Awalnya QLC adalah sebah komunitas bahasa yaitu Queer Language Club. Pendirinya menggunakan komunitas ini untuk sekalian belajar Bahasa Indonesia. Para anggota juga bisa belajar bahasa inggris dan bahasa lain di klub ini. Lalu pada tahun 2017 terbentuklah QLC Bali, selain itu QLC juga ada di Jogja, dan daerah lainnya di Indonesia.
Pada tahun 2020 QLC Bali tidak lagi hanya sebagai komunitas bahasa namun berubah menjadi ruang aman bagi komunitas marjinal, transpuan dan komunitas LGBTQ+. Komunitas QLC bali bertujuan bisa menguatkan rasa percaya diri dan pemberdayaan.
Venon Said Alit adalah salah satu koordinator di QLC Bali. Ia mengatakan anggota QLC Bali di grup chat sekitar 90 orang tapi tidak semuanya aktif. Aktivitas yang dilakukan oleh QLC Bali cukup beragam mulai dari fun activities seperti menonton film, piknik, karaoke bersama dan acara kemerdekaan. Peserta yang hadir pun beragam namun biasanya ada 1-5 orang baru bisa datang ke setiap acara biasanya karena ajakan teman teman anggota yang lain.
“Waktu acara 17 kemarin pesertanya hampir 40-50 orang sih,” jelas Venon. Venon juga menjelaskan setiap QLC Bali menyelenggarakan acara akan dishare di sosial media seperti Instagram, namun tanpa menulis lokasi acara. Lokasi acara hanya diumumkan di forum komunikasi internal anggota. Hal ini dilakukan demi keamanan. “Kita posting dan sounding acara kita tapi tanpa lokasi, kalau orang umum mau ikut serta harus DM kita terlebih dahulu perihal lokasi acara,” tutur Venon.
Venon juga mengatakan diskriminasi di Bali untuk kaum marjinal, transpuan dan LGBTQ+ cukup kecil. Menurutnya warga di Bali tidak terlalu peduli. Namun, Venon menjelaskan bahwa akses berekspresi masih minim untuk kaum Lesbian di Bali. “Menurut aku Lesbian kurang dapat sorotan ya makanya mereka kayak sembunyi gitu dan takut show up. Mereka yang lesbian ini juga mungkin kebanyakan wanita karir yang mandiri ya jadi kayak ya udahlah ngak usah koar-koar, aku jalanin hidupku aja kayak biasa gitu,” kata Venon.
Venon merasa ada beberapa dampak positif dari kegiatan yang dilakukan oleh QLC Bali. Mulai dari meningkatkan visibilitas kaum marjinal, transpuan dan LGBTQ+ serta mendukung UMKM yang inklusif. “Kita kalau ada acara itu kan lumayan rame yang datang, nah itu mereka pasti pesen makan minum, dll, jadi bisa menambah pendapatan UKMK di lokasi acara kita,” jelas Venon. Venon berharap ke depannya QLC Bali bisa terus menjalankan kegiatan rutin setiap bulannya. Bisa menjadi safe space tanpa menghakimi serta mungkin memiliki struktur kepengurusan yang jelas.