Oleh Anton Muhajir
Sabtu pekan lalu, I Wayan Suardana, akrab dipanggil Gendo, meluncurkan bukunya yang berjudul Mengapa Saya Bakar Gambar eSBeYe. eSBeYe merujuk pada SBY, singkatan nama presiden Indonesia saat ini Susilo Bambang Yudhoyono. Gendo, mahasiswa Fakultas Hukum Program Ekstensi Universitas Udayana (Unud) Bali itu pernah dipenjara selama enam bulan karena kasus pembakaran gambar presiden Republik Indonesia tersebut.
“Kalau pakai singkatan SBY sepertinya terlalu sakral. Makanya ditulis eSBeYe saja biar kelihatan gaul,” kata Gendo, aktivis di Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (Frontier) tersebut.
Peluncuran buku di Balai Bahasa Tembau Denpasar ini juga diisi seminar dengan pembicara mantan tahanan politik pada Orde Baru, Sri Bintang Pamungkas, dan dosen Fakultas Ilmu Sosial Politik (Fisipol) Universitas Warmadewa Denpasar, I Nyoman Wiratmaja. Dalam kegiatan yang diadakan Frontier itu semua narasumber, termasuk Gendo, lebih banyak memaparkan tentang kegagalan pemerintahan SBY dan Jusuf Kalla saat ini.
Kegagalan rezim SBY, yang jadi tema seminar itu pula yang melatarbelakangi Gendo ketika membakar gambar SBY 30 Desember 2004 itu. Inilah yang ditulis Gendo dalam buku yang diterbitkan Teplok Press tersebut.
Buku setebal 122 halaman ini sebenarnya adalah pledoi mahasiswa yang saat ini juga Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Bali, ketika diadili di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dalam kasus tersebut. Namun, buku ini juga menyertakan beberapa bahan lain sebagai pendukung. Misalnya pengantar dari Indonesianis Jeffrey Winters, kronologi kasus, dan berbagai bentuk dukungan dari sesama aktivis pro demokrasi di Bali maupun Indonesia.
Jeffrey A Winters membuka pengantarnya dengan kata sangat promotif. “Ini adalah buku yang penting dan buku ini layak dibaca oleh siapa saja yang berkomitmen terhadap pembangunan kebebasan dan demokrasi di Indonesia,” tulis Jeffrey, yang sering menulis masalah politik Indonesia di berbagai media.
Menurut Gendo, meski diangkat dari pledoi yang ditulis hanya dalam waktu lima hari, buku ini sekaligus memberikan perspektif lebih luas tentang situasi pemerintahan saat ini. Buku ini menjelaskan tentang kebijakan politik Indonesia, pasal-pasal karet atau hatzaai artikelen yang masih diterapkan hingga saat ini, posisi aktivis gerakan mahasiswa dalam demokrasi, dan tentu saja kasus itu sendiri.
Gendo sendiri ditangkap pada 3 Januari 2005 di Denpasar. Penangkapan oleh anggota Poltabes Denpasar ini dipicu oleh aksi aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Frontier ketika aksi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) saat SBY – JK baru beberapa bulan memimpin negeri ini. Dalam aksi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali itu, Gendo membakar poster sebagai simbol SBY.
“Pembakaran tersebut sebagai simbolisasi politik. Kami memprotes kebijakan SBY yang terus menaikkan harga BBM. SBY sama saja dengan Hitler dan drakula akibat kebijakan yang tidak memihak rakyat miskin itu,” kata Gendo, yang pernah kuliah di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Unud Gendo ini. Karena itu, menurut Gendo, tidak seharusnya dia diadili.
Toh, oleh PN Denpasar, Gendo divonis bersalah. Dia dihukum penjara enam bulan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kerobokan Denpasar. Buku itu disusun selama dia berada di penjara terbesar di Bali tersebut. “Menulisnya di ruang kunjungan Lapas ketika siang. Kalau malam di depan sel. Saya biasanya diberi waktu untuk menulis oleh sipir,” ujar Gendo.
Buku ini terdiri dari lima bagian besar yaitu Pendahuluan, Keadilan dari Dria Raba, Sembilan Jalan Kebaikan, Refleksi, dan Kronologis. Bagian paling penting buku ini justru di Pendahuluan. Bagian ini memuat tulisan-tulisan bahan pledoi dari filosofi negara dan hakikat hukum, pergerakan mahasiswa Indonesia, dan cerita di balik penangkapan. Bagian lain bisa dibilang sekadar pelengkap.
Di bagian tentang pergerakan mahasiswa misalnya, Gendo menulis bahwa kenaikan BBM adalah sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan. Sebab tanpa menaikkah harga BBM, pemerintah sudah mendapat untung dari harga BBM di tingkat internasional. Menyitir pendapat mantan Menteri Koordinator Perekonomian Kwik Kian Gie, harga BBM yang sebenarnya jauh di bawah harga yang saat ini ditetapkan oleh pemerintah.
Karena itu istilah subsidi BBM oleh pemerintah adalah menyesatkan. Sebab, nyatanya pemerintah tidak pernah mensubsidi. (Hal 41).
Sebagai jalan keluar mengatasi kenaikan harga BBM, aktivis mahasiswa menawarkan (1) sita harta koruptor, (2) efisiensi birokrasi, (3) pemberlakuan pajak progresif, (4) tindak tegas pelaku penimbunan dan penyelundupan BBM, (5) stop rekapitulasi dan pengeluaran obligasi perbankan, (6) moratorium dan penghapusan hutang luar negeri, dan (7) tolak privatisasi dan kembalikan aset-aset yang menyangkut hajat hidup orang banyak untuk dikelola negara.
Ironisnya, ketika ada kelompok yang mengingatkan agar pemerintah tidak menaikkan harga BBM, justru negara melakukan kekerasan padanya. Bahkan negara menuntut mereka sebagai penjahat negara. Hal ini terjadi karena negara masih menerapkan pasal karet seperti di Pasal 13 KUHP junto pasal 136 bis KUHP.
“Lalu apakah pasal-pasal ini masih pantas diterapkan dalam negara demokrasi?” tanya Gendo. Meskipun pasal-pasal ini sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, namun tetap saja ada aktivis yang masih divonis menggunakan pasal warisan Belanda itu. [b]
Tambahan
Kronologi Kasus Pembakaran Poster SBY oleh Gendo
27 Desember 2004
Aksi Frontier ke DPRD Bali dengan tuntutan “Tolak Kenaikan BBM dan Sita Harta Koruptor”. Terjadi dorong mendorong mahasiswa dengan aparat polisi.
29 Desember 2004
Aksi Frontier di depan kampus Unud dengan tuntutan yang sama.
30 Desember 2004
Aksi Frontier di depan DPRD Bali. Massa membawa poster-poster SBY yang sudah dicoret dengan spidol. Anggota DPRD menolak menemui mahasiswa. Massa kecewa dan membakar poster SBY.
2 Januari 2005
Aksi Frontier di depan kampus Unud. Massa membakar poster Soeharto dan SBY serta patung bertuliskan SBY.
3 Januari 2005
Gendo ditangkap oleh polisi di sekretariat Frontier
24 Maret 2005
Gendo diadili untuk pertama kali. Gendo walk out karena menolak diadili dengan pasal-pasal karet.
2 Juni 2005
Gendo dituntut satu tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.
7 Juni 2005
Pembacaan pledoi Gendo dengan judul Indonesia ½ Merdeka, Demokrasi ½ Tiang
10 Juni 2005
Gendo divonis enam bulan penjara.
3 Juli 2005
Gendo bebas setelah dipenjara selama enam bulan.
Wah,, buku yang menarik. Jadi ingin membacanya..
susah disembuhkan bli kalo negara sudah menikmati untuk menjadi “sakit”
memang negara tidak transparan dalam mengelola minyak. Tidak dipaparkan berapa eksport dan berapa import yang dilakukan. Minyak Indonesia mengandung sulfur yang jauh lebih rendah dari minyak Timteng. Harganya pastilah lebih tinggi. Berarti seharusnya harga eksport dan import minyak kita (kita import minyak dari Timteng karena harga lebih murah walaupun lebih polutif).Sayangnya lembaga yang mengelola minyak di negeri ini (Pertamina) sangat tidak efisien dan koruptif. Jadilah rakyat yang mnanggung tingginya harga minyak dunia. Tentunya perbandingan harga minya Indonesia dengan Jepang (jepang 30 ribu/liter) sangat tidak layak, kaena Jepang tidak memiliki sumber minyak. Sedangkan kita, seperti yang diatur dalam pasal 33 UUD 1945, haruslah menikmati minyak yang kita hasilkan…
Akan tetapi saya mengutuk cara-cara protes yang tidak cerdas seperti yang dilakukan oleh Gendo. Cara-cara seperti itu tidaklah mencerminkan prilaku seorang mahasiswa.
Selain itu saya juga heran dengannya. Umurnya sudah berapa, ganti jurusan berapa kali, kok tetep statusnya sebagai mahasiswa. Dia sendiri sebagai mahasiswa tidak melakukan tugasnya dengan benar, terus harus memaksa pemerintah untuk bertindak benar… Klo saya akan malu sendiri. Lebih baik anda lepaskan status mahasiswa anda, karena anda telah membuat malu saya sebagai mahasiswa…
untuk kawan Gendo…
teruslah berjuang…
Selamat atas peluncuran bukunya.
Kalau ada ditoko buku Gramedia di Semarang, saya pasti beli…
Salam 1/2 merdeka
ayo, tulis memoar bli. sapa tau mati muda. pejuang katanya suka mati muda. hehe… btw, bukunya bagus, saya sudah baca setengahnya. cukup komplit dan bisa jadi referensi. sayangnya, cover dan tata artistiknya tidak menarik.
Sumber inspirasi bagi para pejuang demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Sekarang, realita bergerak ke arah teknologi. Undang Undang Informasi dan Teknologi Informasi masih menyertakan pasal-pasal karet warisan kolonial. Ayo Bli Gendo, kita berjuang lagi.
Saya setuju dengan pendapat saudara Made Eka, tadi siang saya melihat di TV seorang pakar berpendapat bahwa BBM sudah sepantasnya naik, oleh karena mendapatkannya sangat susah, beresiko tinggi contohnya kasus Lapindo, dan tidak bisa diperbaharui. Sayang saya lupa nama tokohnya yang jelas beliau sering nongol di TV. Beliau juga mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara ke tiga di dunia yang memberikan harga BBM termurah setelah Iran dan Venezuela.
Saya setuju pemerintah menaikan BBM dengan syarat berikanlah solusi kepada rakyat bagaimana mendapatkan transportasi murah, ada dimana-mana, cepat, dan aman. BBM kan sebagian besar habis dipakai untuk sektor transposrtasi misal kendaraan bermotor, kapal laut dan pesawat nah naikan saja harga BBM tetapi sediakan sarana transportasi rakyat yang murah, ada dimana-mana, cepat dan aman, yang sebagian besar rakyat dapat menjangkaunya, biar orang yang mampu (kaya) memakai sarana transportasi mereka sendiri dengan BBM yang mereka beli sendiri. Saya rasa dengan cara demikian Subsidi yang diberikan pemerintah dapat menyentuh rakyat yang memang membutuhkan.
Saya juga dapat tulisan dari forum sebelah seperti ini :
—-
BERAPAKAH SUBSIDI BBM DI APBN ?
________________________________________
Berikut ini data-data yg ada di RAPBN RI thn 2008 :
– Jumlah BBM Subsidi/tahun = 35,837 juta kilo liter, terdiri atas :
1. Premium = 16,95 juta kilo liter/thn
2. Solar = 11 juta kilo liter/thn
3. Minyak tanah = 7,887 juta kilo liter/thn
Hrg minyak mentah ICP (Indonesia Crude Petroleum) adalah US$ 15 dibawah harga minyak NYMEX-USA, jadi klu skrg harga NYMEX @ US$ 126/barrel maka harga minyak mentah ICP (bahan dasar Premium/Solar/Minyak Tanah) @ US$ 111/barrel.
Biaya pengolahan kilang di Indonesia rata-rata US$ 15-17/barrel (di USA biaya kilang cuman US$ 8-12/barrel).
Jadi harga Premium/Solar/Minyak tanah rata-rata di Indonesia = (US$ 111 + US$ 17)/barrel x Rp 9260 : 159 liter = Rp 7455/liter…dibulatin aza ke Rp 7500/liter deh.
Maka ….. :
– Subsidi Premium/thn = 16,95 juta kilo x (Rp 7500-Rp 4500) = Rp 50,85 trilyun/thn
– Subsidi Solar/thn = 11 juta kilo x (Rp 7500-Rp 4300) = Rp 35,2 trilyun/thn
– Subsidi Minyak tanah/thn = 7,887 juta kilo x (Rp 7500-Rp 2000) = 43,38 trilyun/thn
Jadi total subsidi BBM = Rp (50,85 + 35,2 + 43,38) trilyun = Rp 129,43 trilyun/tahun ketika harga minyak NYMEX di US$ 126/barrel spt skrg ini.
Lha kok si JK bisa-bisanya kasih pernyataan subsidi BBM membengkak dari 250 trilyun di bulan April menjadi 300 trilyun sekarang ini (di http://www.detikfinance.com/index.php/de…/idkanal/4 ), dari mana ya hitungannya si JK ??? Apakah bukan suatu pembohongan publik tuh pernyataan si JK ???
Klu-pun harga rata-rata Bensin/Solar/Minyak Tanah sudah di “mark-up”/digelembungkan menjadi Rp 10.000/liter (spt pernyataan si JK) dari harga realnya @ Rp 7500/liter saat ini maka :
– Total subsidi baru di APBN = Rp 129,43 trilyun + (35,837 juta kilo liter x Rp 2500) = Rp 219 trilyun saja. Ini-pun masih jauh dibawah Rp 300 trilyun tho.
Klu hal-hal yang jelas-jelas mudah utk dihitung gini aza si JK “TIDAK JUJUR”, pantes aza index kepercayaan pemerintahan sekarang ini merosot sekali akibat ulah-ulahnya sendiri.
—————-
Nah cara-cara seperti ini yang saya tidak sukai dari pemerintah. Penuh dengan ketidak jujuran dan ke-tidak transparan-an
Untuk Bung Gendo saya salut atas bukunya, sayang sekali saya belum baca, kalo ada free PDF-nya mungkin saya lebih salut lagi.
Masalah kemahasiswaan Gendo yang diutarakan Saudara Made Eka juga ada benarnya, banyak rekan-rekan saya di rumah, lingkungan kerja yang berpendapat seperti Made Eka. Tetapi saya sendiri tidak mengenal Gendo secara dekat jadi saya belum bisa berkomentar lebih jauh.
Salam
Putu Adi
bagus to bukunya dari artikel atas yg kubaca.
gimana caranya dapetin tu buku ???
saya ikut nimbrung akh.
thx anton dah menuliskan kisah peluncuran buku saya
oh ya sekalian terimakasih juga atas berbagai himbauan baik dukungan maupun kritik yang diberikan kepada saya
(Ton pinjem box nya ya, untuk memberikan komentar atas tanggapan kawan2)
Untuk Made Eka, saya sangat senang dengan kritikan tersebut.
pertama saya sekarang berumur 32 tahun dan waktu pembakaran photo ESBEYE saya berumur 29 Tahun. saya angkatan 95 kuliah di arsitektur UNUD terus pindah ke Ekstensi Hukum tahun 2000 tapi baru aktif kuliah 2003 dan sekarang sedang skripsi. mudah2an bentar lagi saya udah melepas status mahasiswa biar made eka ga malu lagi. waduhhhh kalo di ekstensi itu, masih bayak yang lebih tua dari saya loh
oh ya, saya mohon maaf kalo anda malu atas tindakan saya.
cuman saya juga rada bingung apa yang memalukan dari tindakan saya?
saya cuma melakukan ekspresi politik atas kebijakan yang dibuat ole esbeye. pembakaran itu adalah simbolisasi politik yang seharusnya tidak dipidana. hanya pada waktu itu saya dijerat dengan pasal-pasal penjajah belanda yang udah usang. pasal yang juga pernah dikenakan buat para pejuang kemerdekaan termasuk soekarno.
buktinya pasal2 yang dipake menghukum saya saat ini sudah dihapuskan berdasarkan putusan mahkamah konstitusi. beneran kok saya ga boong. kalo ga percaya cek aja di situsnya mahkamah konstitusi.
Kedua; masalah kuliah saya, saya akui saya menjadi mahasiswa abadi dan perlu anda ketahui bahwa itu adalah plihan saya. saya mungkin mahasiswa yang tidak baik karena lama kuliah tetapi saya memang sejak awal sudah memilih untuk menomorduakan kuliah dan mengutamakan untuk beraktifitas dijalan dan mendedikasikan diri dalam aktifitas-aktifitas sosial.
saya pikir, sepanjang pilihan itu saya lakukan secara sadar, itu bukan bentuk kebodohan. tapi sekali lagi itu adalah pilihan. dan setiap pilihan ada konskwensinya. dan dalam hal ini konskwensinya adalah KULIAH SAYA TERLANTAR.
kemudian kalo kita berbicara tentang tuntutan kepada pemerintah; kalo menurut anada saya tidak pantas karena anda anggap saya tidak mampu memanage diri, saya pikir itu juga tidak sepenuhnya benar.
karena justru saya adalah korban dari sistem pendidikan dan sistem politik yang menutup ruang-ruang demokrasi dengan segala bangunan sistem NKK/BKK. sistem yang memang sengaja dibuat untuk membuat mahasiswa mandul dengan pembebanan sistem SKS dan tetek bengeknya.
waduhhhh …kalo dijelasin panjang broer!!!!!
mengenai anda mengutuk tindakan saya, itu hal yang biasa2 saja, karena itulah demokrasi yang selalu membuka ruang kritik oto kritik. dan saya sangat senang karena setidaknya hal itu mendorong saya untuk refleksi. tapi sekaligus meyakinkan saya bahwa ada juga banyak orang yang bersimpati dengan tindakan saya sebagai simbolisasi politik.
Seharusnya anda paham itu adalah simbolisasi, sepanjang tidak menyerang secara fisik presiden seharusnya itu sah saja dan bukanlah pidana.
trus kenapa anda juga tidak mengutuk tindakan2 orang2 waktu kampanye pilpres menginjak2 gambar SBY, memakai alas duduk. atau kenapa tidak mearahi para pemulung yang mengucek2 gambar esbee dan memasukannya ke kotak pemulung.
ato kenapa petugas kebersihan yang membakar samaph dan didalamnya juga ada gambar esbeye gak anda marahin???
kenapa ya???
pertanyaan saya kepada made eka; kalo tindakan saya tidak mencerminkan tindakan mahasiswa, lalu harusnya seperti apa?
2. Kalo ukurannya adalah intelektual atao tidak, saya ingin bertanya INTELEKTUAL dalam perspektif apa yang anda maksudkan? intelktual sebagaimana yang disampaikan oleh GRAMSCI ato intektual versi ORBA?
mohon tanggapanya, trims
salam hangat
GENDO
politics: cockfight.
sabar……sabar…..
bukankah politk ujung2nya kekuasaan?????
setuju sama anima
walahhh. didi apa maksudnya neh? hehehhe
tergantung di, cara pandang kita terhadap politik dan cara pandang kita terhadap kekuasaan itu seperti apa?