Teks dan Foto Luh De Suriyani
Kiriman satu buah greeting books menjadi salam pembuka dari siswa Mont Hall 3, Bronx, New York untuk sekitar 200 anak-anak di Sanggar Anak Tangguh, Sukawati, Gianyar.
Belasan lembar surat perkenalan yang dijilid menjadi buku raksasa itu sangat menarik. Anak-anak Mont Hall memperkenalkan dirinya dengan gaya masing-masing, misalnya melalui hobi dan keluarga mereka. Anak-anak sekolah usia10-12 tahun ini menempelkan gambar, foto, dan ilustrasi dengan seni kolase.
“Helo Indonesia,” tulis mereka di halaman pertama. Dilanjutkan dengan perkenalan diri dan situasi sekolah mereka di Bronx.
Kemudian, secara berantai masing-masing siswa menulis surat yang kemudian discan dan dikirim by email.
Aldeen, siswa 11 tahun di Mont Hall 3, mencoba menggambarkan diri dan Bronx secara umum. “Mont Hall 3 at 450 St Paul’s Place. I am 11 years old but i am verry tall,” tulisnya.
“A like to sing, dance, and play soccer. I Go to school for six hours, 8.00-3.00 pm, how long do you go to school?”
“In New York, they have tall buildings, staves, and lots and lots of people. I dont really like living in New York but I have to. Sometime i feel like to running away. I dont really like going to school but I still manage to go. Do you like to go to school?” Aldeen asked.
Dialog multikultur juga coba digerakkan dengan memotivasi anak-anak menceritakan latar belakang keluarga mereka. Seperti diceritakan Debby Silva. “My family is from Dominican Republic, and I come from New York. As you can see I come from two culture and religion. Its fun to be from two cultures because you get twice the fun and activities,” said Debby, an 11 years old girls.
Ni Kadek Primantari membalas surat-surat itu dengan menceritakan soal tempat tinggal di daerah bengkel kerajinan seni di Bali. Lalu makanan kesukaannya di Bali seperti Lawar (seperti sayur cincang dicampur daging atau darah ayam), dan Be tutu (ayam kukus dengan bumbu pedas). “How your favorite food in Bronx? I hope you come to Bali,” tulis Primantari.
“Selain surat, saya akan berusaha mengirim email, karena sekarang saya baru belajar membuat email,” ujar Primantari ketika sedang belajar komputer dan internet.
Primantari mengaku tak menyangka bisa punya teman dari Amerika, walau hanya lewat korespondensi. “Ini pengalaman pertama saya mengirim surat, sekalian belajar Bahasa Inggris,” ujarnya.
I Komang Adiartha, pembimbing Sanggar Anak Tangguh mengaku program korespondensi ini membuat motivasi belajar dan berkomunikasi anak-anak di desa ini meningkat pesat. Program ini menjadi salah satu yang disenangi saat liburan sekolah.
“Penyampaian gagasan dan berpendapat tak dilatih di sekolah. Jika menulis surat mereka jadi terbiasa menumpahkan isi hatinya dan penilaian terhadap kondisi lingkungan, seperti rumah dan sekolah,” tambah Adiartha.
Komunikasi dengan anak-anak Mont Hall, Bronx difasilitasi oleh Maryani, seorang guru disana. Ia seorang warga negara Amerika yang bapaknya seorang Indonesia. [b]