Indonesia termasuk dalam Negara Net Eksportir ikan hias.
Hal ini karena nilai impor ikan hias Indonesia pada 2013 sebesar $ 12.390. Pendapatan ini memiliki selisih 0,04 antara nilai ekspor dengan impor. Untuk itu KKP akan menjadikan ikan hias sebagai isu strategis Nasional.
Hal tersebut sejalan dengan program Nawa Cita Jokowi – Jusuf Kalla yaitu ]meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional.
Demikian disampaikan DR. Maman Hermawan M.Sc mengawali pertemuan Indonesian Marine Ornamental Symposium (IMOS) 4 di Denpasar pekan lalu.
Agar diketahui bahwa hobi kedua masyarakat Amerika adalah memelihara ikan hias setelah fotografi sebagai hobi pertamanya. Hal ini bisa menjadi peluang untuk kita melakukan inovasi tiada henti dalam menerapkan pembudidayaan yang ramah lingkungan. Dengan demikian profesi di bidang ikan hias bisa berkelanjutan.
Berdasarkan hasil sensus Pertanian 2013 oleh Badan Pusat Statistik tingkat pendapatan masyarakat yang berusaha pada sektor perikanan menempati ranking pertama, mengungguli sektor pertanian lainnya. Menariknya nilai tertinggi diperoleh dari ikan hias dengan pendapatan rata-rata Rp 50 juta per tahun. Hal tadi belum banyak diketahui masyarakat.
Hadir menjadi pembicara dalam pertemuan ini yaitu Wen Ping Su dari Taiwan, pembudidaya ikan hias yang tinggal di Bali ini, berbagi pengalaman sukses dalam budidaya ikan air asin.
Mr. Wen bercerita dengan mengupayakan peningkatan produksi ikan hias sesuai mutu standar Internasional dengan menerapkan cara cara pembudidayaan yang baik. Ditambahkannya lagi bahwa kita harus membangun serta mengembangkan pemasaran ikan baik di skala lokal dan Internasional, mengingat potensi ikan hias Indonesia yang begitu besar.
Pembicara lainnya adalah Junkai Ong, Alex Azzopardi serta Indra Wijaya dari Asosiasi Koral, Karang dan Ikan Hias Indonesia (AKKII). Sebagai mitra pemerintah AKKII melaksanakan kebijakan konservasi dan pemanfaatan karang secara berkelanjutan, AKKII juga kerap melakukan pelatihan.
Hal ini untuk membina para anggota dalam melaksanakan perdagangan agar tidak menyimpang dari aturan Nasional dan Internasional.
Dalam kesempatan di sela-sela waktu istirahat saya berdiskusi dengan Pak Zamrud peserta kegiatan asal Sulawesi yang juga bekerja di Dinas Kelautan. Beliau juga berprofesi sebagai Dosen.
Zamrud memaparkan bahwa kegiatan IMOS ke-4 ini harus berlanjut. Menurutnya karena para pemangku kepentingan di bidang perikanan ikan hias di antara anggota, mitra kerja, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pembudi daya serta eksportir sama-sama membangun menuju metode ikan hias berkelanjutan.
Acaranya juga agar beragam dengan melakukan seminar, workshop, training den kegiatan lainnya secara intensif.
Pemanfaatan perikanan hias merupakan sumber mata pencaharian yang memberikan nilai ekonomi penting bagi masyarakat pesisir, yang umumnya tidak banyak mempunyai pilihan lain. Di sisi lain, terumbu karang yang merupakan habitat di mana ikan hias ditangkap, sedang menghadapi ancaman global.
Oleh karena itu, merupakan tantangan bagi negara penghasil ikan hias, termasuk Indonesia, dalam mengelola pemanfaatan dan perdagangan ikan hiasnya. Dengan demikian kegiatan ini berdampak minimal terhadap ekosistem yang sedang mengalami tekanan berat.
Perubahan dan perbaikan di dalam melakukan bisnis ikan hias diperlukan untuk menuju pemanfaatan dan perdagangan yang berkelanjutan.
Kegiatan budidaya perikanan ikan hias dan pengelolaan perikanan yang lebih baik, adalah salah satu yang dapat dilakukan untuk membuktikan pemanfaatan dan perdagangan perikanan ikan hias dapat menjadi salah satu upaya dalam konservasi terumbu karang.
Di Bali sendiri telah diupayakan upaya pemanfaatan ikan hias dengan metode ramah lingkungan. Para nelayan di Desa Les Kecamatan Tejakula misalnya, mereka telah melakukan cara tangkap yang ramah lingkungan sejak awal 1990-an. Kegiatan ini diikuti beberapa tempat lain di Bali.
Tidak sampai di situ, beberapa kelompok nelayan di Bali utara juga telah mengupayakan pembuatan terumbu karang buatan. Dari kegiatan ini mereka berharap agar kualitas ikan hias di alam tetap terjaga.
Made Partiana, Ketua Kelompok Nelayan Mina Lestari mengungkapkan bahwa mereka memiliki mimpi untuk membuat pusat pelatihan ikan hias yang berbasis lingkungan. “Harapannya, masyarakat luas bisa mempelajari cara membudidayakan ikan hias di darat, dengan kolam dan akuarium. Hal ini sejalan dengan prinsip prinsip konservasi,” ujarnya.
Melalui simposium ini, Yayasan LINI ingin mengajak kepada semua pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perikanan hias, khususnya ikan hias laut, untuk melakukan upaya serius dalam melakukan pengelolaan untuk mencegah semakin meluasnya kerusakan pada ekosistem laut yang diakibatkan oleh pemanfaatan perikanan hias yang tidak bertanggung jawab.
IMOS adalah symposium 2 tahunan yang diselenggarakan Yayasan Alam Indonesia Lestari atau yang lebih dikenal dengan nama LINI, sejak tahun 2008. Tujuannya untuk berbagi informasi antar semua pihak yang peduli untuk membangun perikanan hias laut yang berkelanjutan.
Dari simposium ini beberapa telah dilahirkan. Di antaranya untuk mendorong agar Pemerintah membuat kebijakan dan aturan yang mempermudah kegiatan budidaya, misalnya dengan mendatangkan indukan indukan dari dalam dan luar negeri. Bahwa kita harus bekerjasama mempromosikan hasil budidaya dengan mendorong terciptanya intensif ekonomi yang mendorong pertumbuhan budidaya.
Tak cukup di situ. Juga harus dilakukan pendataan pemanfaatan dan perdagangan perikanan hias dengan data dan informasi yang benaryang nantinya bisa digunakan untuk pengelolaan dan pembuatan kebijakan.
Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui kegiatan pengelolaan ekosistem, penelitian, budidaya dan mempromosikan perdagangan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Pada akhirnya juga berupaya untuk terus bekerjasama dan memberi rekomendasi bagi pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan.
Upaya upaya di atas harus direalisasikan dengan melakukan pendekatan pendekatan dengan cara memperhitungkan nilai ekonominya mengklasifikasi masalah-masalah yang timbul seperti penyakit, pakan, pertumbuhan ikan.
K”etika referensi tersebut ada dengan data yang benar maka kita bisa menyelesaikan permasalahan dengan benar,” papar Gayatri menyelesaikan kesimpulannya yang juga selaku moderator pertemuan IMOS 4 ini. [b]