengenalnya dengan kata ‘senasib sepenanggungan’ agar dapat lebih mengnal diri sebagai sebuah kesatuan. Pada akhirnya menghadapi situasi-situasi pelik juga sebagai suatu kesatuan. Misalnya dalam menghadapi situasi pandemi saat ini, mengingat pemerintah yang cenderung abai, oleh karenanya solidaritas dan kesadaran kolektif sudah seharusnya menjadi rumah berteduh paling aman dari badai yang kata orang akan berlalu ini.

Buku ini sejatinya bukan mengajak pembaca untuk menjadi pesimis melihat semua permasalahan yang ada. Sebaliknya buku ini mengajak memahami lebih jauh mengenai hal-hal yang kita anggap angin lalu dan jarang kita perhatikan. Buku ini juga bisa menjadi pengingat bahwa hidup tidak seburuk itu. Seperti judul buku ini yang dicetak miring dan dimulai dengan kata hidup, sejatinya pemaknaan hidup itu sendiri harusnya bisa sederhana. Misalnya bangkit dari tempat tidur di pagi hari, buat secangkir kopi, dan menikmatinya.

Bisa jadi, hidup sesederhana itu. [b]

Tags: Bukubuku mojokReview
ShareTweetSendSend
Anugerah Jurnalisme Warga 2021
Mevlana

Mevlana

Sehari-hari merupakan merupakan makhluk hidup yang cintai damai dan kebanyakan menunda pekerjaan.

Related Posts

Lentera Peradaban: Gerakan Kecil di Tengah Gemerlap Kota Denpasar

Lentera Peradaban: Gerakan Kecil di Tengah Gemerlap Kota Denpasar

1 February 2021
Jakarta Sebelum Pagi:  Ajaran tentang Kehangatan Cinta

Jakarta Sebelum Pagi: Ajaran tentang Kehangatan Cinta

21 January 2021
Memahami Seksualitas melalui Buku Cabul

Memahami Seksualitas melalui Buku Cabul

5 December 2020
Cerita-Cerita Mengenai Resistensi dalam Kumpulan Cerpen: Subuh

Cerita-Cerita Mengenai Resistensi dalam Kumpulan Cerpen: Subuh

15 November 2020
Revolusi Hijau, Menjerat Petani dengan Racun

Saya pun Bermimpi Menjadi Raja di Pulau Mancawarna

30 October 2020
Komentar Awal tentang Novel Orang-Orang Oetimu

Komentar Awal tentang Novel Orang-Orang Oetimu

8 October 2020
Next Post
Seminar dan Pemutaran Daring untuk Indonesia Raja 2020

Seminar dan Pemutaran Daring untuk Indonesia Raja 2020

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

AJW 2022 AJW 2022
  • Terpopuler
  • Komentar
  • Terbaru
Berhitung Angka Dalam Bahasa Bali

Berhitung Angka Dalam Bahasa Bali

5 June 2013
Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali

Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali

4 June 2012
Mengaku Sulinggih, Kini Tersangka Kasus Pencabulan

Mengaku Sulinggih, Kini Tersangka Kasus Pencabulan

13 February 2021
Mendayung Generasi Nyegara Gunung

Lirik Lagu Anak-Anak (Gending Rare) Daerah Bali

12 October 2010
Melacak asal Kata Esa dalam Pancasila

Melacak asal Kata Esa dalam Pancasila

13 October 2017
Sengketa PLTU Batubara di Bali Utara

PLTU Celukan Bawang II Terbangun, Bali Makin Bablas

0
melukat gegadon

Pelinggih Sang Hyang Iswara, Tempat Melukat Anak Telat Bicara

1

Nusantara, Pusat Peradaban Dunia

82
Seorang warga di Klungkung menghaturkan banten dan sarana upacara lain pada hari Tumpak Wariga. Foto Juni Antari.

Tumpek Wariga: Menilik Hubungan Manusia dengan Alam

1
Pelajaran Agung dari Desa di Pegunungan Bali

Pelajaran Agung dari Desa di Pegunungan Bali

2
Bombardir Media Sosial Dibekukan di Kanvas

Bombardir Media Sosial Dibekukan di Kanvas

21 April 2021
Memperbaiki Kesalahan Masa Lalu pada Hutan Yehmbang Kauh

Memperbaiki Kesalahan Masa Lalu pada Hutan Yehmbang Kauh

19 April 2021
You and I, tentang Memori dan Dekatnya Kematian

You and I, tentang Memori dan Dekatnya Kematian

17 April 2021
Susur Hutan dan Sungai Bersama BASE Bali

Susur Hutan dan Sungai Bersama BASE Bali

16 April 2021
Ledok, Gizi Bubur di Pulau Kapur

Ledok, Gizi Bubur di Pulau Kapur

15 April 2021

Kabar Terbaru

Bombardir Media Sosial Dibekukan di Kanvas

Bombardir Media Sosial Dibekukan di Kanvas

21 April 2021
Memperbaiki Kesalahan Masa Lalu pada Hutan Yehmbang Kauh

Memperbaiki Kesalahan Masa Lalu pada Hutan Yehmbang Kauh

19 April 2021
You and I, tentang Memori dan Dekatnya Kematian

You and I, tentang Memori dan Dekatnya Kematian

17 April 2021
Susur Hutan dan Sungai Bersama BASE Bali

Susur Hutan dan Sungai Bersama BASE Bali

16 April 2021
BaleBengong

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Informasi Tambahan

  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Peringatan
  • Panduan Logo
  • Bagi Beritamu!

Temukan Kami

No Result
View All Result

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In