Wah, tak terasa tahun sudah berganti. Sepertinya saya harus menyiapkan resolusi terbaru.
Ya, kita sudah memasuki tahun 2021 dengan harapan segala hal baik menyertai kita semua. Namun, nampaknya Pandemi COVID-19 yang sudah menguntit manusia di Bumi sejak awal tahun 2020 belum juga minggat. Bahkan mereka bertransformasi menjadi varian baru yang katanya lebih berbahaya dibanding varian lama.
Benar-benar menyusahkan hidup manusia.
Awal tahun lalu, saya iseng melihat akun Instagram resmi dari Kementerian Kesehatan RI. Biasanya di sana selalu disampaikan informasi terbaru soal penanganan hingga jumlah kasus COVID-19 di Indonesia. Karena saking lamanya saya tidak mengikuti informasi soal COVID-19, baik di Bali secara khusus dan Indonesia secara umum, saya cukup kaget melihat data Kementerian Kesehatan RI tersebut. Pasalnya jumlah kasus positif yang terjadi dalam kurun waktu 10 bulan ini sudah mencapai 818.386 kasus dengan jumlah kesembuhan mencapai 673.511 dan angka kematian yang juga sangat tinggi mencapai 23,947 jiwa.
Tentu sebagai warga negara saya sangat prihatin atas kondisi ini,. Melihat penanganan COVID-19 belum juga menemukan formula yang jitu. Pemerintah sampai detik ini belum berhasil mengendalikan laju penyebaran virus yang awalnya berkembang di Wuhan, Cina ini. Jika hal ini masih terjadi, yang saya takutkan saat pandemi telah memasuki tahun pertamanya di Indonesia, kasus positif di Indonesia bisa saja mencapai angka 1 juta kasus.
Wah, kalau di dunia per-youtube-an Indonesia sudah dapat Golden Play Button tuh.
Namun, tulisan ini tidak saya fokuskan pada penanganan COVID-19 itu sendiri. Saya ingin menyoroti fenomena unik yang terjadi di Kota tempat saya tinggal saat ini. Kota Denpasar.
Barang kali masih segar di ingatan kita bahwa pertumbuhan ekonomi Bali pada kuartal ke-III merosot tajam hingga menyentuh angka -12,28 persen. Namun, tak hanya kabar buruk yang saya hadirkan dalam tulisan ini, kabar baiknya juga pada Triwulan ke-III tahun 2020 pertumbuhan PDRB Bali secara quarter to quarter menunjukkan angka yang baik yakni 1,66 persen dari sebelumnya terpuruk di angka -7,24 persen.
Meski demikian, peredaran uang di masyarakat belumlah maksimal dan harus dicarikan solusinya mengingat sudah banyak usaha-usaha yang terpaksa menutup kegiatannya dikarenakan COVID-19 ini.
Kembali ke benang merah, fenomena unik apa sih yang sesungguhnya ingin saya soroti. Semakin banyaknya jumlah petugas parkir di Kota Denpasar yang tersebar di berbagai tempat. Fenomena yang tidak terduga membuat saya terheran-heran dan membuat kepala saya melakukan analisis singkat.
Apa yang membuat PD Parkir Kota Denpasar menambah pasukannya untuk memungut uang parkir kepada pemilik kendaraan? Apakah Pemeritah Kota Denpasar melihat banyaknya kendaraan di Ibu Kota Provinsi ini sebagai peluang yang menjanjikan? Sepertinya demikian.
Hal ini baru saya sadari sesaat setelah selesai berbelanja di salah satu mini market waralaba di dekat rumah. Hal yang tidak pernah saya lakukan, akhirnya saya lakukan kali pertama di tempat itu. Membayar uang parkir. Karena memang biasanya di mini market yang saya sebutkan tadi tidak ada petugas parkir sebelum-sebelumnya. Yah, setidaknya sebelum masa pandemi.
Uniknya lagi, saya menemukan petugas parkir yang menggunakan pakaian adat madya dalam melaksakan tugasnya. Apakah Desa Adat ikut melihat bahwa ini menjadi sumber pemasukkan desa yang potensial? Apalagi petugas-petugas yang saya temui selalu memberikan karcis parkirnya, biasanya (sebelum pandemi) jarang kita menemui petugas parkir seperti itu.
Menurut saya ini bukanlah hal yang wajar.
Bagi saya ini dapat mengindikasikan bahwa pemerintah juga sedang berada dalam kondisi ekonomi yang tak baik. Apabila hal ini terus terjadi, pembangunan dan program-program yang mestinya dilakukan tak dapat direalisasikan karena alasan tidak adanya anggaran. Selain itu, keberlangsungan kontrak kerja banyak pegawai di pemerintahan juga terancam. Bisa jadi perampingan SDM menjadi salah satu jalan yang diambil apabila kondisi anggaran pemerintah tak juga baik.
Jadi buat kalian yang bertemu dengan petugas parkir di tempat-tempat tak terduga seperti tempat tongkrongan, kalian jangan coba berpura-pura tidak punya uang kecil atau malah diam-diam tancap gas pergi hanya karena tidak merelakan uang seribu atau dua ribu rupiah kalian. Bila perlu datangi petugas parkir yang bertugas dan berikan uang sesuai dengan tarif yang sudah ditentukan.
Eits, jangan lupa minta juga karcisnya supaya uang parkir yang kalian bayarkan tak kemana-mana. Masak beli kopi capucino seharga Rp 25.000 saja sanggup, tapi bayar parkir dua ribu saja berpikirnya harus berkali-kali? Hehehe.. [b]