Para kandidat calon presiden Partai Demokrat mengkhawatirkan Bali.
Tokoh lokal dan nasional tersebut khawatir warga Bali akan tersisih karena kepemilikan aset-aset pariwisata lebih banyak oleh non Bali dan warga asing. Warga ditakutkan hanya jadi penonton.
Inilah topik utama yang didiskusikan dalam debat calon presiden Partai Demokrat dalam konvensi di Denpasar, Selasa malam pekan lalu.
Thamrin Tamagola, sosiolog Universitas Indonesia yang menjadi moderator menyampaikan premisnya mengenai lima kegalauan yang dialami masyarakat Bali. Pertama terkait pariwisata, apakah Bali akan disetting untuk pariwisata atau pariwisata untuk Bali.
Kedua, apakah modal pariwisata Bali seperti keunikan desa adat dan budayanya akan terus lestari. “Apa modal Bali di masa depan karena tanpa adat dan budayanya, akan sama dengan daerah lain di Indonesia,” sebut Thamrin.
Berikutnya, ia menyebut makin banyak aset usaha pariwisata yang dimiliki orang asing, misalnya Australia. Ia mengkhawatirkan ini membuat warga terdesak dan tersisih dari industri pariwisata.
Tjokorda Oka Ardana Sukawati atau Cok Ace, mantan Bupati Gianyar yang diberi kesempatan memberi pernyataan juga bernada sama. “Anda merasa damai di Bali. Tapi kami khawatir akan menjadi penonton,” sebut Cok Ace.
Ia menyampaikan kerisauannya sepanjang Sanur, Kuta makin banyak pengemis. Budaya yang dibanggakan suatu saat ditinggalkan karena beban sangat berat dan mahal sementara kesejahteraan tidak meningkat.
Sejumlah kandidat peserta konvensi Partai Demokrat seperti Anis Baswedan, Edhi Wibowo, Irman Gusman, dan Sinyo Sarundajang membenturkan isu globalisasi dan religiositas sebagai tantangan yang dihadapi Bali saat ini.
Anies Rasyid Baswedan menyatakan budaya terkait gelombang globalisasi. Ia berharap hal ini meningkatkan kesejahteraan dan keterbukaan. “Memahami keseimbangan dan kegiatan yang dijalankan. Masyarakat relijius kembali menyadarkan spiritualisme dan religiusitasnya pada keseharian,” kata Anies, mantan Rektor Universitas Paramadina ini.
Namun saat ini, menurut Anies, diperlukan bahasa yang dipahami anak muda untuk mengekspresikan spiritualitas. Spiritualisme menurutnya sebagai penjaga yang mempertahankan kedinamisan zaman.
“Solusi saya, tidak boleh pemimpin Bali menyebarkan pesimisme. Tantangan yang dihadapi kesejahteraan dan pendidikan,” seru Anies.
Ia menyebut dalam Indonesia Govt Index, Bali urutan ke-25 untuk pengeluaran kesehatan yakni hanya Rp 20 ribu per kapita. Ketimpangan beban upacara menurutnya bisa ditanggulangi dengan pemberian kredit untuk aktivitas upacara.
Jend purn TNI Pramono Edhi Wibowo, kandidat lain menyebut budaya Bali bukan budaya asing. “Jangan asing di daerah sendiri. Daerah suci, sucikan terus jangan sampai terkotori karena mengembangkan potensi pariwisata,” katanya. Ia menekankan jangan bangga mengadopsi budaya luar atau sampai mengubah orang Bali sendiri.
Sementara Sinyo Sarundajang, Gubernur Sulawesi Utara memandang Bali harus menambah kurikulum sekolah berbasis budaya. Menurutnya Bali yang sangat khas juga perlu memadukan budaya dan nilai-nilai pluralism.
Irman Gusman, Ketua Dewan Perwakilan Daerah yang juga mencalonkan diri mengatakan Bali paling siap dengan globalisasi. “Tetap dalam landasan kearifan lokal. Kesejahteraan ekonomi berbasis budaya lokal. Tak bisa dibandingkan dengan lainnya. Pariwisata hanya alat bukan tujuan,” ujarnya.
Ia mengaku yang menolak rencana pembangkit listrik geothermal di kawasan daerah konservasi di Bedugul karena mengancam kelestarian alam. Irman Gusman juga minta Racangan UU Otonomi Khusus untuk Bali segera disahkan. [b]
Kekhawatiran yang tidak perlu dikampanyekan. Bukankah mereka sendiri yang telah menjembatani orang2 asing untuk mengusai aset2 nasional dan regional?