“Kampung muslim Gelgel ini tidak mudik karena memang di sini kampung mereka. Kerukunan ini selalu jadi role model. Kebersamaan dengan berbuka puasa bersama. Sudah berjalan dari dulu. Ini jadi kekuatan dari kebinekaan,” papar I Nyoman Suwirta, Bupati Klungkung usai bukber di Kampung Gelgel pada 11 April 2023, Kecamatan Klungkung.
Ragam tradisi mewarnai Bulan Ramadhan di Bali. Keberadaan agama yang heterogen menumbuhkan perpaduan tradisi. Seperti tradisi megibung saat buka bersama di Kampung Gelgel, Klungkung. Tradisi bukber megibung dilakukan secara turun temurun bersama penglingsir puri klungkung, perbekel dan semua pihak yang tergabung dalam FKUB.
Tradisi buka puasa bersama dengan megibung di Kampung Gelgel dilakukan 20 hari menjelang lebaran. Buka puasa ini mengundang raja klungkung, bupati, perbekel sekecamatan klungkung, Bendesa dan adat (Forum Komunikasi Umat Beragama/FKUB).
Tradisi ini warisan dari nenek moyang. Buka puasa bersama dengan megibung, bersama raja dan Puri. Sekarang dikembangkan undangan bupati, perbekel sekecamatan klungkung, Bendesa, dan adat.
Sebelumnya, Raja Klungkung, Ida Dalem Semaraputra menuturkan warga muslim di Gelgel sudah tinggal sejak tahun 1390an. Sejarah ini dimulai ketika abad ke-14 Raja Bali, Ida Dalem Sri Aji Kepakisan pergi ke Jawa untuk rapat di Majapahit. Kembalinya dari sana, beliau diiring oleh 40 orang warga muslim ke Bali.
“Sejak itu mereka semua diminta tinggal di Gelgel. Ada juga keturunan beliau yang tinggal di sini. Untuk menjaga silaturahmi dan menjaga tradisi itu tiap tahun diadakan bukber megibung ini,” kata Raja Klungkung.
Adat berjalan begitu saja di sini. Menjaga keharmonisan hidup berdampingan yang sudah 600an tahun keturunan muslim tinggal di sini bersama warga beragama Hindu.
“Seperti ketika Nyepi dan puasa yang bersamaan kami kawal bersama” sebut Sahidin, Perbekel Desa Kampung Gelgel.
Menu yang disajikan untuk megibung diberi nama sagi. Sagi disiapkan oleh warga Kampung Gelgel. Setiap 1 KK menyiapkan 1 sagi. Satu kelompok gibungan berisi 4 orang, jadi porsi 1 sagi disesuaikan dengan jumlah itu.
Menu sagi sangat beragam, karena disesuakan dengan sajian warga. Hanya saja tidak menggunakan daging sapi, untuk menghormati teman-teman beragama Hindu. Ciri khas perpaduan menunya masih mengambil tradisi Jawa. Biasanya kalau di Jawa ada menu opor, sajian menu megibung ini juga ada opor.
“Isi juga lawar dan sate lilit. Kalau lawar umat hindu pakai darah, di sini tidak pakai darah. Ada juga sate lilit yang disebut sebagai sate bedug, biasanya disajikan pas lebaran,” papar Sahidin.
Tak ada kesulitan yang begitu terasa untuk menyiapkan 86 sagi yang disajikan pada bukber megibung kali ini. Sahidin sudah membuat jadwal siapa saja warga yang menyajikan sagi tiap Ramadhan secara bergilir.
Selain bukber megibung yang melibatkan kerajaan Klungkung serta pejabatnya, Sahidin menyebutkan ada beberapa buka bersama dilakukan dengan pihak-pihak lain. Tiap Bulan Ramadhan ada 3 kali buka puasa bersama.
“10 hari pertama bersama tokoh muslim kampung di Klungkung, 10 hari kedua tradisi megibung ini. 10 hari ketiga bersama intern di Kampung gelgel,” jelasnya.
Selain tradisi bukber megibung, bentuk akulturasi budaya lainnya juga terlihat dari corak bangunan di Kampung Gelgel. Seperti motif ukiran bali di kotbah masjid Kampung Gelgel.