Teks Made Rai Dwitya Wirahiputra, Foto Luh De Suriyani
Jika diolah, sampah bisa menjadi sumber energi bagi sekolah.
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang/material yang digunakan sehari-hari. Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa sumber di internet, sehari setiap warga kota menghasilkan rata-rata 900 gram sampah, dengan komposisi, 70 persen sampah organik dan 30 persen sampah anorganik. Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah.
Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah, yang mencakup 60-70 persen total volume sampah. Di beberapa daerah, produksi sampah juga sangat dipengaruhi oleh adat-istiadat.
Sebagai contoh seperti di Bali. Produksi sampah di pulau Bali sangat tinggi karena adanya pengaruh adat-istiadat seperti kegiatan upacara keagamaan (panca yadnya) yang mengharuskan masyarakat Balimenggunakan material-material yang menimbulkan sampah basah. Informasi terkini berdasarkan survei dari lembaga swadaya masyarakat Sanur, sampah di Bali setiap hari diperkirakan 5000 ton dan di dalamnya hanya terdapat 750 ton sampah plastik.
Untuk pengelolaan sampah, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah bersifat terpusat, dibuang ke sistem pembuangan akhir (TPA) yang tercampur. Selain itu mobil pengangkut sampah yang disediakan oleh pemerintah sifatnya kurang efektif karena mobil pengangkut sampah tersebt hanya dapat menjangkau kawasan tertentu yang ada di pinggir jalan besar.
Akibatnya, tidak semua tumpukan sampah di perkotaan dapat teratasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan sampah perkotaan yang efektif dan menguntungkan bagi kehidupan masyarakat kota.
Di atas kertas, sampah padat perkotaan mengandung sepertiga hingga setengah energi batubara per tonnya dan mampu untuk memasok energi dalam skala nasional. Namun, kenyataannya realisasi menjadikan sampah sebagai energi belum dilaksanakan secara optimal. Untuk di Bali baru dilakukan untuk daerah Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan dalam kelompok Sarbagita (walaupun saat ini proyek belum berjalan maksimal).
Sampah memang memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan energi listrik, karena memang produksi sampah setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan.
Sampah di perkotaan memang sebuah permasalahan yang sulit ditanggulangi, karena jumlah sampah di perkotaan setiap waktunya selalu bertambah dan menyebabkan berbagai masalah. Sedangkan di sisi lain, energi listrik di perkotaan kini menjadi masalah besar karena kebutuhan listrik perkotaan selalu menngkat setiap tahun sedangkan produksi listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengalami kekurangan pasokan batubara yang merupakan sumber utama energi listrik produksi PLN. Oleh sebab itu penulis bermaksud untuk mengeluarkan ide yang dapat mengatasi permasalah tersebut.
Ide penulis adalah mengolah sampah perkotaan menjadi sumber energi listrik yang dilakukan lewat sekolah-sekolah. Alasan penulis memilih tempat pengolahan berupa sekolah, karena sekolah merupakan salah satu tempat umum di perkotaan yang menghasilkan sampah dan memerlukan listrik yang cukup besar.
Selain itu, sekolah merupakan tempat generasi muda menuntut ilmu, sehingga ilmu yang diterima oleh siswa di sekolah dapat langsung diaplikasi. Dalam hal ini adalah memanfaatkan sampah yang diolah dengan pengetahuan yang diperolehnya.
Proses pengolahannya dapat dilakukan dengan cara menampung sampah dalam sebuah lubang besar tertutup (bergantung dari kemampuan sekolah masing-masing). Lalu, dibuat lubang yang disalurkan dengan pipa penyalur panas menuju alat boiler sederhana (alat pengubah panas menjadi uap). Kemudian sampah dibakar di dalam lubang. Sampah-sampah yang dibakar akan menghasilkan panas yang akan diserap oleh pipa penyalur panas.
Setelah sampai di boiler, menghasilkan panas yang kemudian diubah menjadi uap sehingga dapat digunakan untuk menggerakkan generator penghasil energi listrik. Di wilayah kota Denpasar di Bali, produksi sampah di masing-masing sekolah setiap harinya, khususnya sekolah menengah atas (SMA/sederajat) paling tidak menghasilkan 40 kg sampah (basah dan kering). Sementara itu 6000 kg sampah dapat menghasilkan daya listrik sebesar 19000 KW. Diperkirakan dengan 40 kg sampah pada masing-masing sekolah akan menghasilkan sekitar 120 KW energi listrik.
Kemudian, energi listrik yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sebagai sumber listrik bagi penerangan, alat-alat sekolah seperti komputer, lampu taman, penerangan di kantin, dll. Dengan demikian, permasalahan listrik khususnya di sekolah dapat sedikit teratasi. Jika energi listrik yang dihasilkan, maka energi listrik tersebut dapat dikompensasikan keluar sekolah atau dimanfaatkan secara maksimal di dalam sekolah. Misalnya, sebagai penerangan di jalan sekitar sekolah.
Jika siswa ingin menambah daya energi listrik yang dihasilkan dari prose’s pengolahan sampah tersebut, maka siswa dapat memanfaatkan sampah-sampah yang ada di daerah-daerah yang menggunakan jasa swasta dalam penganggkutan sampahnya untuk tidak dibawa ke depo penampungan sementara atau langsung ke TPA tetapi dibawa ke sekolah-sekolah terdekat yang sudah siap mengelola sampah menjadi energi listrik.
Hal ini dapat memberikan banyak keuntungan, antara lain permasalahan sampah rumah tangga di perkotaan dapat teratasi, meringankan pendistribusian sampah yang tercecer, meringankan beban pemerintah mengenai masalah sampah, mengatasi polusi akibat sampah, mengurangi bahaya serangan nyamuk, lalat dan penyakit lainnya, dan terlebih lagi di saat hari raya yang datangnya beruntun ditambah musim hujan, sehigga kendala-kendala seperti itu yang sering terjadi di Bali dapat diselesaikan dengan baik.
Terlebih lagi program yang dicanangkan gubernur Bali “Bali Clean And Green” Bali yang bersih dan hijau, serta harapan walikota Denpasar, agar siswa mampu memanfaatkan sampah, baik untuk diolah maupun didaur ulang, terjawab sudah lewat ide penulis dalam tulisan esai ini.
Produksi energi listrik secara mandiri yang dilakukan oleh skolah-sekolah yang dapat mengurangi beban produksi listrik PLN dan meringankan beban biaya listrik sekolah. Selain itu, dengan adanya terobosan seperti ini, dengan tidak sengaja akan memberi pengaruh yang positif kepada siswa.
Beberapa pengaruh positif tersebut antara lain: siswa akan lebih terampil dalam menerapkan ilmu yang diterima di sekolah dan meningkatkan kesadaran siswa terhadap pengelolaan lingkungna yang baik, belajar berkreativitas (memanfaatkan sampah menjadi produk yang bernilai jual), belajar peduli lingkungan, siswa juga akan dapat memberikan masukan kepada lingkungan tempat tinggalnya yang mengalami masalah pengelolaan sampah ataupun masalah kekurangan pasokan listrik PLN untuk memanfaatkan sampah di sekitarnya, sebagai salah satu sumber energi listrik.
Dasar pemikiran penulis hal ini dapat berjalan lancar dan sukses, mengingat sampah basah yang dimiliki penduduk Bali yang beragama Hindu sangat banyak mengeluarkan sampah, baik di kota maupun di desa. Kondisi di desa yang lebih banyak menghasilkan sampah basah, akan memudahkan mereka kelak menghasilkan energi listrik yang mampu digunakan untuk menerangi jalan-jalan yang rawan di desa/daerah mereka.
Swadaya dan swakelola penting diterapkan, karena berdasarkan catatan pemerintah kota Denpasar, pada akhir oktober 2010 tercatat 5094 meter kubik dihasilkan oleh penduduk kota yang masuk ke TPA suwung. Sementara yang belum tertangani mencapai 2 sampai 3 kali dari sampah yang masuk ke TPA.
Jika pengelolaan ini dapat berjalan lancar maka diharapkan seluruh sekolah baik di kota maupun di kabupaten di bali dapat menerapkan, dan pada akhirnya akan menyasar di seluruh sekolah yang ada di Indonesia.
Dari gagasan dan penjelasan-penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sampah memiliki potensi yang sangat besar sebagai penghasil energi listrik, karena jumlahnya yang selalu meningkat setiap tahun. Pengelolaan sampah menjadi energi listrik yang dilakukan di sekolah-sekolah akan memberikan multi-positive-effects pada generasi penerus bangsa (siswa).
Bagi masyarakat di perkotaan, akan dapat memberikan kenyamanan berupa tidak adanya penumpukan sampah ditempat-tempat umum dan pendistribusian aliran listrik di perkotaan diharapkan memiliki beban lebih ringan sehingga berlangsung dengan baik karena permasalahan pasokan listrik akan dapat teratasi dengan adanya sampah sebagai sumber energi listrik. [b]
Keterangan: artikel ini Juara II dalam Lomba Esai Tata Kota.
mohon maaf sebelumnya yaaa,banyak teknologi pengolahan sampah(silahkan buka)tetapi apa yg.terjadi saat ini dimana-2 ada persoalan sampah yg.sepertinya tak teratasi,dan cara-2 penangan masih saja seperti itu,ya saat ini dan sampe akan datangpun sama sampah tambah menggunung dan bertambah kwalahan.