Teks Wendra Wijaya, Foto Vita Sutopo
Party concept yang menjadi bagian kecil kemasan Sanur Village Festival (SVF) 2010 menciptakan keramaian dan keriuhan.
Namun di sela-sela itu, keheningan tiba-tiba menyelinap, menyusup relung-relung jiwa setiap audience yang hadir dalam pembukaan SVF 2010, Rabu pekan lalu. Kehadiran penyanyi Ayu Laksmi dengan lantunan kidung kontemporernya yang diiringi Balawan and Batuan Ethnic Fusion berhasil menciptakan keheningan spiritualitas di tengah keramaian tersebut.
Malam itu, Ayu Laksmi kembali berhasil memindahkan nilai-nilai spiritualitas ke atas panggung pertunjukan. Ia membawa hampir seluruh audience larut ke dalam dimensi yang diciptakannya melalui Wirama Totaka dan Maha Asa, dua buah komposisi lagu karyanya sendiri. Meski dua lirik lagu tersebut menggunakan Bahasa Kawi, ini tidaklah menjadi kendala bagi audience untuk menikmati sekaligus menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam lagu-lagu tersebut. “Musik memiliki bahasanya sendiri,” tutur Laksmi.
Sebagai performer, Laksmi memang pandai memainkan emosi. Gerak teaterikal sebagai representasi lagu yang dilantunkan seringkali melarutkan audience di dalam setiap pertunjukannya. Ia pun terlihat metaksu, dengan teratai dan dupa yang selalu menjadi bagian penampilannya.
“Saya suka aroma dupa. Asap dupa yang membumbung seolah menjadi media saksi atas berlangsungnya sebuah upacara. Bagi saya, upacara adalah perwujudan bakti yang dipersembahkan kepada Tuhan, apa pun bentuknya, termasuk melalui musik yang selama ini menjadi persembahan saya,” ucap Laksmi.
Lantas bagaimana dengan teratai? Bagi Laksmi, teratai merupakan bunga yang universal dan sarat nilai. Masyarakat Mesir Kuno menggunakan bentuk teratai sebagai matahari terbit. Di India, teratai diposisikan sebagai perlambang kecantikan jiwa. Dalam ajaran Buddha menegaskan, proses mekarnya bunga teratai melambangkan kebijaksanaan. Di Hindu sendiri, teratai merupakan lambang kemurnian.
“Teratai yang mengapung rata di permukaan air tak pernah kotor sekalipun tumbuh di air keruh. Bunga yang muncul dari dalam air itu tetap bersih, segar, dan indah. Keindahannya pun terjangkau oleh siapa pun, dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Walaupun teratai bukan bunga yang harum semerbak, ia mampu memberikan keindahan bagi siapa saja,” jelas Laksmi.
Dalam kesempatan yang sama, Laksmi juga menembangkan Maha Asa, satu dari sekian lagu dalam komposisi album Svara Semesta yang rencananya akan diluncurkan pada September mendatang. Selama ini, seringkali ia bermimpi sesuatu yang sangat indah dan penuh pengharapan. Begitu indahnya, Laksmi sering didera ketakutan dan berusaha menepis mimpi-mimpi itu, mencemaskan mimpi itu datang lagi.
“Entahlah, saya merasa mimpi itu terlalu indah dan tidak akan tercapai. Tetapi kemudian saya memposisikan mimpi itu sebagai pertanda. Saya berusaha menerjemahkan dan mengisinya dengan energi baru. Begitulah, kini impian itu bukanlah sekedar mimpi. Ia hadir lebih dari sekedar dream come true,” tukasnya.
Merinding
Beberapa audience yang ditemui mengatakan, mereka larut dalam keheningan spiritual yang diciptakan Laksmi. Bagus Mantra, produser musik beberapa band di Bali, mengaku hanyut dalam suasana magis yang muncul dalam performance Laksmi. “Saya merinding menyaksikannya,” akunya.
Robin Cash, jurnalis sebuah media Australia yang selalu menyempatkan dirinya datang dari Australia untuk menyaksikan performance Laksmi, juga merasakan hal sama. “Ketika Laksmi tampil di stage, saya merasa seluruh indera dari ujung rambut sampai ujung kaki bergetar, seperti ada yang mengaliri seluruh diri saya,” ucapnya.
Garin Nugroho, sutradara film, bahkan rela jauh-jauh datang langsung dari Jakarta untuk menyaksikan Laksmi tampil pada pembukaan SVF 2010.
Audience lainnya, Ketut Sudiana, mengatakan apa yang ditampilkan Laksmi seolah menjadi puncak pembukaan SVF 2010. Aroma kemenyan yang tercium dari sekitar panggung pertunjukan semakin menambah magis suasana malam itu. “Ayu Laksmi sangat cerdas membangun suasana. Aksinya teaterikal dengan bunga, dupa, dan efek-efek suara dari alat musik yang dimainkannya menyatu menjadi satu kesatuan yang utuh untuk membangun sinergi. Mungkin disanalah letak kekuatan Ayu Laksmi,” katanya.
Sementara Raden Sirait, seorang designer yang karya-karya busananya sempat digunakan Ratu Belanda dan Michelle Obama, merinding menyaksikan pertunjukan tersebut dan langsung menuju belakang panggung untuk menjumpai Laksmi. Ia mengaku sangat menyukai keseluruhan komposisi pertunjukan tersebut.
“Komposisi yang ditunjukkan Ayu Laksmi sangat mewakili perempuan Indonesia. Ke depan, saya juga berencana membuat special design untuknya, dengan dominasi putih yang dipadu kain poleng (hitam putih motif kotak-kotak),” tukasnya.
Di malam berikutnya, Laksmi juga tampil bersama Nyanyian Dharma menembangkan karyanya, Tri Kaya Parisudha. Serupa dengan malam sebelumnya, ia kembali memunculkan keheningan spiritual bersama Tri Utami, Gus Wicak, Manik, dan Anggi, dan penari Nyoman Sura. [b]