Tidak banyak politikus asal Bali yang menonjol di level nasional.
Saya bukan bermaksud melakukan kampanye hitam terhadap figur atau partai politik tertentu. Saya hanya mengungkapkan apa yang aku lihat selama setahun terakhir di DPR. Kiprah politikus Bali memang rata-rata air. Menonjol tidak, tenggelam-tenggelam amat juga tidak. Apakah ini memang sesuai dengan karakter masyarakat Bali? Saya tidak bisa menebak dengan benar. Tetapi kebanyakan orang Bali memang lebih senang menarik diri dari persoalan daripada berkonfrontasi dengan lawan.
Pada Pemilu 2009, Bali kebagian sembilan kursi di DPR. Jumlahnya ini tidak berubah karena sudah dikunci melalui Undang-Undang Pemilu. Pemilu lalu, PDI Perjuangan masih mendominasi dengan menyumbangkan empat wakil yakni I Wayan Koster, I Made Urip, Nyoman Dhamantra dan I Gusti Agung Rai Wirajaya. Dua kursi milik Golkar yakni Gde Sumarjaya Linggih alias Demer dan I Gusti Ketut Adhiputra. Dua kursi berikutnya jatah Demokrat yakni Gede Pasek Suardika dan I Wayan Sugiana. Sedangkan satu kursi tersisa milik Partai Gerindra yakni Agung Jelantik Senjaya.
Mari kita kulik satu per satu, kiprah mereka sepanjang yang saya tahu.
Pasek Suardika
Sebagai wartawan yang tugas liputan di DPR, saya hanya akrab dengan satu nama yakni I Gede Pasek Suardika. Akrab karena, tiga stafnya saya kenal dan merupakan teman kuliah dulu. Pasek kerap mendapatkan komisi strategis, dalam arti kerap menjadi sorotan media. Dia pernah menjadi anggota Komisi X yang membidangi pendidikan, olahraga dan kebudayaan, Komisi II yang membidangi pemerintahan dan dalam negeri dan terakhir menjadi Ketua Komisi III yang membidangi masalah hukum.
Nama Pasek Suardika mudah ditemukan di Google.
Saya belum pernah mendengar cerita miring soal Pasek di DPR, khususnya soal korupsi. Dulu pernah dituding sekali oleh Nazarudin, tetapi tidak ada buktinya sampai sekarang. Bisa jadi, cuma Pasek politikus asal Bali yang kiprahnya menonjol pada periode 2004-2014. Dia pernah menjadi anggota Panitia Angket Century, Pansus RUU Pemilu, Pansus RUU Pemilu dan Wakil Ketua Pansus RUU Kamnas. Kiprahnya di DPR dinamis. Sebagai bagian dari partai penguasa, Pasek tentu memposisikan diri sebagai pendukung kebijakan pemerintah.
Catatan soal Pasek mungkin sikapnya kepada KPK. Sebagai Ketua Komisi Hukum, Pasek kerap melontarkan pernyataan-pernyataan yang berseberangan dengan keinginan publik terhadap KPK. Ketika perseteteruan Polri dan KPK mencuat, saya melihat Komisi Hukum, termasuk Pasek di dalamnya lebih berpihak pada Polri ketimbang KPK. Dalam kasus Simulator SIM dan konflik KPK-Polri terakhir, posisi Pasek kerap berseberangan dengan aspirasi publik. Saat publik mendukung KPK, Komisi Hukum tak segan-segan menggebuk KPK.
Soal lain adalah kedekatannya dengan Anas Urbaningrum. Jika kalian pernah datang ke Duren Sawit, mampirlah ke rumah Anas Urbaningrum. Mentereng, euy. Saya tidak tahu apa pekerjaan dan usaha Anas sehingga bisa membeli rumah semewah itu. Saat Anas menjadi tersangka, Pasek pula salah satu kolega yang langsung datang ke Duren Sawit. Kala Kongres Luar Biasa di Bali beberapa waktu lalu, Paseklah yang mengantarkan Anas jalan-jalan.
Bisa jadi inilah yang akan menjadi nilai minus Pasek di mata publik, soal KPK dan Anas. KPK sekarang begitu disayang, tetapi Pasek kerap mengambil posisi berbeda dengan publik. Jamak yang percaya Anas akan bersalah dalam kasus Hambalang mengingat belum ada tersangka yang pernah lolos dari KPK. Dukungan Pasek kepada Anas bisa diartikan lain oleh publik.
Sayang, pada Pemilu 2014 Pasek lompat pagar ke DPD. Dia tidak lagi berkiprah di DPR, tanpa menyebutkan alasan yang pasti.
I Wayan Koster
Ihwal Wayan Kosterlah saya paling acap dengar cerita miring. Ketika masih di Bali, saya mengenal Koster karena kegemarannya memasang opini soal pendidikan di Bali Post, koran terbesar di Bali. Opininya tentang anggaran pendidikan lengkap dengan foto dirinya. Saya tidak tahu bagaimana kebijakan redaksi Bali Post sehingga memberikan halaman pertama kepada I Wayan Koster.
Koster adalah anggota Komisi X yang membidangi Pendidikan, Olahraga dan Kebudayaan. Dia menjadi Pokja Anggaran di komisi itu dan anggota Badan Anggaran. Koster berkali-kali diperiksa oleh KPK dalam kasus Wisma Atlet dan Hambalang. Koleganya, Angelina Sondakh sudah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor. Ketika istilah Apel Washington dan Apel Malang mencuat, Koster kerap disebut-sebut kecipratan duitnya.
Koster acap disebut menggiring anggaran anggaran di mitra kerjanya, khususnya Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan. Oleh KPK, Koster juga pernah dicegah bepergian ke luar negeri meskipun status itu sudah dicabut. Aku tidak terlalu akrab dengan Koster tetapi dia gampang dicari di DPR. Tetapi ya itu, dia dicari bukan dimintai gagasannya soal pendidikan atau olahraga. Tetapi lebih kerap soal kasus korupsinya.
Koster sudah dipastikan akan mencalonkan diri sebagai caleg pada Pemilu 2014. Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo mengatakan, Koster belum terbukti bersalah. Saya pernah bertanya pada Koster, apakah yakin terpilih kembali. Dengan santai dia menjawab, “Di Bali kasus saya tidak ramai kok.”
Saya sih tidak berharap Koster kembali terpilih. Meskipun belum terbukti korupsi, tetapi sebaiknya masyarakat Bali berpikir jernih untuk memilih orang yang rekam jejaknya bersih.
I Made Urip
Tidak banyak yang saya ketahui dari politikus PDI Perjuangan ini. Yang saya tahu dia duduk di Komisi IV yang membidangi masalah pertanian, peternakan dan logistik. Ketika kasus suap daging sapi mencuat, saya juga tidak pernah mendengar Urip vokal ke media massa. Tetapi Made Urip menjadi pengurus pusat PDI Perjuangan, artinya dia dekat dengan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Nilai plus untuk menjadi caleg pada periode mendatang.
I Nyoman Dhamantra
Politikus PDI Perjuangan ini juga tidak terlalu menonjol. Di DPR Nyoman Dhamantra duduk di Komisi VI yang membidangi masalah BUMN, Industri dan Koperasi. Setelah saya Googling, dua berita yang memunculkan Dhamantra adalah roadshow barengan Puspayoga, kampanye calon gubernur sekalian persiapan untuk Pemilu 2014. Belum ada informasi apakah Dhamantra akan menjadi caleg kembali pada periode mendatang.
I Gusti Agung Rai Wirajaya
Rai Wirajaya duduk di Komisi XI yang membidangi masalah keuangan. Mitra kerjanya adalah Menteri Keuangan. Tapi saya juga tidak terlalu sering mendengar suara Rai Wirajaya di DPR. Namanya pernah sekali mencuat ketika Dahlan Iskan mengadukan sejumlah politikus yang diduga memeras PT Merpati. Nah, Rai Wirajaya menjadi salah satu yang namanya dilaporkan oleh Dahlan meskipun akhirnya pemerasan ini tidak terbukti. Dia juga sempat melontarkan ancaman akan melaporkan Dahlan Iskan ke polisi.
Nama Rai Wirajaya tersangkut cerita miring saat menjadi anggota Panitia Kerja RUU Mata Uang. Rai Wirajaya bersama empat koleganya di Komisi XI diduga akan melakukan jual beli pasal dengan Peruri. Rai cs bertemu dengan Direktur Utama Perum Peruri Junino Jahja. Tetapi mereka kaget bukan kepalang karena ternyata Junino pernah menjadi Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tawar menawar pasal itu akhirnya batal. Beritanya bisa dicek di Tempo Interaktif.
I Wayan Sugiana
Politikus Demokrat ini sih ngaku menjadi salah satu deklarator Partai Demokrat. Namanya pernah melintas karena saat kisruh Demokrat beberapa waktu lalu, dia ngirim rilis ke wartawan. Intinya menyatakan dukungan kepada Presiden SBY. Saya sih ogah memuatnya. Nggak pernah berinteraksi ke wartawan, tiba-tiba omongannya minta dimuat.
Kalau dari bahasanya sih, politikus ini adalah tipikal penjilat SBY. Cek Saja beritanya di Jurnas. Kemungkinan besar dia akan nyaleg untuk periode mendatang.
Gde Sumarjaya Linggih
Politikus Golkar ini memang sudah terkenal kaya raya. Saya beberapa kali melihat dia dalam forum pengusaha. Dia adalah pengusaha hotel terkenal di Bali. Tetapi di Senayan, saya jarang melihat Demer, begitu dia disapa bersuara vokal. Meskipun beberapa kali pendapatnya dimuat di media. Tetapi dia bukan termasuk politikus yang menonjol di Senayan.
I Gusti Ketut Adiputra dan Agung Jelantik Sanjaya
Saya sama sekali buta dengan kiprah wakil rakyat ini. Tetapi Agung Jelantik katanya punya rumah aspirasi di Tohpati.
Barangkali ada yang bisa membantu, apakah mereka pernah menyampaikan laporan ke publik mengenai kiprah mereka di Parlemen? Jangan-jangan cuma saya saja yang tidak ngeh :p
Sebenarnya, Jero Wacik juga menjadi wakil rakyat asal Bali. Dia terpilih menjadi anggota DPR sebelum akhirnya ditarik menjadi menteri dan digantikan oleh Pasek Suardika. Suatu ketika petinggi Demokrat cerita ke saya begini, “Jero Wacik kalau diajak ngobrol dua jam, 1 jam 55 menit pasti akan memuji-muji SBY. Lima menit barulah ngomongin substansi.”
Jadi jangan heran, meskipun kinerjanya nggak bagus-bagus amat di kabinet, Jero Wacik tetap aman menjadi menteri.
Dewan Perwakilan Daerah
Yang saya tahu DPD dari Bali itu ya Lolak dan Sudirta sedangkan sisanya tak hafal euy. DPD memang tidak jelas apa ouput yang dihasilkan. Tidak jelas dalam artian, DPD tidak berperan penting dalam pengambil kebijakan strategis nasional. Sistem dua kamar yang dianut oleh Parlemen kita juga tidak jelas. Alhasil, DPD emang tidak jelas kerjaannya. Kalaupun ada kerjaannya, hasil nggak ada.
Oleh wartawan DPR, kegiatan DPD diminati karena makan siang dan snacknya melimpah ruah. Jadi, nggak terlalu penting mereka dibahas di sini. Di anggaran negara ngabis-ngabisin duit, kalau dibahas di sini menghabiskan spasi.
Inilah sedikit gambaran mengenai kiprah politikus Bali di Senayan. Boleh percaya boleh tidak. Ini pengamatan saya yang nyaris tiap hari berada di Parlemen. Mungkin saja subyektif, tetapi tidak ada salahnya mengenali mereka sebelum salah memilih pada Pemilu 2014.
Saya sih tidak merekomendasikan golput pada Pemilu Legislatif. Tidak ada lagi alasan untuk tidak percaya pada partai politik. Ini negara demokrasi, dan partai politik ada keniscayaan. Persoalan partai politik bermasalah, itu pekerjaan rumah bersama. Masuk ke dalam memperbaiki sistem atau tidak henti-henti melancarkan kritik kepada mereka.
Lagipula menurut saya tidak ada gunanya tidak memilih pada Pemilu 2014. Dunia sudah berubah, kebebasan berpendapat dihargai dan kita tidak lagi mengalami represi seperti pada masa Orde Baru. Kalau kita tidak memilih (orang-orang baik), maka kursi di Senayan akan ditempati oleh mereka yang tidak berintegritas. Tidak memilih tidak akan mengubah keadaan menjadi lebih baik. Tetapi menggunakan satu hak suara, akan memberikan kesempatan kepada mereka yang kita anggap baik duduk di posisi yang tepat. Jadi, sebaiknya gunakan pilihan politik dengan sebaik-baiknya… [b]
enak jadi anggota parlemen. punishment cuma tak terpilih kembali. itu pun klo gak baik2 ma parpol. walau kinerja buruk.
makasi bli gus laporannya dari senayan. nah skrang tolong daftar caleg2 bali untuk 2014 kita cek ricek bersama.
menarik tulisannya…tapi menarik juga untuk mulai membicarakan apa sesungguhnya peran strategis anggota DPR RI sambil merujuk pada mandat parlemen… ada jurang lebar antara dinamika di nasional dan di propinsi apalagi kabupaten yang harus segera dipersempit.
Vokal aja ga, apalagi sumbangsihnya pada bali? Waktu kampanye jg ga punya program, gmana milihnya?
nah… Trus kira”dari sejumlah itu, ada yang layak pilih gag buat pilcaleg besok ? Males juga milih yang gag jelas… Atau pak Agus berniat ikutan tempur ? Kami dukung tentu… :))
wah, ada mbok gung tri ikut jawab. apa kabar, mbok? aku dulu pilih mbok gung lho. sayang ga lolos ke DPR. tp, meskipun gak lolos, menurutku mereka yg dipilih jg sebaiknya tetap rajin ngobrol sama yg memilihnya.
sayangnya sih sama spt yg lolis, yg tak lolos pun melupakan para pemilihnya. padahal pasti asyik kalo bisa rajin2 diskusi jg.
*numpang komentar buat mbok gung tri. hihihi..
gimana kalo besok kita pilih anton?
utk 2014 kayaknya terlalu sempit buat pencitraan, 2019 aja. kan pas itu..
ada relawan utk tim sukses?
*siul2gantengdibawahpohon
Tunggu giliran saya ngomong kata paporit untuk menghasilkan sesuatu harus ada pemberontakan
Artikel yang bagus dan saya harap bisa juga memberikan gambaran untuk yang caleg 2014 lainnya selain yang di atas !